Inilah Arti Kekayaan yang Sesungguhnya
Oleh: Ustadz Bobby Herwibowo
Seorang sahabat bernama Andi - bukan
nama asli - berkisah bahwa ia pernah bekerja di sebuah perusahaan Yahudi. Ia
sudah menjadi manusia yang kaya raya di usianya yang lagi belum mencapai 40
tahun. Lebih dari 200 negara sudah ia sambangi. Semua itu dilakukan demi
mencari kekayaan dunia untuknya, dan untuk perusahaannya yang dimiliki orang
Yahudi.
Dia bertutur betapa satu sen pun
harus dikejar dalam bisnisnya. Kerugian meski hanya satu dollar akan membuat
pemilik usaha menjadi panik. Apalagi model krisis global seperti saat ini.
Selalu mencari harta. Mengejar kekayaan dunia. Takut miskin. Itulah yang selalu tertanam dalam benaknya!
Selalu mencari harta. Mengejar kekayaan dunia. Takut miskin. Itulah yang selalu tertanam dalam benaknya!
Namun dalam sebuah tugasnya di Maroko, Afrika Utara. Andi ini singgah di sebuah perkampungan muslim yang sederhana lagi bersahaja. Sebagai seorang muslim, kehadirannya di kampung itu disambut dengan baik oleh muslim di sana.
Andi dijamu makan dan makanan untuk
disantap pun sudah tersaji dihadapan. Namun tidak seorang pun mulai menyantap
makanan dan Andi pun belum lagi dipersilakan. Hingga seseorang datang ke dalam
ruang makan lalu menyampaikan berita kepada tuan rumah dalam bahasa Arab. Usai
itu, Andi pun dipersilakan untuk makan.
Saat menyantap hidangan itu, Andi diberitahu
oleh tuan rumah bahwa warga kampung muslim tersebut tidak akan pernah menyantap
makanan, selagi mereka belum merasa yakin bahwa di luar sana tidak ada seorang
pun yang kelaparan. Warga di dusun tersebut saling berbagi makanan antara satu
rumah dengan yang lain. Dan orang yang datang sebelum santap makanan tadi,
adalah pembawa kabar bagi tuan rumah yang menyampaikan bahwa ia sudah membagi
makanan bagi penduduk kampung yang belum mendapat makanan.
Andi malam itu mendapat pelajaran
berharga bahwa berbagi kepada sesama akan membawa ketentraman dan kebahagiaan.
Penduduk desa ini mayoritas adalah penduduk miskin, namun mereka bahagia dengan
cara berbagi kepada sesama. Inilah pelajaran yang jauh berbeda dari apa yang
Andi dapatkan di perusahaan tempat ia bekerja.
Usai dari Maroko, ia ditugaskan
untuk terbang ke Cairo, Mesir. Perjalanan bisnis malam itu membawa dirinya
untuk menyewa sebuah taksi di sana. Taksi di kota Seribu Menara itu dimiliki
oleh perorangan, dan kebanyakan armadanya sudah jelek dan bobrok.
Malam itu Andi membuka pembicaraan
dengan sopir taksi Mesir demi memecah kebekuan. “Berapa uang yang kau hasilkan
dalam sehari dengan membawa taksi seperti ini?” Andi melempar tanya kepada
sopir taksi. Dibenaknya Andi akan membayangkan betapa jauh penghasilan yang
akan disebutkan oleh sopir taksi ini dibandingkan penghasilan yang ia dapatkan
di perusahaan Yahudi terkenal. “Aku tak membawa taksi ini seharian!” jawab
sopir itu dengan bahasa Inggris sekenanya.
“Apakah kamu punya pekerjaan lain di
luar sana?” kejar Andi. “Alhamdulillah, aku punya dua pekerjaan yang diberi
Allah untukku. Dari pagi hari sampai sore aku bekerja di restoran, malam
harinya aku menjadi supir taksi!” sahut sang sopir.
“Apakah hidup di Mesir sudah
sedemikian sulit sehingga engkau harus bekerja double dan mencari nafkah sampai
malam?” tanya Andi lagi. “Tidak…., hidup di negeri ini amat nikmat sekali! Dari
pagi hingga sore aku mencari nafkah untuk diriku dan keluarga dan itu cukup
untuk kami…” jelas sang sopir. “Lalu mengapa engkau menjadi sopir taksi?” kejar
Andi.
“Saudaraku…., hidup ini hanya
sekali. Dan aku ingin hidup yang cuma sekali ini berarti untuk bekalku setelah
mati. Maka sudah beberapa lama ini aku membawa taksi agar aku bisa mencari
tambahan penghasilan dan kemudian aku sedekahkan kepada mereka yang
membutuhkan.” jelas sang sopir.
Degg…! kalimat itu terasa bagai
kilat menyambar di hati Andi. Betapa hebat niat sopir taksi itu gumamnya. Tak
pernah dengan kekayaan yang dimiliki, Andi bercita-cita mulia seperti itu. Tak
berani ia meneruskan pembicaraan dengan sopir taksi. Dalam hati Andi bergumam
bahwa seluruh harta yang ia cari rupanya belum apa-apa, dibandingkan kekayaan
hati yang dimiliki penduduk muslim miskin di Maroko dan supir taksi shalih yang
ia temui di Cairo, Mesir ini.
“Rupanya umat Islam lah yang
memiliki kekayaan yang hakiki!” gumam Andi.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa di
antara kalian di waktu pagi ia merasa aman rumah tangganya, sehat badannya, dan
mempunyai persediaan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia telah
mendapatkan kebahagiaan dunia dengan semua kesempurnaannya.” HR. Tirmidzi
Sumber: eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar