Ketika Amru bin Al Ash rodhiyallohu anhu bersama
pasukannya sudah mendekati wilayah kekuasaan Mauquqis, penguasa Mesir kala itu,
Amru mengutus sepuluh orang, yang salah satunya adalah Ubadah bin Shomit rodhiyallohu
anhu untuk menemuinya. Ubadah yang berkulit hitam menjadi juru bicara
mereka.
Saat rombongan utusan tiba, Mauquqis gentar melihat warna
kulit Ubadah yang hitam legam dan posturnya yang tinggi besar. Ia berkata
kepada rombongan kaum muslimin, “Jauhkan si negro itu dariku, dan tunjuk orang
lain sebagai juru bicara kalian.”
Mereka serentak menjawab, “Orang hitam ini adalah yang
paling pintar di antara kami. Beliaulah pemimpin kami yang harus kami ajukan
sebagai juru bicara. Kami semua tunduk pada ucapan dan pendapatnya. Dan kami
diperintahkan untuk tidak menentangnya. Bagi kami, orang yang berkulit hitam
maupun yang berkulit putih adalah sama saja. Kelebihan seseorang daripada yang
lain terletak pada keutamaan dan otaknya, bukan pada warna kulitnya.” Kalimat
terakhir yang mereka ucapkan tersebut mempengaruhi diri Mauquqis. Ia benar-benar
kagum.
Mauquqis merasa gerah dengan keberadaan Ubadah bin Shomit,
seorang budak berkulit hitam. Ia mengira Ubadah sengaja dipilih sebagai juru
bicara untuk melecehkan dan menghinanya. Akan tetapi ketika seluruh anggota
delegasi sepakat menunjuk Ubadah sebagai juru bicara mewakili pasukan kaum
Muslimin untuk mengadakan perundingan, Mauquqis tidak punya pilihan, selain
harus menerimanya. Lantas ia meminta Ubadah berkata yang santun supaya ia tidak
terkejut.
Mulailah Ubadah berkata, “Sesungguhnya di belakangku ada
seribu pasukan negro. Mereka adalah teman-temanku. Bahkan, kulit mereka banyak
yang lebih legam dari kulitku. Aku tidak takut menghadapi seratus musuh
sekaligus. Demikian pula dengan teman-temanku. Hal itu karena tujuan kami
berjihad semata-mata adalah demi Alloh dan untuk mendapatkan ridho-Nya. Kami
berperang melawan musuh kami, yang berani memusuhi Alloh, sama sekali bukan
untuk memperoleh kesenangan dunia, apalagi untuk memperkaya diri. Itu sama
sekali tidak pernah ada dalam pikiran kami.
Hidup kami di dunia hanya sekadar bisa makan setiap harinya, dan
berpakaian yang dapat menutupi aurat, sebab bagi kami kenikmatan dunia bukanlah
kenikmatan sejati, dan kesenangan dunia juga bukan kesenangan yang kami cari.
Sesungguhnya kenikmatan dan kesenangan yang abadi itu ada di akhirat. Itulah
yang diperintahkan Alloh kepada kami. Nabi kami juga memerintahkan yang
demikian. Beliau berpesan agar di dunia ini kami mencari makan sekadar untuk bisa
mengatasi lapar dan pakaian untuk menutup aurat. Cita-cita kami hanyalah
mencari keridhoan Alloh dan berjihad melawan musuh-Nya.”
Ucapan Ubadah tersebut menggetarkan Mauquqis. Ia berkata
kepada pasukannya, “Kalian dengar sendiri apa yang dikatakannya. Jadi, ia dan
sahabat-sahabatnya dikeluarkan Alloh untuk menaklukkan penjuru bumi.”
Kemudian ia menghampiri Ubadah untuk melayani gertakannya.
Ia menyahut, “Hai orang bijaksana, aku sudah mendengar apa yang kamu katakan
tadi, termasuk tentang dirimu dan sahabat-sahabatmu. Seumur hidupku,
orang-orang yang ingin mengalahkan kalian tidak lain karena kecintaan mereka
kepada kesenangan dunia. Saat ini telah bergerak kemari seluruh pasukan romawi
yang tidak terhitung jumlahnya untuk memerangi kalian. Mereka adalah pasukan
yang terkenal cerdik dan pemberani. Mereka tidak mengenal rasa belas kasihan
kepada musuh. Kami yakin kalian tidak akan sanggup menghadapinya. Kalian pasti
akan takluk karena kelemahan dan jumlah kalian yang sedikit. Kami lebih suka
kalian berdamai dengan kami. Sebagai imbalannya, untuk masing-masing kalian
harus membayar satu sampai dua dinar, untuk komandan kalian seratus dinar, dan
untuk kholifah kalian seribu dinar. Terimalah tawaran ini, lalu kembalilah ke
negeri kalian sebelum terlambat.”
Ubadah memandang Mauquqis dengan penuh percaya diri. Dengan
keyakinan dan iman yang kuat ia menyahut, “Hai, kamu dan teman-temanmu jangan
terkecoh oleh kehebatan dan banyaknya jumlah pasukan Romawi yang kamu jadikan alat
untuk menakut-nakuti. Kami sama sekali tidak takut. Demi Alloh, kami pantang
mundur. Kalau pun kami semua harus gugur, kami akan mendapatkan ridho serta surga
Alloh. Dan itulah justru yang lebih kami sukai. Sesungguhnya Alloh telah
berfirman dalam Kitab-Nya:
كَم مِّن فِئَةٍۢ
قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةًۭ كَثِيرَةًۢ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Alloh. Dan Alloh beserta
orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqoroh : 249)
“Setiap kami selalu berdoa kepada Robb-nya pagi dan
petang agar bisa gugur sebagai syahid. Mereka tidak ingin dipulangkan kembali
ke negerinya, berkumpul bersama anak dan isterinya. Pikirkanlah kembali
tawaranmu itu, dan tentukanlah kepada kami. Kami hanya mau berkompromi bila
kalian mau memilih satu di antara tiga opsi yang kami tawarkan. Masuk islam,
membayar upeti atau perang. Pilihkan mana yang kamu suka, dan jangan biarkan
dirimu bersemangat dalam membela kebatilan. Itulah pesan yang disampaikan
kepadaku oleh panglimaku, oleh Amirul Mukminin, dan juga oleh Rosululloh shollollohu
alaihi wa sallam dahulu.”
Al Mauquqis kembali bermaksud memojokkan Ubadah, atau
setidaknya mau menerima sesuatu yang ia tawarkan. Tapi upayanya sia-sia. Ubadah
hilang kesabarannya, sambil mengangkat tangannya ke langit, ia menjawab, “Tidak,
demi Robb langit, bumi dan segala sesuatu. Bagi kami kalian tidak punya
banyak pilihan. Oleh karena itu, pilihlah satu dari ketiga opsi itu.”
Saat itulah Mauquqis dan para pembantunya bersepakat. Mereka
berkata, “Kami tidak mungkin memilih opsi yang pertama. Bagaimanapun juga kami
tidak akan pindah dari agama masehi ke agama yang belum kami kenal.” Ini
artinya mereka menolak pilihan untuk masuk Islam, sehingga tinggal dua opsi
bagi mereka. Membayar upeti atau perang. Mereka berkata, “Kalau kami harus
tunduk kepada pasukan kaum Muslimin dan kami harus membayar upeti, itu berarti
kami akan menjadi budak. Kalau begitu lebih baik kami mati saja.”
Mendengar itu, Ubadah bin Shomit berkata, “Jika kalian mau
membayar upeti, dijamin kalian akan aman. Nyawa, harta dan keturunan kalian
akan dilindungi. Kalian bebas melakukan segala sesuatu yang telah berlaku
secara turun temurun. Gereja-gereja kalian akan dijaga keselamatannya, dan
siapapun tidak akan dibiarkan mencampuri urusan ajaran agama kalian.”
Mendengar janji itu, Al Mauquqis berkata kepada
sahabat-sahabatnya, “Kita penuhi saja satu di antara opsi yang mereka tawarkan
tadi. Sungguh kita tidak akan sanggup melawan mereka. Daripada mereka
menggunakan kekerasan untuk memaksa kita, lebih baik kita menyerah dengan suka
rela.”
Demikianlah, kaum Muslimin berjalan dengan membawa kunci surga,
La Ilaha illal-Loh. Dengan kunci itu mereka membuka bumi belahan timur
dan bumi belahan barat. Semua wilayah mereka taklukkan, benteng-benteng mereka
buka, hati-hati manusia mereka tundukkan, dan nilai-nilai yang benar mereka
kuasai.
Hari ini, semoga sejarah indah itu bisa bersemi kembali.
Ya Alloh, lembutkanlah hati sesama mujahidin, tautkanlah dan
kokohkan barisan mereka, serta hancurkan musuh mereka dan musuh kaum muslimin.
Amin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar