Hadits Online

Sabtu, 24 November 2012

Tertindasnya Umat karena Para Pengkhianat


Hampir di setiap jengkal di mana terjadi penindasan atas umat Islam dewasa ini akibat pengkhianatan saudaranya sesama muslim. Ironisnya, pengkhianatan terbesar dilakukan oleh orang-orang yang dijuluki ulil amri, yakni para pemimpin negeri-negeri kaum muslimin. Yang menyedihkan, keabsahan mereka mendapat stempel legitimasi dari sebagian ulama dan kalangan kaum muslimin, sehingga mereka bebas berlenggang-kangkung sebagai pemimpin yang sah, meski pengkhianatan yang dilakukan mereka begitu vulgar dan telanjang. Akibatnya apa pun upaya untuk mengkritisi-- apalagi melengserkan mereka – akan mendapatkan tuduhan sebagai khowarij, sesat dan anjing-anjing neraka.

Lihat saja Banglades, salah satu negeri yang dihuni mayoritas kaum muslimin. Apa yang dilakukan pemerintah mereka kepada kaum Rohingya, yang masih bertalian saudara baik karena agama maupun ras, begitu menyakitkan. Mereka setali tiga uang dengan negara tetangganya yang musyrik itu. Bukannya membantu dengan mengirim tentaranya memerangi kaum musyrik burma, tapi malah mencegah dan mengusir kaum muslimin Rohingya yang tengah menderita dan terlunta-lunta. Mereka memang benar-benar berhati kelam!

Begitu juga yang terjadi dengan Saudi, Kuwait dan negara teluk lainnya saat negara penyebar kemungkaran AS dan sekutunya menyerang Negara Islam Tholiban. Semua orang tahu bahwa beberapa negara teluk menyediakan fasilitas lapangan terbangnya untuk pesawat musuh yang akan membumi-hanguskan sebuah negeri, yang paling layak disebut satu-satunya negara Islam di masa itu. Salah satu ulama yang berpendapat bahwa Tholiban sebagai satu-satunya negara yang menerapkan Islam secara kafah adalah Syaikh Hamud Uqla Asy Syu’aibi rohimahulloh, seorang ulama panutan mujahidin yang juga merupakan guru dari beberapa masyaikh di negara Saudi.

Atau yang terjadi di era Husni Mubarak saat Gaza digempur habis-habisan oleh bangsa Yahudi. Jangankan memberi pembelaan kepada kaum muslimin Gaza dengan pasukannya, relawan yang ingin memberi bantuan pangan dan obat-obatan saja dipersulit. Mubarak tidak ingin sekutu yahudinya menderita kesulitan menghadapi perlawanan mujahidin Hamas. 

Rosululloh telah mengisyaratkan bahwa kekalahan umat Islam saat ini adalah akibat pengkhianatan sebagian umat Islam atas sebagian yang lainnya. Inilah yang saat ini sedang terjadi. Kehancuran umat Islam bukan oleh kekuatan musuh, bukan karena kekuatan mereka, namun karena pengkhianatan sebagian umat Islam.

 Para pengkhianat dari kalangan kaum muslimin itu bekerjasama dengan para thagut dan orang-orang kafir untuk memerangi para mujahidin. Para pengkhianat itu sendiri telah menjual darah daging saudaranya kepada musuh-musuh Islam dengan imbalan yang tidak sedikit. Rosululloh shollollohu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya aku sudah memohon kepada Robbku untuk umatku janganlah membinasakan mereka dengan paceklik yang merajalela, jangan menundukkan mereka kepada musuh dari luar kelompok mereka yang menodai kedaulatan mereka. Sesungguhnya Robbku berfirman: Wahai Muhammad! Sungguh jika Aku telah menetapkan suatu ketetapan, maka tidak bisa ditolak. Aku berikan kepada umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh paceklik yang merajalela dan agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari luar mereka yang akan menodai kedaulatan mereka, sekalipun musuh itu berkumpul dari seluruh penjuru dunia, kecuali jika sebagian mereka membinasakan sebagian yang lain dan mereka saling menawan satu sama lain.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

 Benar, di antara umat Islam saling menawan satu sama lain, dan saling menikam dari belakang. Sebagian lagi ada yang menjadi kaki tangannya dan adapula yang benar-benar menjadi budak setia kaum kafir.
Kegagalan umat Islam dalam mewujudkan cita-citanya lebih karena faktor loyalnya mereka terhadap musuh-musuh Islam.

 Demikian pula keberhasilan musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Nasrani, mereka menang bukan karena kehebatan dan kekuatan yang dimilikinya, melainkan adanya sebagian umat Islam yang bergabung bersama mereka.

 “Keberhasilan” Amerika menjajah negeri-negeri kaum muslimin dan bercokolnya Yahudi di tanah Palestina adalah berkat dukungan sekutunya di Timur Tengah dan dunia Islam lainnya. Saudi dan Negara-negara Arab lainnya juga memberikan dukungan yang cukup besar bagi kesuksesan Amerika dalam menjalankan aksi terornya di Iraq dan Afghanistan.

 Sebagian ada yang memberikan dukungan materi seperti penyediaan tempat bagi pangkalan militer, dan adapula yang memberi dukungan moril dalam bentuk pernyataan dan fatwa-fatwa yang membolehkan Amerika untuk menyerang mujahidin yang ingin menegakkan syariat Alloh.

 Peristiwa bergabungnya sebagian umat Islam bersama musuh-musuh Islam, secara tegas telah dinubuwatkan oleh Rosululloh shollollohu alaihi wa sallam:
“Kiamat tidak akan terjadi hingga suku-suku dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan hingga mereka menyembah berhala. Di tengah umatku kelak akan ada 30 pendusta, masing-masing mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.”  (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kondisi ini belum pernah terjadi di masa dahulu, kecuali pengkhianatan yang dilakukan para pemimpin di kalangan syiah rofidhoh seperti Ibnu Al Qomi dan sebagian muslim sunni yang bekerjasama dengan orang kafir untuk memenuhi ambisinya menguasai kaum muslimin. Ahli sejarah menyebut mereka sebagai pengkhianat dan para ulama memvonisnya murtad.

Beberapa penguasa yang divonis murtad di antaranya adalah Al Muta’ammid bin ‘Abad, seorang hakim di Asybiliyah yang juga salah seorang kepala kabilah di Andalusia. Kesalahannya adalah meminta bantuan pasukan Eropa untuk memerangi kaum muslimin. Ulama penganut madzhab maliki memfatwakan bahwa pada waktu itu ia telah murtad dari Islam. Peristiwa ini terjadi sesudah tahun 480 H. (Al Istiqsho li Akhbar Daul al Maghrib al Aqsho 2/75)

Pada penghujung tahun 980 H pasukan Tartar menyerang negeri-negeri Islam di Syam dan lainnya. Beberapa orang yang mengaku dirinya menganut Islam membantu mereka, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memfatwakan murtadnya orang yang membantu mereka. Bahkan ada pernyataan tegas dari beliau bahwa seandainya kaum muslimin mendapati dirinya berada di barisan musuh (sebagai tanda pengkhianatan) maka jangan ragu untuk membunuhnya, meski beliau adalah guru mereka.

Pada tahun 980 H Muhammad bin Abdillah As Su’ud salah seorang Raja Maroko meminta bantuan kepada Raja Portugal untuk melawan pamannya sendiri Abu Marwan Al Mu’tashim Billah. Ulama madzhab Maliki memfatwakan bahwa dia telah murtad. Perhatikanlah! Bagaimana para ulama dahulu menetapkan vonis murtad lantaran raja tersebut meminta bantuan orang kafir guna memerangi saudaranya, apatah lagi kebalikannya – memberi bantuan pada orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Mungkinkah vonis ulama dahulu akan lebih ringan seraya tetap menetapkan mereka sebagai waliyul amri?

Selanjutnya di awal abad ke 14 H, beberapa kabilah di Aljazair membantu pasukan perancis untuk melawan kaum muslimin. Ahli fiqih dari Maroko, Syaikh Abul Hasan At Taswili memfatwakan kekafiran mereka sebagaimana disebut dalam kitab “Ajwibah at Taswili ‘ala Masail al Amir Abdil Qodir al Jazairi” hal 210.

Di pertengahan abad ke 14, ketika bangsa Perancis dan Inggris menjajah Mesir dan negara arab di sekitarnya Syaikh al ‘Allamah Ahmad Syakir rohimahulloh berfatwa tentang kafirnya orang yang membantu mereka dengan bentuk bantuan apa pun, dalam risalah beliau “Kalimatu Haqq” hal 126-137. Fatwa beliau yang ditulis cukup panjang tersebut berjudul Bayan ila al Ummat al Mishriyyah Khosshotan wa ila al Ummat al Arobiyyah wa al Islamiyyah ‘Ammatan (Penjelasan untuk Rakyat Mesir khususnya serta Seluruh Rakyat Arab dan Muslimin pada umumnya)
.
“Wajib atas setiap muslim yang tinggal di belahan bumi mana pun juga untuk memerangi mereka dan menyerang mereka di mana saja mereka dapat ditemukan, baik kalangan sipil maupun militernya... sampai ucapan beliau: “Adapun tolong menolong dengan Inggris dalam bentuk apa pun juga, sedikit maupun banyak, adalah bentuk kemurtadan yang sempurna dan bentuk kekafiran yang jelas. Tidak diterima alasan apapun yang untuk memperkenannya dan tidak bermanfaat takwilan mana pun juga. Tiada seorang pun yang terbebas dari hukum itu baik dia seorang yang fanatik dan dungu. Tidak boleh juga untuk siasat politik atau untuk bermanis muka, karena itu semua adalah bentuk kemunafikan. Sama saja apakah itu dilakukan oleh perorangan, negara maupun para pemimpin negara. Semuanya dihukumi murtad secara setara walau dilakukan karena ketidaktahuan...”

Duhai, apabila beliau masih hidup hari ini, akankah beliau dilabeli sebagai ulama khowarij?!

Wallohu alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar