Oleh : Syaikh Abdullah Azzam
Wahai
kalian yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai Diennya dan
Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah bahwasanya Allah Azza wa Jalla
telah menurunkan di dalam Al-Qur'anul Karim :
“Hai orang-orang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang
memberi kehidupan kepada kamu …” (QS. Al-Anfal : 24)
Allah
Ta’ala berfirman :
“Dan apakah orang yang sudah mati
kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang
dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa
dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak
dapat keluar dari padanya. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al An’am :122-123)
Allah
Azza wa Jalla telah menjadikan anak manusia di dunia ini menurut suatu aturan
dan undang-undang yang tetap dan tiada akan berubah. Aturan tadi kesimpulannya
tertuang dalam ayat :
“ … Maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia
tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha : 123-124)
Agama
Fitrah
Perlu
diketahui, bahwa di dalam mengikuti manhaj Allah Azza wa Jalla itu terdapat
kehidupan, cahaya, ketenangan, ketentraman, kesenangan dan kebahagiaan serta
apa saja yang mungkin menjadi santapan hati, kecerdasan dan kesungguhannya.
Sebaliknya, berpaling dari manhaj Allah merupakan kehilangan, kerugian,
kecelakaan, kegelapan dan kesempitan dalam hidup. Tak seorang pun mampu
menghitung pengaruh yang ditimbulkan oleh kejahatan terhadap jiwa. Dan kita
tidak akan mampu menghitung pengaruh kebaikan/kebajikan terhadap hati, jiwa dan
diri manusia.
Manhaj
dan aturan yang diciptakan Allah terhadap diri manusia tidak akan pernah
berubah ataupun berganti, meski hukum-hukum alam terkadang bisa berubah …
hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan kauniyah (alam semesta) terkadang bisa
berubah, seperti hukum alam yang berlaku pada matahari, bulan, bintang,
planet-planet dan lain-lain. Semua itu dapat bergoncang dan rusak dengan izin
Allah.
“Apabila matahari
digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung
dihancurkan, dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak
dipedulikan).” (QS. At-Takwir : 1-4)
“Apabila langit terbelah, dan apabila
bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap.” (QS.
Al-Infithar : 1-3)
Bisa
jadi Allah merubah hukum-hukum kauniyah yang telah disunnahkan-Nya itu. Akan
tetapi hukum-hukum-Nya yang berlaku pada diri manusia akan terus berjalan di
dunia ini dan di akhirat nanti. Buahnya akan terus memberikan dan mendatangkan
makanannya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya di dunia dan di alam baka.
Hati
manusia akan bercahaya dengan perantaraan amal kebajikan, sebagaimana ucapan
Ibnu Abbas radhiyallahu anhu :
“Sesungguhnya
amal kebajikan dapat membuat hati bercahaya, muka bersinar, badan kuat, rezki
lapang dan menjadikan rasa kecintaan dalam hati manusia. Sebaliknya, amal
keburukan/kejahatan hanya membuat gelapnya hati, hitamnya muka, lemahnya badan,
sempitnya rezki dan menjadikan rasa kebencian di dalam hati manusia.”
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah
menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli
Kitab.” (QS. An-Nisa’ : 123)
Hukum
yang telah disunnahkan Rabbul ‘Izzati
ini, berlaku di dunia dan di akherat. Tidak akan berubah kendati langit berubah
dan tidak akan berganti kendati bumi dan seluruh planet yang ada dilipat. Dan
tidak mungkin berubah atau hilang meski bumi berubah dan manusia serta
hewan-hewaan lenyap dari permukaannya.
Oleh
karenanya, manusia menemukan kesan/pengaruh dari perbuatan baik dan amal shalih
di dalam hatinya. Meski ia bekerja payah, meski ia melakukan usaha yang besar,
meski ia terkurung di dalam penjara atau berada dalam hiruk pikuk pertempuran
yang penuh dengan kepulan debu tak mendapatkan makanan, tak mendapatkan
kekuatan, telanjang dua telapak kakinya, terbuka bagian atas kepalanya dan
kusut rambutnya. Namun demikian kebahagiaan tidak pernah lepas dari hatinya. Boleh
jadi ia kehilangan semua harta kekayaan dunia yang dimilikinya, akan tetapi ia
tidak pernah akan kehilangan dirinya dan tidak akan pernah kehilangan hatinya.
Bagaimana mungkin orang yang telah menemukan Rabbnya akan kehilangan dirinya
dan hatinya?!!
Sebaliknya,
kalian melihat ahli dunia bergelimang dalam lembah kenikmatan. Mereka makan
berbagai jenis makanan yang enak lagi lezat, berpakaian yang bagus-bagus,
mengendarai mobil-mobil yang mewah lagi megah dan hidup di
apartement-apartement yang menjulang tinggi. Akan tetapi hati mereka sangat
lemah, kelam risau, goncang dan tidak bahagia. Kalian dapati mereka selalu
merasa bahwa setiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. –yakni :
mereka merasa selalu diawasi dan dicurigai hingga hatinya menjadi tidak
tenang—. Sesungguhnya kebahagiaan itu bukan berada di tangan mereka. Sebab hati
yang baik itulah yang akan memberikan kebahagiaan dan kehidupan baginya.
Sedangkan hati yang rusak justru akan melemahkan dan menggoncangkan
kehidupannya.
Allah
Ta’ala berfirman :
“ … Dan barang siapa yang disesatkan
Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk. Bagi mereka
azab dalam kehidupan dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras dan
tak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (azab) Allah.” (QS.
Ar-Ra’d : 33-34)
Faktor Penambah Kekuatan Seseorang
Kekuatan
hati datang kepada seseorang melalui perantaraan amal shalih. Sedangkan
lemahnya hati datang kepada seseorang karena perbuatan jahat, perbuatan keji
dan maksiat. Oleh karena itu Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan kepada seorang
penakut demikian : “Jika hatimu sehat, pasti engkau tidak akan takut.” Jadi
jika hati seseorang sehat, maka ia tidak akan merasa takut kepada seorangpun.
Sebab perbuatan jahat itu bagaikan racun. Ia akan melemahkan hati sebagaimana
racun melemahkan (merusakkan) perut dan usus. Sedangkan kebaikan itu seperti
makanan, ia akan menghidupkan hati dan menyinarinya. Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Perumpamaan rumah yang selalu disebut
nama Allah di situ dengan rumah yang tidak pernah disebut nama Allah di situ
adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (HR.
Al-Bukhari dalam Shahihnya)
Beliau
juga bersabda : “Janganlah
kamu jadikan rumah-rumahmu seperti kuburan.” (HR. Muslim dalam Shahihnya) Yakni,
hidupkanlah rumah itu dengan amalan-amalan sunnah. Dan jangan kalian serupakan
ia dengan mayat atau kuburan yang telah rusak dan sunyi. Yang tidak ada di
dalamnya amal-amal shalih.
Adapun
kekuatan jasmani, maka ia sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla melalui lisan
Hud a.s.
“Dan (Hud berkata): "Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada
kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud :
52)
Dalam
kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim menulis sebuah fasal yang amat menarik. Di mana
di situ diterangkan bahwa memandang sesuatu yang diharamkan akan melemahkan
mata, mencuri dapat melemahkan tangan, berjalan untuk mendatangi hal-hal yang
haram akan melemahkan kaki dan memakan barang haram akan melemahkan
badan/jasmani. Melemahkannya secara inderawi bukan maknawi. Dan sesungguhnya
perbuatan baik akan menguatkan anggota badan dengan kekuatan yang bersifat
inderawi bukan kekuatan maknawi. Kekuatan jasmani dan kekuatan hati hanyalah
datang dari amal perbuatan yang baik dan dari menuntut berbagai jalan yang
mendatangkan pahala. Sedangkan kelemahan jasmani dan kelemahan hati datang dari
perbuatan-perbuatan yang menyelisihi kehendak Dzat Yang Maha Mengetahui
perkara-perkara yang ghaib. Itu adalah sesuatu yang alami menurut undang-undang
Ilahi. Sebab hati telah dibentuk menurut aturan yang tidak bekerja dan tidak
menjadi kuat melainkan dengan dzatnya. Ketakwaan hati dengan mendatangkan sifat
takwa dan kekuatan hati dengan mendatangkan bekalnya. Tidak mungkin hati akan
beroperasi/bekerja melainkan mesti sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.
Buah dari Perbuatan Maksiat
Menyelisihi
Rabbul ‘Izzati artinya menyelisihi manhaj yang menjadi dasar awal mula
pembentukan dan penciptaan hati. Jika suatu alat tidak bekerja melainkan sesuai
dengan keinginan insinyurnya -dan Allah mempunyai
sifat Yang Maha Tinggi-, maka
demikian pula hanya dengan hati manusia. Ia tidak
akan bekerja, beroperasi, tidak akan cepat gerakannya dan tidak akan merasa
lapang ketika memberi melainkan jika ia bekerja menurut manhaj Rabbnya. Bahkan
berbagai peristiwa alam seperti : malapetaka, gempa bumi dan kefakiran; maka
para sahabat dahulu menafsirkannya –sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada mereka— bahwa semua itu adalah
sebagai akibat dari menyelisihi manhaj Allah. Menyelisihi manhaj Allah yang
berkaitan dengan alam semesta, menyelisihi manhaj Allah dalam kehidupan.
Pernah
suatu ketika terjadi gempa bumi di zaman pemerintahan Umar bin Khatthab. Lalu para sahabat mengirim seseorang kepada ‘Aisyah r.a. untuk menanyakan
sebab yang menjadikan gempa bumi tersebut. Lalu oleh ‘Aisyah pertanyaan tadi
dijawab : “Telah nampak/timbul –orang-orang yang melakukan— dosa di kota
Madinah.” Begitu Umar mendengar berita dari ‘Aisyah, maka segera dia naik
mimbar dan berkata : “Wahai manusia, demi Allah, kalau sekiranya perbuatan dosa
itu terulang sehingga terjadi gempa lagi, maka aku tidak mau hidup berdampingan
dengan kalian di kota ini –yakni kota Madinah—.”
Dahulu, para sahabat menafsirkan terlambatnya kemenangan adalah karena
dosa. Kisah mengenai hal ini sangatlah masyhur. Ketika Umar bin Khatthab merasa bahwa penaklukan negeri Mesir berjalan
sangat lambat, maka dia mengirim surat kepada Amru bin ‘Ash selaku panglima
pasukan dalam misi tersebut. Kata Umar dalam suratnya : “Kalian begitu lambat
dalam menaklukkan negeri Mesir. Itu tidak lain adalah karena kalian mencintai
dunia sebagaimana musuh-musuh kalian mencintainya. Sesungguhnya saya akan
mengirim empat orang pilihan untuk membantu kalian. Aku telah meminta janji
setia mereka untuk melangkah di atas manhaj (jalan) yang telah ditinggalkan
Rasulullah saw kepada kita. Jika Allah memenangkan kalian, maka sesungguhnya
kemenangan itu adalah lantaran mereka yang saya yakini melangkah di atas jalan
tersebut. Adapun jika Allah tidak memberikan kemenangan atas kalian, maka hal
itu adalah disebabkan mereka menyimpang –dari manhaj tersebut— sebagaimana yang
telah kalian lakukan.”
Mereka
juga menafsirkan bahwa sempitnya rezki adalah dikarenakan dosa. Sebab, menurut
mereka amal kebajikan akan mendatangkan berkah dalam rezki dan kehidupan.
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu anhu dan sahabat yang lain, dalam beberapa
hadits shahih yang mauquf, mengatakan : “Sesungguhnya
seorang hamba dilupakan dari mengingat suatu hadits dan tercegah mendapatkan
rezki adalah lantaran dosa yang ia perbuat.” (Muslim meriwayatkan hadits yang seperti ini)
“Sesungguhnya seorang hamba dilupakan
dari mengingat suatu hadits adalah lantaran dosa yang ia perbuat.”
Rezki
terhalang lantaran dosa. Dan hadits dilupakan dari ingatan adalah lantaran dosa.
Tentunya
kalian mengetahui ucapan Malik kepada Asy-Syafi’i ketika dia pertama kali
melihatnya, yakni :
“Wahai
anak muda, sesungguhnya saya melihat bahwa Allah telah memasukkan cahaya ke
dalam hatimu. Maka dari itu janganlah engkau padamkan ia dengan kegelapan
maksiat.”
Dan
beberapa bait sya’ir dari Imam Asy-Syafi’i :
Aku
mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku
Lalu
dia menunjukkan padaku supaya aku meninggalkan perbuatan maksiat
Dan
dia memberitahu padaku bahwa ilmu itu adalah cahaya
Dan
cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
Kebaikan
akan menarik kebaikan dan kejahatan akan menarik kejahatan pula. Kebaikan
akhirat akan menarik kebaikan dunia. Dan surga akhirat tidak akan bisa dimasuki
kecuali dari surga dunia. Sebagaimana ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah : “Sesungguhnya di dunia ada surga,
yang barangsiapa tidak masuk ke dalamnya, maka dia tidak akan bisa masuk surga
akhirat. Surga itu adalah surga kegembiraan lantaran bisa berkomunikasi dengan
Allah dan surga kebahagiaan lantaran bisa berhubungan dengan Allah.”
Maka
sekali-kali kamu tidak akan dapat sampai ke surga akhirat melainkan melalui
jalan surga dunia. Adapun surga dunia dan taman bagi orang-orang shalih di
dalamnya serta kesenangan orang-orang yang bertakwa adalah melangkah di atas
jalan yang lurus serta mengikuti jalan orang-orang shalih yang telah digariskan
oleh Rabbul ‘Alamin. Oleh sebab itu kita diperintah agar selalu mengulang-ulang
kalimat “Ihdinash shiraathal mustaqiem, artinya : Tunjukkanlah kami –ya Allah—
jalan yang lurus” setiap saat dan waktu.
Adapun
mengenai kelapangan rezki, maka Allah Ta’ala berfirman :
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan oleh apa yang telah mereka perbuat.” (QS.
Al-A’raf : 96)
“Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS.
An-Nahl : 112)
“Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda
(kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri.(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu)
adalah Rabb Yang Maha Pengampun.” Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan
kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua
kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit
dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena
kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang
demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS. Saba’
: 15-17)
Oleh
karena itu datang dalam sebuah hadits shahih :
“Barangsiapa
yang ingin agar Allah menangguhkan/melamakan ajalnya dan melapangkan rezkinya,
maka hendaklah ia menghubungi sanak kerabatnya.” (Potongan hadits dalam kitab Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 4079)
Kemudian
dalam sebuah hadits hasan disebutkan :
“Berbakti
kepada kedua orang tua, menyambung hubungan sanak kerabat dan berlaku
santun/baik kepada tetangga dapat memanjangkan umur dan meramalkan
perkampungan.”
“Menyambung
hubungan sanak kerabat dan berlaku santun kepada tetangga dapat memanjangkan
umur dan meramaikan perkampungan.”
Yakni,
memanjangkan umur dengan barakah hidup. Betapa banyak waktu yang hanya sesaat
sama dengan waktu yang bertahun-tahun karena barakah hidup. Dan berapa banyak
pula waktu bertahun-tahun lewat begitu saja tanpa ada barakah di dalamnya.
Wahai saudara-saudaraku : Hadapkaanlah diri kalian ke hadirat Rabb kalian.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (pembeda dan
pemisah).” (Q.S. Al-Anfal : 29)
(Ya’jal
laum furqaana, artinya : niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan)
Dengan
pembeda itu kalian dapat memisahkan antara yang hak dan yang batil. Allah akan
menjadikan mata hatimu bercahaya sehingga kamu dapat memandang segala sesuatu
menurut hakikatnya. Sebab mata hati yang telah diliputi oleh syahwat (hawa nafsu)
dan syubhat (keragu-raguan) akan
mengaburkan penglihatannya dan membutakannya sehingga ia akan melihat sesuatu
secara terbalik … (Bagaimana dengan dirimu apabila melihat yang ma’ruf nampak
mungkar dan yang mungkar nampak ma’ruf … bagaimana dengan dirimu jika kamu
diperintahkan untuk mengerjakan yang mungkar dan dilarang mengerjakan yang
ma’ruf?) Takutlah kamu kepada Allah, takutlah kamu kepada Allah akan dirimu,
takutlah kamu kepada Allah akan hatimu … takutlah kamu kepada Allah atas cahaya
yang telah diberikan Allah padamu, takutlah kamu kepada Allah perihal dirimu,
kelak kamu akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Tidak ada jalan untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali dengan cara mengikuti jalan
orang-orang yang shalih.
“Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS.
Al-An’am : 90)
Kebahagiaan Hakiki
Barangsiapa
di antara kalian yang menginginkan kebahagiaan di dunia, maka hendaklah ia
berpegang kepada ajaran agama. Dan barangsiapa di antara kalian yang
menghendaki kebahagiaan di akhirat, maka hendaklah ia berpegang kepada ajaran
agama. Tidak ada cara untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan
hanya dengan agama Islam.
Semoga
Allah memberikan rahmat kepada Ibnu Taimiyah, ketika seluruh penduduk bumi
menentangnya, dia malah mengucapkan perkataan : “Apa yang diperbuat
musuh-musuhku atas diriku? Jika mereka memenjarakanku, maka sesungguhnya penjara
adalah tempatku berkhalwat –dengan Allah—. Jika mereka membunuhku, maka
kematianku adalah syahadah –mati syahid—. Dan jika mereka mengusirku, maka
pengusiran itu merupakan perjalanan tamasya bagiku.” Meskipun dia berada dalam
penjara yang gelap gulita, namun dia malah berkata : “Sekiranya emas sepenuh
penjara ini aku berikan pada orang yang memenjarakanku, maka aku belum memberikan
balasan yang setimpal padanya dikarenakan apa yang telah diberikan Allah padaku
…”
Sekiranya
aku memberikan padanya emas sepenuh penjara ini, namun karena sesuatu yang
dikaruniakan Allah padaku dalam penjara ini –apa yang dibukakan Allah padaku—,
maka aku belum memberikan balasan yang setimpal kepada orang-orang yang telah
memenjarakanku.
Luasnya
dunia … lapangnya
rezki … cahaya hati … cahaya muka … siapa yang banyak melakukan shalat pada
malam hari, maka wajahnya akan nampak baik (berseri) di siang hari. Dan
sesungguhnya engkau akan melihat cahaya pada bagian wajah dan keningnya.
Adapun
orang-orang yang durhaka, maka kegelapan dosanya akan membuat hitam kelam
wajahnya sebagaimana dosa-dosa tersebut telah membuat padam cahaya yang
bersinar dalam hati dan kalbunya. Sementara orang-orang yang selalu berhubungan
dengan Allah ‘Azza wa Jalla, hatinya terang dan wajahnya bercahaya.
Kerjakan
shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu merupakan adat kebiasaan
orang-orang shaleh sebelum kamu, membuatmu dekat di sisi Rabbmu, dan menjadi
pengusir penyakit dari badan. Sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadits shahih
… (wa muthriidatun lid-daa’i ‘anil jasadi, artinya : Dan sebagai pengusir
penyakit dari badan).
Sesungguhnya
Allah telah memberikan karunia kepada kamu dengan membawamu datang ke negeri
ini (yang dimaksud Syaikh Abdullah Azzam adalah bumi
ribath dan jihad Afghanistan – tempat di mana terjadi pertempuran antara
mujahidin dengan pasukan kafir Rusia sedangkan konteks hari ini adalah di
manapun tempat terjadinya pertempuran antara mujahidin dengan koalisi kafir). Tetaplah
kamu berada di tempat kamu, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan
nikmat yang hanya diketahui oleh orang yang merasakannya. Nikmat yang bisa
mengangkat umur, memberkahi dan mensucikannya. Maka dari itu tetaplah kamu
telah mengetahuinya … Jangan sampai kamu berbalik atau kembali ke belakang.
Karena sesungguhnya karunia itu adalah taufik dari Rabbmu bukan berdasarkan
pilihan atau berdasarkan amal perbuatanmu. Sesungguhnya ia hanyalah hidayah dari
Allah dan taufik-Nya. Jika kamu berribath, maka itu adalah nikmat dari Allah.
Dan jika kamu berjihad, maka itu adalah anugerah dari Allah. Dan jika kamu
berkhidmat untuk jihad, maka yang demikian itu merupakan nikmat besar dari
Rabbul ‘Alamin.
Maka
jangan sampai kamu sia-siakan anugerah itu … jangan sampai kamu berbalik ke
belakang, meski bagaimanapun beratnya, karena kesulitan dan kepayahan yang kamu
alami hanyalah kepayahan badan. Walau kelak tubuhmu akan dimakan ulat, namun ia
akan tetap meninggalkan lembaran-lembaran amal yang penuh dengan kebaikan.
“Pada hari datangnya beberapa ayat dari
Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang –kepada dirinya— yang belum
beriman sebelum itu …” (QS. Al-An’am : 158)
Pada
hari di mana setiap amal perbuatan seberapapun kecilnya akan diletakkan di atas
timbangan …
“Kami akan memasang timbangan yang tepat
pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika
(amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya.
Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’ : 47)
Melangkahlah
kamu di atas jalanmu, tetapilah tempatmu dan jangan mundur dan berpaling.
Menghadaplah kamu kehadiran Rabbmu. Demi Allah –sebagaimana saya menduga— Allah
telah memberikan karunia kepada kalian dari tampat-Nya yang tinggi, dan
memberikan nikmat kepada kalian dari atas langit-Nya yang tujuh.
(Sumber : Kumpulan Khutbah Syaikh Abdullah Azzam dalam
Kitab Fie Tarbiyah al Jihadiyah wal Bina’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar