Hadits Online

Jumat, 27 Juli 2012

Buah Akhlaq dan Doa Kebaikan


Dalam buku Min Ajaibid Du’a (Keajaiban Doa) yang ditulis oleh Kholid bin Sulaiman Ar Rob’i terdapat sebuah kisah yang mengandung banyak pelajaran. Terutama bagi mereka yang ingin berdakwah kepada orang lain, baik itu tetangga, teman apalagi kerabatnya sendiri. Bagaimana seharusnya mereka memperlakukan obyek dakwah (mad’u) sehingga mereka luluh dan mau menerima dakwah kita.
Pada sebuah acara pertemuan dengan Syekh Sa’id bin Musfir Al Qohthoni hafizhohulloh dalam rangka penyebaran Al Quran di Saudi Arabia, beliau bercerita: Di sebuah desa ada satu sekolah yang salah satu gurunya berpaling dari Alloh Ta’ala. Ia tidak mengerjakan sholat dan tidak pula melaksanakan perintah agama. Di situ ditugaskan pula seorang guru yang baik dan sholih.
Guru tersebut bercerita, “Ketika saya pergi ke sekolah itu, saat istirahat di sela-sela pelajaran, saya melihat semua guru berkumpul jadi satu sementara seorang guru ada di dalam ruang sendirian. Saya tanyakan itu kepada mereka. Mereka menjawa, “Dia tidak mengerjakan sholat, maka kami tidak menginginkannya dan tidak mau duduk bersamanya.”
Lalu saya mendekatinya dan duduk bersamanya, tetapi ia menghindar. Saat istirahat kedua, sekali lagi saya duduk bersamanya. Ia sedikit lebih ramah. Saya katakan kepadanya, “Saya baru datang ke desa ini. Tidak ada anggota keluarga saya yang menyertai. Jika anda berkenan, saya ingin tinggal bersama anda. Tampaknya anda juga tinggal seorang diri.”
Pernyataan saya itu membuatnya tidak senang. Katanya, “Aku orangnya tidak punya kebaikan.” Saya katakan kepadanya, “Saya akan tinggal bersama anda selama beberapa hari dan kalau sudah mendapat tempat saya akan keluar dari rumah anda.”
Ia setuju. Jadilah saya tinggal bersamanya dan membantunya. Saya cucikan pakaiannya. Saya memasak untuknya. Dan sayalah yang membersihkan rumah. Selama saya tinggal bersamanya saya tidak pernah menyinggung tentang sikapnya yang meremehkan sholat. Pernah aku berkata kepadanya, “Saya ingin pindah dan mengontrak rumah.” Namun dia melarangku. Mungkin ia memandang, aku setia melayaninya.
Suatu hari, seusai makan siang kami duduk-duduk berdua minum teh. Tiba-tiba terdengar kumandang suara adzan Ashar. Saya letakkan apa yang saya pegang dan saya berdiri.
Melihat saya berdiri seperti itu, ia bertanya, “Apa kamu tidak capek pergi ke masjid sehari lima kali?” Saya jawab, “Tidak. Bahkan saya mendapati ketenangan dan ketentraman. Maukah anda mencobanya?”
“Ya, “ jawabnya.
Maka kami berangkat ke masjid tanpa ia berwudhu terlebih dahulu. Kami memasuki masjid lalu mengerjakan sholat tahiyatul masjid. Selesai sholat saya berdiri di belakangnya dan saya mengangkat tangan ke arah langit. “Wahai Robbku, aku telah melakukan segalanya bersamanya hingga aku membawanya kepada-Mu. Maka dari itu berikan hidayah-Mu kepadanya.”
Setelah mengerjakan sholat saya tanya ia, “Bagaimana keadaan hatimu?”
“Ketentraman yang belum pernah saya rasakan,” jawabnya. “Kalau begitu, nanti ada sholat Maghrib, saya harap nanti anda mandi dan wudhu.” Ia setuju. Dus, ia mendapatkan hidayah dari Alloh Ta’ala dan berkomitmen kepada agamanya. Dan kami pun menjadi teman dekat. Kepada para guru saya katakan, “Perlakuan kalian tidak baik. Lihatlah bagaimana Alloh memberikan hidayah kepadanya dengan budi pekerti dan kasih sayang.”
Belakangan orang itu ditugaskan di luar Saudi. Ia berangkat ke sana dan banyak orang yang masuk Islam di tangannya. Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar