Dalam buku Min
Ajaibid Du’a (Keajaiban Doa) yang ditulis oleh Kholid bin Sulaiman Ar Rob’i
terdapat sebuah kisah yang mengandung banyak pelajaran. Terutama bagi mereka
yang ingin berdakwah kepada orang lain, baik itu tetangga, teman apalagi
kerabatnya sendiri. Bagaimana seharusnya mereka memperlakukan obyek dakwah (mad’u) sehingga mereka luluh dan mau
menerima dakwah kita.
Pada sebuah acara pertemuan dengan Syekh Sa’id bin Musfir
Al Qohthoni hafizhohulloh dalam
rangka penyebaran Al Quran di Saudi Arabia, beliau bercerita: Di sebuah desa
ada satu sekolah yang salah satu gurunya berpaling dari Alloh Ta’ala. Ia tidak
mengerjakan sholat dan tidak pula melaksanakan perintah agama. Di situ
ditugaskan pula seorang guru yang baik dan sholih.
Guru tersebut bercerita, “Ketika saya pergi ke sekolah
itu, saat istirahat di sela-sela pelajaran, saya melihat semua guru berkumpul
jadi satu sementara seorang guru ada di dalam ruang sendirian. Saya tanyakan
itu kepada mereka. Mereka menjawa, “Dia tidak mengerjakan sholat, maka kami
tidak menginginkannya dan tidak mau duduk bersamanya.”
Lalu saya mendekatinya dan duduk bersamanya, tetapi ia
menghindar. Saat istirahat kedua, sekali lagi saya duduk bersamanya. Ia sedikit
lebih ramah. Saya katakan kepadanya, “Saya baru datang ke desa ini. Tidak ada
anggota keluarga saya yang menyertai. Jika anda berkenan, saya ingin tinggal
bersama anda. Tampaknya anda juga tinggal seorang diri.”
Pernyataan saya itu membuatnya tidak senang. Katanya,
“Aku orangnya tidak punya kebaikan.” Saya katakan kepadanya, “Saya akan tinggal
bersama anda selama beberapa hari dan kalau sudah mendapat tempat saya akan
keluar dari rumah anda.”
Ia setuju. Jadilah saya tinggal bersamanya dan
membantunya. Saya cucikan pakaiannya. Saya memasak untuknya. Dan sayalah yang
membersihkan rumah. Selama saya tinggal bersamanya saya tidak pernah
menyinggung tentang sikapnya yang meremehkan sholat. Pernah aku berkata
kepadanya, “Saya ingin pindah dan mengontrak rumah.” Namun dia melarangku.
Mungkin ia memandang, aku setia melayaninya.
Suatu hari, seusai makan siang kami duduk-duduk berdua
minum teh. Tiba-tiba terdengar kumandang suara adzan Ashar. Saya letakkan apa
yang saya pegang dan saya berdiri.
Melihat saya berdiri seperti itu, ia bertanya, “Apa kamu
tidak capek pergi ke masjid sehari lima kali?” Saya jawab, “Tidak. Bahkan saya
mendapati ketenangan dan ketentraman. Maukah anda mencobanya?”
“Ya, “ jawabnya.
Maka kami berangkat ke masjid tanpa ia berwudhu terlebih
dahulu. Kami memasuki masjid lalu mengerjakan sholat tahiyatul masjid. Selesai
sholat saya berdiri di belakangnya dan saya mengangkat tangan ke arah langit.
“Wahai Robbku, aku telah melakukan segalanya bersamanya hingga aku membawanya
kepada-Mu. Maka dari itu berikan hidayah-Mu kepadanya.”
Setelah mengerjakan sholat saya tanya ia, “Bagaimana
keadaan hatimu?”
“Ketentraman yang belum pernah saya rasakan,” jawabnya.
“Kalau begitu, nanti ada sholat Maghrib, saya harap nanti anda mandi dan
wudhu.” Ia setuju. Dus, ia mendapatkan hidayah dari Alloh Ta’ala dan
berkomitmen kepada agamanya. Dan kami pun menjadi teman dekat. Kepada para guru
saya katakan, “Perlakuan kalian tidak baik. Lihatlah bagaimana Alloh memberikan
hidayah kepadanya dengan budi pekerti dan kasih sayang.”
Belakangan orang itu ditugaskan di luar Saudi. Ia
berangkat ke sana dan banyak orang yang masuk Islam di tangannya. Segala puji
bagi Alloh, Robb semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar