Hadits Online

Minggu, 29 Juli 2012

Cukuplah Kematian Sebaik-baik Peringatan

Sesungguhnya kematian adalah sesuatu yang pasti, dan akan dialami setiap makhluk Alloh baik itu malaikat, iblis, jin, manusia,  binatang maupun tumbuhan. Tidak ada satupun yang mampu menghindari dan menolaknya, betapa pun kuat fisiknya dan banyak tipu dayanya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Alloh, bagi-Nyalah segala penentuan. Dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al Qoshosh: 88)
Oleh karena itu, bagi manusia sebagai makhluk yang berakal, peristiwa kematian seharusnya  bisa menjadi bahan pelajaran sekaligus peringatan. Bahwa dirinya cepat atau lambat akan mendatanginya. Hanya saja kapan waktunya masih merupakan misteri. Tapi yang pasti, setiap orang yang memasukinya, tidak akan bisa kembali lagi. Dalam hal ini Allah menggambarkan keadaan orang kafir setelah kematiannya, dalam firman-Nya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, ia berkata: ‘Ya Robbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang sholeh yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja, dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al Mu’minun: 99-100). Kalau sudah begitu, di hadapan mereka, yang ada hanyalah rasa penyesalan yang tak berkesudahan dan rasa sakit tak terperikan akibat siksaan.
Maka beruntunglah bagi orang-orang yang mempersiapkan diri, dengan beramal selagi masih diberi kesempatan untuk hidup. Begitulah teladan yang diberikan para salafush sholeh dulu, mengingat kematian memacu mereka untuk memperbanyak amal ibadah dan menjauhi maksiat, sesuai sabda Rosululloh Sholollohu alaihi wa salam: “Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan. Yaitu kematian!” (HR At Tirmidzi no. 2460, ia berkata hadits ini hasan ghorib)
Bukankah umur manusia sangat terbatas, sementara kewajiban yang harus dilakukan sangat banyak. Hal ini menuntut setiap orang untuk pandai-pandai memanfaatkan detik-detik usianya dalam rangka menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan di pundaknya. Setiap orang harus waspada, jangan sampai umurnya banyak terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tidak bernilai pahala.
Kesuksesan seorang hamba dalam meraih rahmat, ridho dan ampunan Alloh sangat bergantung kepada kepandaiannya dalam mendayagunakan usianya. Semakin pandai dan rajin memanfaatkan usianya dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan Alloh, semakin besar harapannya untuk meraih rahmat, ridho dan ampunan-Nya. Sebaliknya, semakin banyak waktunya terbuang sia-sia dengan melakukan perbuatan tak bernilai pahala, apalagi kategori dosa, semakin kecil peluang mendapat rahmat, ridho dan ampunan Alloh.
Kesempatan, waktu luang, kekayaan, masa muda dan kesehatan adalah modal pokok untuk beramal. Bila pada saat lapang seperti itu seorang hamba tidak giat melaksanakan ketaatan, maka pada saat menghadapi kesempitan, kesibukan, kemiskinan, usia tua dan masa sakit, kecil kemungkinannya ia akan bisa memanfaatkan untuk amal-amal ketaatan.
“Ada dua kenikmatan yang seringkali mayoritas manusia tertipu dn merugi di dalamnya. Yakni kesehatan dan kesempatan,” ungkap Rosululloh Sholollohu alaihi wasallam dalam sebuah hadits shohih. (HR Bukhori no. 5933 dan At Tirmidzi no. 2226)
Berkata Imam Ibnul Jauzi, “Terkadang seorang manusia dalam keadaan sehat, namun tidak mempunyai waktu luang (untuk beramal sholeh), karena kesibukannya dalam mencari mata pencaharian. Sebaliknya, terkadang ia mempunyai harta yang cukup, namun tidak berada dalam keadaan sehat. Jika kedua kenikmatan itu terkumpul pada dirinya, rasa malas menguasai dirinya sehingga ia tidak berbuat ketaatan, maka jelaskan ia adalah orang yang tertipu.
Sesungguhnya dunia adalah ladang tempat bercocok tanam untuk akhirat. Di dunia ada perdagangan yang labanya akan nampak kelak di akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya dalam rangka ketaatan kepada Alloh, maka ia adalah orang yang beruntung dan layak untuk kita iri hati kepadanya.
Sebaliknya,  siapa yang mempergunakan kedua nikmat ini untuk bermaksiat, maka ia adalah orang yang tertipu dan merugi. Karena setelah waktu luang berlalu, akan segera disusul oleh waktu sakit. Kalaupun waktu sibuk dan waktu sakit tidak datang, toh ia pasti akan mengalami masa tua. “ Demikian komentar Imam Ibnul Jauzi.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al Hasyr: 18)
Dahsyatnya proses sakaratul maut
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sekali-kali jangan. Apabila nafas seseorang telah mendesak sampai kerongkongan dan dikatakan kepadanya: ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia, dan bertaut betis kiri dengan betis kanan. Kepada Robbmulah pada hari itu kamu dihalau. “(Al Qiyamah: 26-30)
Melalui ayat-ayat ini Alloh menjelaskan tentang keadaan detik-detik kematian dan kedahsyatannya, di mana dijelaskan saat ruh dicabut dari jasad hingga mencapai kerongkongan. Pada saat itu diminta, seandainya ada dokter atau tabib yang mampu menolongnya dari maut. Sesuatu yang mustahil!
Yang terjadi adalah betis bertemu betis, sebagai ungkapan kepedihan saat proses sakaratul maut, kecuali bagi orang yang mendapat rahmat-Nya. Imam Roghib Al Asfahani dan para ulama lain menjelaskan bahwa istilah sakaratul maut diambil dari kata dasar sakaro, yang berarti mabuk atau kehilangan akal. Dalam bahasa Arab, kata sakaro paling banyak digunakan untuk makna ‘mabuk karena meminum minuman keras.’ Terkadang juga digunakan dengan makna marah, rindu berat, mengantuk, rasa sakit, dan pingsan karena beratnya rasa sakit (Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 18/351).
Pingsan karena beratnya rasa sakit inilah yang dimaksud dengan sakaratul maut. Detik-detik menegangkan saat nyawa akan dikeluarkan oleh malaikat maut dari jasad seseorang hamba dinamakan sakaratul maut, karena pada saat itu orang yang mengalaminya berada dalam keadaan setengah sadar dan setengah pingsan. Ia tidak berada di alam dunia, pun belum sepenuhnya memasuki alam akhirat.
Alloh berfirman: “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Alloh perkataan yang tidak benar dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya. “(Al An’am: 93)
Maksud ayat ini adalah seandainya kamu melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kematian yang dialami oleh orang-orang kafir, tentu kamu akan menyaksikan peristiwa itu sangat mengerikan dan membuat kamu ketakutan. Yaitu menyaksikan proses sakaratul maut yang mereka alami itu sedang berlangsung dengan segala kepedihannya, disebabkan pada saat itu malaikat memperlihatkan adzab dan siksa dengan segala perangkatnya yang mengerikan, sehingga ruh dalam jasadnya seolah enggan berpisah dengannya.
Lalu para malaikat itu memukuli mereka dari arah depan dan belakang dengan membentak-bentak seraya berkata bahwa siksaan itu adalah buah dari amal buruk mereka di dunia, dan sebagai balasannya mereka mendapat siksa setimpal sesuai keadilan Alloh Subhanahu wa Ta’ala (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz 2, hal 319).
Dalam video berikut anda dapat menyaksikan bagaimana proses sakaratul maut seorang pemain sepak bola di tengah-tengah pertandingan yang sempat terekam kamera. Prosesnya mengingatkan kita dengan bunyi surat Al Alaq berikut ini: “Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Alloh melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.” (Al Alaq: 14-16)



Kabar gembira menjelang ajal
Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh boleh jadi juga akan merasakan berat dan sakitnya sakaratul maut. Bahkan Rosululloh pun merasakannya. Namun rasa sakit ini tidak mengurangi derajat dan keutamaan beliau. Sebab berbagai hadits yang shohih telah menjelaskan bahwa ujian bagi para nabi dan rosul dilipatgandakan dari ujian bagi orang-orang mukmin lain, karena pahala bagi mereka juga dilipatgandakan dari pahala orang-orang mukmin lain. Maka rasa sakit luarbiasa yang beliau alami tersebut, bisa jadi dilipatgandakan dari rasa sakit orang-orang mukmin lain. Hal itu justru untuk semakin melipatgandakan pahala bagi beliau.
Hikmah lain yang bisa dipetik dari rasa sakit beliau ini adalah sebuah peringatan dini bagi umat beliau, agar mereka mempersiapkan amal sholeh yang lebih baik dan lebih banyak lagi dalam menghadapi datangnya kematian. Seorang mukmin tidak akan kagum atau merasa cukup dengan amal sholeh yang telah dikerjakan saat ini. Setelah membandingkan amal sholeh Rosululloh dan rasa sakit yang beliau alami saat sakaratul maut, seorang mukmin akan tersadar bahwa ia masih perlu memperbaiki diri dan amalnya lebih jauh lagi.
Kendati demikian,  meski sama-sama merasakan beratnya proses sakaratul maut, ketika kematian tiba pada orang sholeh, para malaikat memberinya kabar gembira berupa surga. Sebaliknya bila orang tersebut adalah orang kafir, musyrik, munafik atau tergolong muslim yang senantiasa berbuat dosa, maka para malaikat memberinya kabar siksa.
Dalam Al Qur’an ditegaskan: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Robb kami ialah Alloh.’ Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah Alloh janjikan kepadamu. Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta. Sebagai hidangan dari Robb yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Fushshilat: 30-32)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang hamba yang istiqomah di atas tauhid, as sunnah dan ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya akan mendapat berita gembira pada detik-detik terakhir usianya. Imam Mujahid bin Jabr, Zaid bin Aslam, Abdurrohman bin Zaid bin Aslam, Ikrimah maula Ibnu Abbas dan As Sudi mengatakan: “Para malaikat akan turun kepadanya pada saat ia akan mati dengan memberikan kabar gembira kepadanya ‘Janganlah engkau takut menghadapi urusan akhirat yang akan engkau datangi, dan jangan pula sedih memikirkan urusan keluarga, harta, utang, dan urusan duniawi lainnya yang engkau tinggalkan!”
Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Zaid ibnu Aslam mengatakan, “Maksudnya adalah para malaikat akan memberikan kabar gembira kepadanya pada saat ia akan mati, saat ia berada di alam kubur, dan saat ia dibangkitkan.”
Dalam sebuah hadits shohih disebutkan: “Barangsiapa senang untuk bertemu Alloh, niscaya Alloh pun senang untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa benci untuk bertemu Alloh, niscaya Alloh pun benci untuk bertemu dengannya.” Aisyah atau isteri nabi yang lain berkata, “Setiap orang di antara kita tentu membenci kematian.” Maka beliau menjawab, “Bukan itu yang saya maksudkan. Sesungguhnya jika kematian seorang mukmin tiba, ia diberi kabar gembira akan mendapatkan keridhoan dan kemuliaan dari Alloh. Maka tidak ada hal yang lebih ia cintai daripada apa yang ada di hadapannya, maka ia pun senang untuk bertemu Alloh, sehingga Alloh pun senang untuk bertemu dengannya. Adapun jika kematian orang kafir telah tiba, ia akan diberi kabar gembira dengan azab dan hukuman Alloh. Maka tidak ada yang lebih ia benci daripada apa yang ada di hadapannya, sehingga ia pun benci bertemu Alloh dan Alloh pun benci untuk bertemu dengannya.“ (HR Bukhori no. 6062 dan Muslim no. 4845)
Indikator su’ul dan khusnul khotimah
Setiap muslim selayaknya mempunyai sikap hati-hati terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan su’ul khotimah. Di antara sebab terbesar yang dapat mengantarkan seseorang pada akhir hayat yang buruk adalah aqidah yang tidak murni. Sebab kerusakan aqidah akibatnya dapat merusak keimanan dan amal perbuatan.
Di antara penyebab lainnya adalah suka menunda-nunda taubat; mengejar pesona dunia dan menggantungkan diri padanya; mengambil sikap keluar dari kebaikan dan petunjuk agama; bunuh diri; melakukan maksiat terus menerus dan terbiasa dengan kejelekan. Sebab kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang dalam hidupnya, akan menyatu dalam dirinya lalu selalu menguasai pikirannya sehingga pada detik-detik menjelang ajal seringkali sesuatu yang paling akrab dengan dirinya keluar melalui ungkapan lisan maupun gerakan.
Ibnu Katsir mengemukakan bahwa maksud su’ul khotimah adalah bahwa dosa-dosa, kemaksiatan dan hawa nafsu menguasai pelakunya. Sehingga pada saat kematiannya ia dikuasai syetan karena imannya lemah menyebabkannya terjerumus dalam akhir hayat yang buruk. Alloh berfirman: “Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al Furqon: 29)
Akhir hayat yang tidak baik tidak akan dialami oleh orang yang berperilaku baik lahir batin di sisi Alloh, melainkan dialami oleh orang yang batinnya tidak baik dari segi aqidah dan lahiriahnya dari segi amal perbuatan; serta orang yang berani melakukan dosa-dosa besar dan kejahatan. Ini semua akan menguasai dirinya hingga akhir hayatnya kecuali jika ia bertaubat sebelum ajal.
Kadang tanda-tanda akhir hayat yang tidak baik dapat dilihat dari sikap menolak mengucapkan kalimah tauhid dan mengucapkan hal-hal yang tidak baik serta diharamkan, yang menunjukkan keterikatan secara batiniah dengan hal itu semua. Na’udzubillahi min dzalik. Kita mohon perlindungan Alloh dari itu semua.
Sebaliknya, penyebab khusnul khotimah yang paling pokok adalah jika seseorang senantiasa mentaati petunjuk Alloh dengan ketaqwaan; membuat penghalang antara dirinya dan hal-hal yang diharamkan; dan segera bertaubat bila melakukan dosa dan kemaksiatan.
Di antara sebab lainnya adalah jika seseorang senantiasa memohon kepada Alloh agar ia meninggal dalam keadaan beriman dan bertaqwa; berusaha memperbaiki lahir batinnya dengan tekad dan tujuan yang diarahkan mencapai perbaikan itu. Alloh memberikan taufik bagi orang yang mencari kebenaran dan kebaikan; Dia memberikan keteguhan, dan menyatukan dalam dirinya dengan kebenaran dan kebaikan itu.
Sedangkan tanda-tanda khusnul khotimah sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits, di antaranya adalah:
  • Mengucapkan syahadat atau kalimah tauhid pada saat meninggal.
  • Mati dengan keringat di dahi.
  • Meninggal pada malam Jum’at atau siang harinya.
  • Syahid dalam berjihad fi sabilillah, atau ketika mempersiapkannya, atau ketika melaksanakan haji.
  • Mati karena penyakit epidemi seperti wabah (tho’un), tbc, kolera dan penyakit dalam lainnya.
  • Mati tenggelam, terbakar atau tertimpa reruntuhan.
  • Mati karena melahirkan atau karena hamil.
  • Mati karena membela perkara yang dilindungi dalam hukum Islam, yaitu agama, jiwa karena membela diri, harta milik yang hendak dirampas, dan kehormatan seperti membela keluarga.
  • Mati dalam keadaan beramal sholeh, sebagaimana terlihat dalam video berikut. Seorang yang meninggal dalam keadaan sujud setelah melakukan sholat sunnah, yang terekam CCTV di sebuah masjid di Timur Tengah.


  • Pujian dan kesaksian baik terhadap orang yang mati dari para pelayat muslim yang sholeh.
Kesimpulannya, orang yang takut kepada Alloh baik saat sendirian maupun di tengah orang ramai, selalu mengisi hari-harinya dengan berdzikir kepada Alloh, maka mudah baginya untuk senantiasa bersama-Nya pada saat-saat kritis menjelang ajal. Sebaliknya bagi orang yang selalu sibuk dengan selain Alloh ketika hidupnya, maka sulit baginya untuk membawa diri bersama-Nya sehingga ketika ruhnya dicabut pun memberi pengaruh pada lisan dan pikirannya.
Oleh karena itu, seyogianya bagi setiap muslim senantiasa menempatkan hati dan lisannya pada kesibukan berdzikir kepada Alloh dengan melakukan amal sholeh dan ketaatan kepada-Nya. Sebab bila ajal tiba, yang menguasai dirinya adalah syetan. Maka rugilah dia selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar