Sesungguhnya kematian adalah sesuatu yang pasti, dan akan
dialami setiap makhluk Alloh baik itu malaikat, iblis, jin, manusia, binatang maupun tumbuhan. Tidak ada satupun
yang mampu menghindari dan menolaknya, betapa pun kuat fisiknya dan banyak tipu
dayanya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Alloh, bagi-Nyalah segala penentuan. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu dikembalikan.” (Al Qoshosh: 88)
Oleh karena itu, bagi manusia sebagai makhluk yang
berakal, peristiwa kematian seharusnya
bisa menjadi bahan pelajaran sekaligus peringatan. Bahwa dirinya cepat
atau lambat akan mendatanginya. Hanya saja kapan waktunya masih merupakan
misteri. Tapi yang pasti, setiap orang yang memasukinya, tidak akan bisa
kembali lagi. Dalam hal ini Allah menggambarkan keadaan orang kafir setelah
kematiannya, dalam firman-Nya: “(Demikianlah
keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, ia berkata: ‘Ya Robbku kembalikanlah
aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang sholeh yang telah aku
tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya
saja, dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al
Mu’minun: 99-100). Kalau sudah begitu, di hadapan mereka, yang ada hanyalah
rasa penyesalan yang tak berkesudahan dan rasa sakit tak terperikan akibat
siksaan.
Maka beruntunglah bagi orang-orang yang mempersiapkan
diri, dengan beramal selagi masih diberi kesempatan untuk hidup. Begitulah
teladan yang diberikan para salafush sholeh dulu, mengingat kematian memacu
mereka untuk memperbanyak amal ibadah dan menjauhi maksiat, sesuai sabda
Rosululloh Sholollohu alaihi wa salam:
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan. Yaitu kematian!” (HR At Tirmidzi
no. 2460, ia berkata hadits ini hasan ghorib)
Bukankah umur manusia sangat terbatas, sementara kewajiban
yang harus dilakukan sangat banyak. Hal ini menuntut setiap orang untuk
pandai-pandai memanfaatkan detik-detik usianya dalam rangka menjalankan
kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan di pundaknya. Setiap orang harus
waspada, jangan sampai umurnya banyak terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tidak
bernilai pahala.
Kesuksesan seorang hamba dalam meraih rahmat, ridho dan
ampunan Alloh sangat bergantung kepada kepandaiannya dalam mendayagunakan
usianya. Semakin pandai dan rajin memanfaatkan usianya dalam menjalankan
ketaatan dan menjauhi larangan Alloh, semakin besar harapannya untuk meraih
rahmat, ridho dan ampunan-Nya. Sebaliknya, semakin banyak waktunya terbuang
sia-sia dengan melakukan perbuatan tak bernilai pahala, apalagi kategori dosa,
semakin kecil peluang mendapat rahmat, ridho dan ampunan Alloh.
Kesempatan, waktu luang, kekayaan, masa muda dan
kesehatan adalah modal pokok untuk beramal. Bila pada saat lapang seperti itu
seorang hamba tidak giat melaksanakan ketaatan, maka pada saat menghadapi
kesempitan, kesibukan, kemiskinan, usia tua dan masa sakit, kecil kemungkinannya
ia akan bisa memanfaatkan untuk amal-amal ketaatan.
“Ada dua kenikmatan yang seringkali mayoritas manusia
tertipu dn merugi di dalamnya. Yakni kesehatan dan kesempatan,” ungkap
Rosululloh Sholollohu alaihi wasallam
dalam sebuah hadits shohih. (HR Bukhori no. 5933 dan At Tirmidzi no. 2226)
Berkata Imam Ibnul Jauzi, “Terkadang seorang manusia
dalam keadaan sehat, namun tidak mempunyai waktu luang (untuk beramal sholeh),
karena kesibukannya dalam mencari mata pencaharian. Sebaliknya, terkadang ia mempunyai
harta yang cukup, namun tidak berada dalam keadaan sehat. Jika kedua kenikmatan
itu terkumpul pada dirinya, rasa malas menguasai dirinya sehingga ia tidak
berbuat ketaatan, maka jelaskan ia adalah orang yang tertipu.
Sesungguhnya dunia adalah ladang tempat bercocok tanam
untuk akhirat. Di dunia ada perdagangan yang labanya akan nampak kelak di
akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya dalam rangka
ketaatan kepada Alloh, maka ia adalah orang yang beruntung dan layak untuk kita
iri hati kepadanya.
Sebaliknya, siapa
yang mempergunakan kedua nikmat ini untuk bermaksiat, maka ia adalah orang yang
tertipu dan merugi. Karena setelah waktu luang berlalu, akan segera disusul
oleh waktu sakit. Kalaupun waktu sibuk dan waktu sakit tidak datang, toh ia
pasti akan mengalami masa tua. “ Demikian komentar Imam Ibnul Jauzi.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Alloh dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan
bertaqwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang
kalian kerjakan.” (Al Hasyr: 18)
Dahsyatnya proses sakaratul
maut
Alloh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman: “Sekali-kali
jangan. Apabila nafas seseorang telah mendesak sampai kerongkongan dan
dikatakan kepadanya: ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia, dan bertaut betis kiri
dengan betis kanan. Kepada Robbmulah pada hari itu kamu dihalau. “(Al
Qiyamah: 26-30)
Melalui ayat-ayat ini Alloh menjelaskan tentang keadaan
detik-detik kematian dan kedahsyatannya, di mana dijelaskan saat ruh dicabut
dari jasad hingga mencapai kerongkongan. Pada saat itu diminta, seandainya ada
dokter atau tabib yang mampu menolongnya dari maut. Sesuatu yang mustahil!
Yang terjadi adalah betis bertemu betis, sebagai ungkapan
kepedihan saat proses sakaratul maut,
kecuali bagi orang yang mendapat rahmat-Nya. Imam Roghib Al Asfahani dan para
ulama lain menjelaskan bahwa istilah sakaratul
maut diambil dari kata dasar sakaro,
yang berarti mabuk atau kehilangan akal. Dalam bahasa Arab, kata sakaro paling banyak digunakan untuk
makna ‘mabuk karena meminum minuman keras.’ Terkadang juga digunakan dengan
makna marah, rindu berat, mengantuk, rasa sakit, dan pingsan karena beratnya
rasa sakit (Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 18/351).
Pingsan karena beratnya rasa sakit inilah yang dimaksud
dengan sakaratul maut. Detik-detik
menegangkan saat nyawa akan dikeluarkan oleh malaikat maut dari jasad seseorang
hamba dinamakan sakaratul maut,
karena pada saat itu orang yang mengalaminya berada dalam keadaan setengah
sadar dan setengah pingsan. Ia tidak berada di alam dunia, pun belum sepenuhnya
memasuki alam akhirat.
Alloh berfirman: “Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan
tangannya sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu. Di hari ini kamu dibalas
dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap
Alloh perkataan yang tidak benar dan karena kamu selalu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayatnya. “(Al An’am: 93)
Maksud ayat ini adalah seandainya kamu melihat dengan
mata kepala sendiri bagaimana kematian yang dialami oleh orang-orang kafir,
tentu kamu akan menyaksikan peristiwa itu sangat mengerikan dan membuat kamu
ketakutan. Yaitu menyaksikan proses sakaratul maut yang mereka alami itu sedang
berlangsung dengan segala kepedihannya, disebabkan pada saat itu malaikat
memperlihatkan adzab dan siksa dengan segala perangkatnya yang mengerikan,
sehingga ruh dalam jasadnya seolah enggan berpisah dengannya.
Lalu para malaikat itu memukuli mereka dari arah depan
dan belakang dengan membentak-bentak seraya berkata bahwa siksaan itu adalah
buah dari amal buruk mereka di dunia, dan sebagai balasannya mereka mendapat
siksa setimpal sesuai keadilan Alloh Subhanahu
wa Ta’ala (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz 2, hal 319).
Dalam video berikut anda dapat menyaksikan bagaimana
proses sakaratul maut seorang pemain sepak bola di tengah-tengah pertandingan
yang sempat terekam kamera. Prosesnya mengingatkan kita dengan bunyi surat Al
Alaq berikut ini: “Tidakkah dia
mengetahui bahwa sesungguhnya Alloh melihat segala perbuatannya? Ketahuilah,
sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya. (Yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.” (Al
Alaq: 14-16)
Kabar gembira menjelang ajal
Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh boleh jadi juga
akan merasakan berat dan sakitnya sakaratul maut. Bahkan Rosululloh pun
merasakannya. Namun rasa sakit ini tidak mengurangi derajat dan keutamaan
beliau. Sebab berbagai hadits yang shohih telah menjelaskan bahwa ujian bagi
para nabi dan rosul dilipatgandakan dari ujian bagi orang-orang mukmin lain,
karena pahala bagi mereka juga dilipatgandakan dari pahala orang-orang mukmin
lain. Maka rasa sakit luarbiasa yang beliau alami tersebut, bisa jadi
dilipatgandakan dari rasa sakit orang-orang mukmin lain. Hal itu justru untuk
semakin melipatgandakan pahala bagi beliau.
Hikmah lain yang bisa dipetik dari rasa sakit beliau ini
adalah sebuah peringatan dini bagi umat beliau, agar mereka mempersiapkan amal
sholeh yang lebih baik dan lebih banyak lagi dalam menghadapi datangnya
kematian. Seorang mukmin tidak akan kagum atau merasa cukup dengan amal sholeh
yang telah dikerjakan saat ini. Setelah membandingkan amal sholeh Rosululloh
dan rasa sakit yang beliau alami saat sakaratul maut, seorang mukmin akan
tersadar bahwa ia masih perlu memperbaiki diri dan amalnya lebih jauh lagi.
Kendati demikian,
meski sama-sama merasakan beratnya proses sakaratul maut, ketika
kematian tiba pada orang sholeh, para malaikat memberinya kabar gembira berupa
surga. Sebaliknya bila orang tersebut adalah orang kafir, musyrik, munafik atau
tergolong muslim yang senantiasa berbuat dosa, maka para malaikat memberinya
kabar siksa.
Dalam Al Qur’an ditegaskan: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Robb kami ialah Alloh.’
Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa
sedih; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah Alloh janjikan
kepadamu. Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya
kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta. Sebagai
hidangan dari Robb yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Fushshilat:
30-32)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang hamba yang
istiqomah di atas tauhid, as sunnah dan ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya
akan mendapat berita gembira pada detik-detik terakhir usianya. Imam Mujahid
bin Jabr, Zaid bin Aslam, Abdurrohman bin Zaid bin Aslam, Ikrimah maula Ibnu
Abbas dan As Sudi mengatakan: “Para malaikat akan turun kepadanya pada saat ia
akan mati dengan memberikan kabar gembira kepadanya ‘Janganlah engkau takut
menghadapi urusan akhirat yang akan engkau datangi, dan jangan pula sedih memikirkan
urusan keluarga, harta, utang, dan urusan duniawi lainnya yang engkau
tinggalkan!”
Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Zaid ibnu Aslam
mengatakan, “Maksudnya adalah para malaikat akan memberikan kabar gembira
kepadanya pada saat ia akan mati, saat ia berada di alam kubur, dan saat ia
dibangkitkan.”
Dalam sebuah hadits shohih disebutkan: “Barangsiapa
senang untuk bertemu Alloh, niscaya Alloh pun senang untuk bertemu dengannya.
Dan barangsiapa benci untuk bertemu Alloh, niscaya Alloh pun benci untuk
bertemu dengannya.” Aisyah atau isteri nabi yang lain berkata, “Setiap orang di
antara kita tentu membenci kematian.” Maka beliau menjawab, “Bukan itu yang
saya maksudkan. Sesungguhnya jika kematian seorang mukmin tiba, ia diberi kabar
gembira akan mendapatkan keridhoan dan kemuliaan dari Alloh. Maka tidak ada hal
yang lebih ia cintai daripada apa yang ada di hadapannya, maka ia pun senang
untuk bertemu Alloh, sehingga Alloh pun senang untuk bertemu dengannya. Adapun
jika kematian orang kafir telah tiba, ia akan diberi kabar gembira dengan azab
dan hukuman Alloh. Maka tidak ada yang lebih ia benci daripada apa yang ada di
hadapannya, sehingga ia pun benci bertemu Alloh dan Alloh pun benci untuk
bertemu dengannya.“ (HR Bukhori no. 6062 dan Muslim no. 4845)
Indikator su’ul
dan khusnul khotimah
Setiap muslim selayaknya mempunyai sikap hati-hati
terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan su’ul
khotimah. Di antara sebab terbesar yang dapat mengantarkan seseorang pada
akhir hayat yang buruk adalah aqidah yang tidak murni. Sebab kerusakan aqidah
akibatnya dapat merusak keimanan dan amal perbuatan.
Di antara penyebab lainnya adalah suka menunda-nunda
taubat; mengejar pesona dunia dan menggantungkan diri padanya; mengambil sikap
keluar dari kebaikan dan petunjuk agama; bunuh diri; melakukan maksiat terus
menerus dan terbiasa dengan kejelekan. Sebab kebiasaan yang dilakukan oleh
seseorang dalam hidupnya, akan menyatu dalam dirinya lalu selalu menguasai
pikirannya sehingga pada detik-detik menjelang ajal seringkali sesuatu yang
paling akrab dengan dirinya keluar melalui ungkapan lisan maupun gerakan.
Ibnu Katsir mengemukakan bahwa maksud su’ul khotimah adalah bahwa dosa-dosa,
kemaksiatan dan hawa nafsu menguasai pelakunya. Sehingga pada saat kematiannya
ia dikuasai syetan karena imannya lemah menyebabkannya terjerumus dalam akhir
hayat yang buruk. Alloh berfirman: “Dan
adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al Furqon: 29)
Akhir hayat yang tidak baik tidak akan dialami oleh orang
yang berperilaku baik lahir batin di sisi Alloh, melainkan dialami oleh orang
yang batinnya tidak baik dari segi aqidah dan lahiriahnya dari segi amal
perbuatan; serta orang yang berani melakukan dosa-dosa besar dan kejahatan. Ini
semua akan menguasai dirinya hingga akhir hayatnya kecuali jika ia bertaubat
sebelum ajal.
Kadang tanda-tanda akhir hayat yang tidak baik dapat
dilihat dari sikap menolak mengucapkan kalimah tauhid dan mengucapkan hal-hal
yang tidak baik serta diharamkan, yang menunjukkan keterikatan secara batiniah
dengan hal itu semua. Na’udzubillahi min
dzalik. Kita mohon perlindungan Alloh dari itu semua.
Sebaliknya, penyebab khusnul
khotimah yang paling pokok adalah jika seseorang senantiasa mentaati
petunjuk Alloh dengan ketaqwaan; membuat penghalang antara dirinya dan hal-hal
yang diharamkan; dan segera bertaubat bila melakukan dosa dan kemaksiatan.
Di antara sebab lainnya adalah jika seseorang senantiasa
memohon kepada Alloh agar ia meninggal dalam keadaan beriman dan bertaqwa;
berusaha memperbaiki lahir batinnya dengan tekad dan tujuan yang diarahkan
mencapai perbaikan itu. Alloh memberikan taufik bagi orang yang mencari
kebenaran dan kebaikan; Dia memberikan keteguhan, dan menyatukan dalam dirinya
dengan kebenaran dan kebaikan itu.
Sedangkan tanda-tanda khusnul
khotimah sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits, di antaranya adalah:
- Mengucapkan syahadat atau kalimah tauhid pada saat meninggal.
- Mati dengan keringat di dahi.
- Meninggal pada malam Jum’at atau siang harinya.
- Syahid dalam berjihad fi sabilillah, atau ketika mempersiapkannya, atau ketika melaksanakan haji.
- Mati karena penyakit epidemi seperti wabah (tho’un), tbc, kolera dan penyakit dalam lainnya.
- Mati tenggelam, terbakar atau tertimpa reruntuhan.
- Mati karena melahirkan atau karena hamil.
- Mati karena membela perkara yang dilindungi dalam hukum Islam, yaitu agama, jiwa karena membela diri, harta milik yang hendak dirampas, dan kehormatan seperti membela keluarga.
- Mati dalam keadaan beramal sholeh, sebagaimana terlihat dalam video berikut. Seorang yang meninggal dalam keadaan sujud setelah melakukan sholat sunnah, yang terekam CCTV di sebuah masjid di Timur Tengah.
- Pujian dan kesaksian baik terhadap orang yang mati dari para pelayat muslim yang sholeh.
Kesimpulannya, orang yang takut kepada Alloh baik saat
sendirian maupun di tengah orang ramai, selalu mengisi hari-harinya dengan
berdzikir kepada Alloh, maka mudah baginya untuk senantiasa bersama-Nya pada
saat-saat kritis menjelang ajal. Sebaliknya bagi orang yang selalu sibuk dengan
selain Alloh ketika hidupnya, maka sulit baginya untuk membawa diri bersama-Nya
sehingga ketika ruhnya dicabut pun memberi pengaruh pada lisan dan pikirannya.
Oleh karena itu, seyogianya bagi setiap muslim senantiasa
menempatkan hati dan lisannya pada kesibukan berdzikir kepada Alloh dengan
melakukan amal sholeh dan ketaatan kepada-Nya. Sebab bila ajal tiba, yang
menguasai dirinya adalah syetan. Maka rugilah dia selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar