Hadits Online

Rabu, 08 Agustus 2012

I'TIKAAF : SARANA BERKHOLWAT DENGAN ALLOH


Oleh :
Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid



Al-Alamah Ibnul Q
oyyim berkata : "Manakala hadir dalam keadaan sehat dan istiqamah (konsisten) di atas rute perjalanan menuju Alloh Ta'ala tergantung pada kumpulnya (unsur pendukung) hati tersebut kepada Alloh, dan menyalurkannya dengan menghadapkan hati tersebut kepada Alloh Ta'ala secara menyeluruh, karena kusutnya hati tidak akan dapat sembuh kecuali dengan menghadapkan(nya) kepada Alloh Ta'ala, sedangkan makan dan minum yang berlebih-lebihan dan berlebih-lebihan dalam bergaul, terlalu banyak bicara dan tidur, termasuk dari unsur-unsur yang menjadikan hati bertambah berantakan (kusut) dan mencerai beraikan hati di setiap tempat, dan (hal-hal tersebut) akan memutuskan perjalanan hati menuju Alloh atau akan melemahkan, menghalangi dan menghentikannya.

Rahmat All
oh Yang Maha Perkasa lagi Penyayang menghendaki untuk mensyariatkan bagi mereka puasa yang bisa menyebabkan hilangnya kelebihan makan dan minum pada hamba-Nya, dan akan membersihkan kecenderungan syahwat pada hati yang (mana syahwat tersebut) dapat merintangi perjalanan hati menuju Alloh Ta'ala, dan disyariatkannya (i'tikaf) berdasarkan maslahah (kebaikan yang akan diperoleh) hingga seorang hamba dapat mengambil manfaat dari amalan tersebut baik di dunia maupun di akhirat. Tidak akan merusak dan memutuskannya (jalan) hamba tersebut dari (memperoleh) kebaikannya di dunia maupun di akhirat kelak.

Dan disyariatkannya i'tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah berdiamnya hati kepada All
oh Ta'ala dan kumpulnya hati kepada Alloh, berkholwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Alloh semata. Hingga jadilah mengingat-Nya, kecintaan dan penghadapan kepada-Nya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah keinginan semuanya kepadanya dan semua betikan-betikan hati dengan mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Alloh. Sehingga bermesraan ketika berkholwat dengan Alloh sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Alloh pada hari kesedihan di dalam kubur manakala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan (manakala) tidak ada lagi yang dapat membahagiakan (dirinya) selain daripada-Nya, maka inilah maksud dari i'tikaf yang agung itu" [Zaadul Ma'ad 2/86-87]

Makna I'tikaf
Yaitu berdiam (tinggal) di atas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya sebagai mu'takif dan 'Akif. [Al-Mishbahul Munir 3/424 oleh Al-Fayumi, dan Lisanul Arab 9/252 oleh Ibnu Mandhur]

Disyari'atkannya I'tikaf
Disunnahkan pada bulan R
omadhan dan bulan yang lainnya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir bulan Syawwal[Riwayat Bukhari 4/226 dan Muslim 1173] Dan Umar pernah bertanya kepada Nabi Shollollahu 'alaihi wa sallam.

" Wahai R
osululloh, sesungguhnya aku ini pernah bernadzar pada zaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beritikaf pada malam hari di Masjidil Haram'. Beliau menjawab :Tunaikanlah nadzarmu".

Maka ia (Umar R
odhiyallohu 'anhu) pun beritikaf pada malam harinya. [Riwayat Bukhari 4/237 dan Muslim 1656]

Yang paling utama (yaitu) pada bulan R
omadhan beradasarkan hadits Abu Hurairah Rodhiyallohu 'anhu (bahwasanya) Rosululloh Shollollohu 'alaihi wa sallam sering beritikaf pada setiap Romadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang dimana beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beritikaf selama dua puluh hari. [Riwayat Bukhari 4/245]

Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan R
omadhan karena Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam seringkali beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Romadhan hingga Alloh Yang Maha Perkasa dan Mulia mewafatkan beliau. [Riwayat Bukhari 4/266 dan Muslim 1173 dari Aisyah]

Syarat-Syarat I'tikaf
[a] Tidak disyari'atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta'ala.
" Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu
sedangkan kamu beritikaf di dalam masjid" [Al-Baqarah : 187] Yakni "Janganlah kami mejimai mereka" pendapat tersebut merupakan pendapat jumhur (ulama). Lihat Zaadul Masir 1/193 oleh Ibnul Jauzi

[b] Dan masjid-masjid di
sini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid ,-pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulai (yaitu) sabda beliau Shollollohu 'alaihi wa sallam : "Tidak ada I'tikaf kecuali pada tiga masjid (saja). [Hadits tersebut shahih, dishahihkan oleh para imam serta para ulama, dapat dilihat takhrijnya serta pembicaraan hal ini pada kitab yang berjudul Al-Inshaf fi Ahkamil I'tikaf oleh Ali Hasan Abdul Hamid]

Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beritikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah R
odhiyallohu 'anha yang telah disebutkan. [Dikeluarkan oleh Abdur Razak di dalam Al-Mushannaf 8037 dan riwayat 8033 dengan maknanya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.]

Perkara-Perkara Yang Boleh Dilakukan
[a] Diperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya). Aisyah R
odhiyallohu 'anha berkata.

"Dan sesungguhnya R
osulullah Shollollahu 'alaihi wa sallam pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang itikaf di masjid (dan aku berada di kamarku) kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain : aku cuci rambutnya) [dan antara aku dan beliau (ada) sebuah pintu] (dan waktu itu aku sedang haid) dan adalah Rasulullah tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I'tikaf" [Hadits Riwayat Bukhari 1/342 dan Muslim 297 dan lihat Mukhtashor Shahih Bukhari no. 167 oleh Syaikh kami Al-Albani Rohimahullah dan Jami'ul Ushul 1/3452 oleh Ibnu Asir]

[b] Orang yang sedang Itikaf dan yang yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi Sh
ollollohu 'alaihi wa sallam.

" Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam berwudhu di dalam masjid dengan wudhu yang ringan" [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/364 dengan sanad yang shahih]

[c] Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I'tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri'tikaf, karena Aisyah R
odhiyallohu 'anha (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri'tikaf [Sebagaimana dalam Shahih Bukhari 4/226] dan hal ini atas perintah Nabi Shollollahu 'alaihi wa sallam. [Sebagaimana dalam Shahih Muslim 1173]

[d] Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beritikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar R
odhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam jika i'tikaf dihamparkan untuk kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At-Taubah.[ Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 642-zawaidnya dan Al-Baihaqi, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bushiri dari dua jalan. Dan sanadnya Hasan]

I'tikafnya Wanita Dan Kunjungannya Ke Masjid
[a] Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i'tikaf, dan suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid. Shafiyyah R
odhiyallahu 'anha berkata.

" Dahulu Nabi Sh
ollollohu 'alaihi wa sallam (tatkala beliau sedang) i'tikaf [pada sepuluh (hari) terkahir di bulan Ramadhan] aku datang mengunjungi pada malam hari [ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka aku pun berbincang sejenak, kemudian aku bangun untuk kembali, [maka beliaupun berkata : jangan engkau tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliaupun berdiri besamaku untuk mengantar aku pulang, -tempat tinggal Shofiyyah yaitu rumah Usamah bin Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu Salamah] lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya melihat Nabi Shollollahu 'alaihi wa sallam, maka keduanyapun bergegas, kemudian Nabi-pun bersabda : "Tenanglah, ini adalah Shofiyah binti Huyaiy", kemudian keduanya berkata : 'Subhanalloh (Maha Suci Allah) ya Rosullullah". Beliaupun bersabda : "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelakan di hati kalian -atau kalian berkata sesuatu"[ Dikeluarkan oleh Bukhari 4/240 dan Muslim 2157 dan tambahan yang terkahir ada pada Abu Dawud 7/142-143 di dalam Aunul Ma'bud]

[b] Seorang wanita boleh i'tikaf dengan didampingi suaminya ataupun sendirian. berdasarkan ucapan Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Nabi Sh
ollollohu 'alaihi wa sallam i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai Alloh mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau i'tikaf setelah itu".[Telah lewat takhrijnya]

Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani R
ohimahullah, -pent) :"Pada atsar tersebut ada suatu dalil yang menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan kaidah fiqhiyah.

"Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat"

[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Sh
ollollohu 'alaihi wa sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shollollohu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar