Hadits Online

Selasa, 14 Agustus 2012

Terjemah lengkap Hakadza Narol Jihad (bagian 5)


Risalah ke-4

JIHAD

Muqoddimah
Dalam muqoddimah ini, akan saya tampilkan sejumlah pendapat dari para ulama seputar tema jihad. Tentang tinjauan hukum jihad, peran penguasa (muslim) dalam jihad melawan musuh-musuh Allah, dan keutamaan jihad. Kita menimba pengetahuan kita tentang Islam dari para ulama yang terpercaya, baik zaman dahulu maupun zaman sekarang. Bukan dari para politisi nasionalis, kaum liberal atau cendekiawan lain. Siapa yang ingin mengambil teladan, hendaknya mengambil teladan tokoh yang telah wafat karena tokoh yang masih hidup belum terbukti lulus dalam menghadapi ujian dunia.
Ibnu Hajar dalam fathul bari menyatakan: Kata ( جهاد  ) dengan kasrah pada huruf jim, secara bahasa berarti kesulitan. Misalnya ungkapan (  جهدت جهاداً  ) artinya saya mencapai kesulitan (dalam melakukan sesuatu). Sebagai istilah syariat, jihad bermakna ( بذل الجهد فى قتال الكفار ) mengerahkan kesungguhan dalam memerangi kaum kafir.
Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya as-siyasah as-syar’iyyah fie ishlahi ar-raa’iy wa ar-ra’iyyah mengatakan: Jihad melawan kaum kafir berarti berperang melawan mereka hingga tuntas.
Beliau juga mengatakan:
Hukuman yang diterangkan syariat bagi siapa yang tidak tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya ada dua macam: pertama, hukuman yang diterangkan ukurannya, baik dengan jumlah satu atau jumlah lain sebagaimana telah saya terangkan di muka (pada buku tersebut, pent.). kedua, hukuman terhadap kelompok yang membangkang , yang ukurannya adalah dengan memeranginya sampai tuntas. Inilah yang dimaksud jihad melawan kaum kuffar musuh Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang telah mendengar seruan Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam kepada Islam lalu tidak menerimanya, maka mereka wajib diperangi ‘hingga tak ada lagi fitnah dan ketundukan seluruhnya hanya untuk Allah’ (QS. Al-Anfal: 39).
Tatkala Allah mengutus nabi-Nya, dan memerintahkannya untuk menyeru masyarakat kepada agama-Nya, Allah tak mengijinkan untuk membunuh salah seorangpun dari obyek dakwah tersebut atau memeranginya. Kebijakan ini berlaku hingga Nabi saw hijrah ke Madinah, maka Allah memberi ijin baginya dan bagi seluruh umat Islam untuk memerangi mereka yang dahulu sebagai obyek dakwah tersebut. Allah berfirman:
39.  Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, 40.  (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, 41.  (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.   (Al-Hajj: 39-41)
Sesudah itu, datang  perintah baru berupa kewajiban memerangi mereka. Allah berfirman:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
Disusul penegasan dalam hal kewajiban jihad, pentingnya perkara jihad (pada surat-surat yang turun di Madinah secara keseluruhan), celaan bagi siapa yang meninggalkan jihad dan menyebutnya sebagai munafiq dan sakit jiwa. Allah berfirman:
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 24)
Dan firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujurat: 15)
Juga firman-Nya:
20.  Dan orang-orang yang beriman berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan Karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. 21.  Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). apabila Telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). tetapi Jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. 22.  Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muhammad: 20-22)
Ayat-ayat dengan nada serupa banyak terdapat di Al-Qur’an. Juga ayat yang mengungkap kemuliaan jihad dan orang yang berjihad, misalnya dalam surat As-Shaff Allah berfirman:
10.  Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? 11.  (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. 12.  Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. 13.  Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. As-Shaff: 10-13)
Juga ayat senada:
19. Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. 20.  Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. 21.  Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, 22.  Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. At-Taubah: 19-22)
Selain itu, ayat berikut:
54.  Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Maidah: 54)
Dan firman Allah:
120.  Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri rasul. yang demikian itu ialah Karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, (QS. At-Taubah: 120)
Allah menyebutkan dampak dari perbuatan mereka (jihad) dan bagaimana tahap-tahap pelaksanaannya serta perintah untuk berjihad. Allah menyebutkan keutamaan jihad di Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tak bisa dihitung jumlahnya. Oleh sebab itu, amal jihad merupakan persembahan terbaik manusia kepada Allah. Bahkan menurut kesepakatan para ulama, lebih baik dari haji dan umrah, lebih utama dibanding shalat sunnah, puasa sunnah, sebagaimana diterangkan dalam Kitab dan Sunnah.
Bahkan Nabi sholollohu alaihi wa sallam bersabda:
Pangkal urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan bagian paling atasnya adalah jihad.
Sungguh di surga ada seratus tingkat, antara satu tingkat dengan tingkat yang lain setinggi jarak langit dan bumi, Allah sediakan itu untuk mujahidin di jalan-Nya. (muttafaq ‘alaih)
Siapa yang kedua kakinya berdebu di jalan Allah, Allah haramkan neraka untuknya (HR Bukhari)


Ribat sehari semalam lebih baik dari puasa sebulan sekaligus tahajudnya. Jika ia wafat, pekerjaan yang telah ia lakukan itu akan diberi pahala, hartanya juga akan diberi pahala, dan akan diselamatkan dari ujian/siksa. (HR. Muslim).
Ribat sehari di jalan Allah lebih baik dari seribu hari pada hari-hari selainnya yang memiliki keutamaan. (as-sunan)
Dua bola mata yang tak akan disentuh neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang begadang saat tugas jaga di jalan Allah. (Tirmidzi berkata, hadits ini statusnya hasan)
Berjaga semalam di jalan Allah lebih utama dibanding seribu malam, yang diisi dengan tahajjud dan siangnya diisi dengan puasa. (musnad Ahmad)
Seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, beritahu aku suatu amal yang bisa menyamai jihad fi sabilillah. Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam: Kamu tak akan sanggup. Sahabat: Tapi beritahu saja. Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam: Kuatkah kamu tatkala seorang mujahid berangkat jihad, kamu berpuasa tanpa putus dan shalat tanpa putus? Sahabat: Tidak! Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam: Itulah amalan yang menyamai jihad. (Shahih Bukhari dan Muslim)
Setiap bangsa punya tradisi wisata, dan wisata bagi umatku adalah jihad fi sabilillah (as-sunan)
Keutamaan sangat luas. Tak ada riwayat tentang pahala amal sebanyak riwayat keutamaan jihad. Jika diteliti, akan tampak kesimpulan ini. Hal ini disebabkan jihad memiliki manfaat nyata bagi pelakunya, orang lain, agama dan dunia. Mencakup semua bentuk ibadah baik yang lahir maupun yang batin. Meliputi cinta kepada Allah, ikhlas mencari ridha Allah, tawakkal kepada-Nya, memasrahkan harta dan jiwa kepada Allah, sabar, zuhud, dzikirullah, dan semua bentuk amal kebajikan lain yang tak terkandung dalam ibadah selain jihad.
Pelaku jihad akan selalu memiliki dua pilihan yang sama baiknya; menang dan berkuasa atau mati syahid dan syurga. Manusia pasti memiliki kehidupan dan kematian. Dalam jihad, manusia menggunakan kehidupan dan kematiannya dalam meraih kebahagiaan di dunia dan akherat. Sebaliknya, dengan meninggalkan jihad, manusia akan kehilangan kebahagiaan di dunia dan akherat.
Banyak orang menyukai pekerjaan berat baik demi dunia maupun agama, padahal manfaatnya bisa jadi kecil. Jihad merupakan pekerjaan berat yang paling besar manfaatnya. Ada orang yang tegar bahkan dalam melawan kematian, padahal kematian karena syahid merupakan kematian paling ringan, dan paling utama.
Imam Sarakhsi dalam kitab al-mabsuth berkata (bab as-siyar):
Ketahuilah bahwa as-siyar merupakan jama’ dari kata as-sierah, dengan kata tersebut bab ini diberi judul. Di dalamnya dijelaskan tentang perilaku kaum muslimin dalam bermuamalah dengan kaum musyrikin dan ahlul harb (kafir harbi), ahlul ‘ahdi (kafir yang memiliki ikatan perjanjian) baik musta’man atau kafir dzimmi, kaum murtad (kafir paling jahat karena benci Islam sesudah memeluknya), dan kaum bughot yang berbeda dengan kaum musyrik meski mereka jahil dan keliru dalam bertakwil.
Penjelasan tentang mekanisme muamalah dengan kaum musyrik, menurut saya, wajib didakwahi agar masuk Islam, dan memerangi yang menolak dari mereka. Karena karakter umat ini – sebagaimana diterangkan di kitab-kitab suci – adalah beramar makruf dan nahi munkar. Dengan karakter ini umat Islam menjadi umat terbaik. Allah berfirman:
110.  Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110)
Pokok makruf adalah iman kepada Allah. Setiap mukmin harus memerintah kepada makruf dan menyeru orang lain kepadanya. Sementara pokok munkar adalah syirik, yang lebih berat dibanding jahil atau membangkang, karena dalam syirik terdapat pengingkaran al-haqq tanpa disebabkan takwil. Setiap mukmin harus melarang dari kemunkaran ini sesuai kadar kemampuan.
Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam awal mulanya diperintahkan untuk bersikap lunak dan berpaling dari kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah:
85.  Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. dan Sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (QS. Al-Hijr: 85)
Juga firman-Nya:
94.  Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. Al-Hijr: 94)
Lalu diperintahkan untuk menyeru masyarakat kepada Islam dengan nasehat, peringatan dan debat yang positif, Allah berfirman:
125.  Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)
Lalu diperintah untuk memerangi siapa yang memulai serangan, Allah berfirman:
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.  (Al-Hajj: 39-41)
Maksudnya, diijinkan untuk berperang secara defensif. Allah berfirman:
jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka Bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 191)
Juga firman-Nya:
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anfal: 61)
Lalu diperintahkan untuk mengambil inisiatif penyerangan (ofensif), Allah berfirman:
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu Hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 193)
Juga firman-Nya:
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Attaubah: 5)
Rasulullah sawsholollohu alaihi wa sallam bersabda:
Aku diperintah untuk memerangi semua orang sampai mereka mengucapkan ‘la ilaha illa Allah’. Jika mereka telah mengucapkannya, darah dan harta mereka terpelihara dari ancamanku ini kecuali bila ada penyebab yang dibenarkan sementara hisabnya menjadi rahasia Allah.
Kewajiban jihad melawan kaum musyrikin kemudian menjadi perkara baku yang berlaku abadi hingga Kiamat. Sabda Nabi saw berikut menegaskan hal ini:
Jihad berlaku abadi semenjak aku diutus oleh Allah hingga kelompok terakhir dari umatku berhasil memerangi dajjal.
Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam juga bersabda:
Aku diutus dengan senjata pedang menjelang Kiamat, dijadikan penghasilanku di bawah naungan tombakku, kehinaan dan kekalahan ditetapkan atas siapa yang menentangku, dan siapa yang menyerupai suatu kaum ia menjadi bagian dari kaum tersebut.
Makna hadits tersebut diterangkan oleh Sufyan bin Uyainah – rahmat Allah baginya – berikut ini: Allah mengutus Rasul-Nya – semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya – dengan empat pedang (senjata). Pedang yang digunakan sendiri oleh Rasulullah sholollohu alaihi wa sallam untuk memerangi kaum paganis. Pedang yang dipakai Abu Bakar – Allah meridhainya – kaum murtad sebagaimana firman-Nya: ( تقاتلونهم أو يسلمون  ) Engkau memerangi mereka, atau mereka masuk Islam (QS. Al-Fath: 16). Pedang yang dihunuskan Umar bin Khattab – Allah meridhainya – untuk memerangi kaum Majusi (Zoroaster) dan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), sebagaimana firman Allah: ( قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله  ) perangilah orang yang tidak beriman kepada allah (QS. At-Taubah: 29). Dan pedang yang dimainkan oleh Ali – Allah meridhainya – dalam memerangi kaum Khawarif dan pengacau, Allah berfirman: ( فقاتلوا التى تبغى حتى تفيئ إلى أمر الله  ) maka perangilah kelompok yang membangkang hingga kembali kepada keputusan Allah (QS. Al-Hujurat: 9).

Kewajiban jihad ada dua macam:
Pertama: Fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu melakukannya sesuai kesanggupannya. Kewajiban ini terjadi jika ada mobilisasi umum, Allah berfirman:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (Attaubah: 41)
Dan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Attaubah: 38-39)
Kedua, kewajibannya bersifat fardhu kifayah, yakni jika sudah ada sebagian dari umat Islam melaksanakannya dan telah tercapai tujuan yang dikehendaki Islam, maka kewajiban itu gugur bagi yang lain. Tujuan yang dimaksud adalah hancurnya kekuatan kaum musyrikin, dan kemenangan mutlak Islam. Jika hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim sepanjang waktu, maka kewajiban ini bisa kontra produktif, sebab tujuan di balik jihad adalah agar umat Islam bisa leluasa melaksanakan ajaran agamanya dan mengelola urusan dunianya. Jika selalu disibukkan dengan jihad tanpa akhir, kapan mereka melaksanakan agamanya dan mengatur urusasn dunianya?
Dalam kitab irsyadus salik ila asyrafil masalik fi fiqhi imam malik, karangan Abdurrahman bin Muhammad bin Askar Syihabuddin al-Baghdadi al-Maliki, dijelaskan:
 “Bila kaum kafir menduduki wilayah Islam, menjadi fardhu ‘ain bagi umat Islam yang mampu membantu untuk berjihad, bahkan termasuk bagi budak, wanita, tuan tidak punya hak melarang, demikian pula suami dan anak. Jika keadaannya tidak demikian, fardhunya berubah menjadi fardhu kifayah.
Imam (amirul mukminin) wajib menjaga perbatasan, dan harus selalu mengutus duta resmi ke wilayah kafir (darul harb) sesuai kemungkinan untuk mendakwahi mereka kepada Islam. Jika mereka menolak, ditawari untuk membayar jizyah dan menjadi jaminan umat Islam. Jika menolak juga, mereka diperangi. Tapi mereka tak boleh diperangi sebelum diberi dakwah kecuali jika mereka menantang.
Dibolehkan menekan mereka dengan membabat perkebunan mereka, membendung air yang menuju mereka, melontarkan manjaniq, menyembelih binatang ternak mereka, menyita harta mereka dan cara-cara lain yang bisa menekan mereka.  Siapa yang menerima pilihan jizyah, maka keyakinannya (agamanya) harus dijamin. Tiap tahun masing-masing mereka diwajibkan membayar 40 dirham bagi wilayah yang menggunakan mata uang dirham. Individu yang wajib membayar adalah orang kafir asli, merdeka, pria, mukallaf, bukan rahib (pendeta) dan bukan budak muslim.
Orang kaya tidak dibebani biaya jizyah orang miskin, atau orang hidup menanggung yang sudah mati. Mereka harus bersedia menjamu tamu muslim hingga tiga hari. Semua beban mereka ini akan hilang bila masuk Islam, bukan pindah agama selain Islam. Pedagang dzimmi yang menjual produknya di luar wilayahnya (dijual di wilayah Islam) ia dikenakan cukai 10%, baik ia orang merdeka atau budak. Jika ia menjual di satu negeri, tapi belinya di negeri lain, ia dikenakan 20%. Jika ia membawa komoditas ke dua kota suci (Makkah dan Madinah), ia dikenakan 5%. Adapun kafir harbi ketentuannya disamakan dengan kafir dzimmi, kecuali jika Imam menentukan lebih besar.
Kaum kafir (dzimmi) dilarang membeli produk yang bisa membahayakan umat Islam, seperti senjata dan besi. Negeri yang ditaklukkan umat Islam, jumlah gerejanya (tempat ibadah) harus dikurangi, tapi tidak untuk negeri yang terikat perjanjian damai. Mereka dilarang memugarnya. Mereka diberi tanda yang membedakan penampilan dari kaum muslimin.
Siapa yang memamerkan salib atau khamer, ia harus diberi hukuman, dipatahkan salibnya, dan ditumpahkan khamernya. Mereka dilarang membunyikan lonceng gereja, meninggikan suara saat membaca (kitab sucinya), membeli budak, mengendarai binatang yang berkualitas baik, dan melintas di jalan yang baik. Mereka dilarang untuk diberi kunyah (panggilan kehormatan), tidak diumumkan kematiannya, dan umat Islam dilarang meminta pertolongan dari mereka”.
Alhamdu lillah, syaikh Usamah dan tanzim Al-Qaidah telah memutus ikatan perjanjian dari kaum kafir. Terbukti dengan memproklamirkan jihad melawan mereka, mengeluarkan statemen-statemen di media dan melakukan operasi-operasi jihad melawan mereka. Tapi Al-Qaidah juga menyeru mereka kepada Islam, yang direkam pada kaset, melalui suara syekh Usamah, yang disiarkan sebulan yang lalu.
Oleh sebab itu, kami semua bekerja menyempurnakan apa yang telah dimulai Al-Qaidah, dengan cara terjun ke medan bukan berkoar di balik tembok. Kata ‘menyempurnakan’ lebih akurat dengan alasan:
Kita tidak hendak menyingkirkan Al-Qaidah – sesuatu yang tidak layak mereka terima. Tapi kita hendak menyempurnakan pekerjaan yang telah mereka mulai. Al-Qaidah merupakan organisasi yang serius dalam menggembleng kader-kader umat, menyebarkan fatwa-fatwa tentang wajibnya i’dad.
Al-Qaidah merupakan organisasi yang berbicara tentang jihad, mempraktekkannya, menyeru umat untuk melakukannya, melakukan operasi, dan membantah para penentang. Organisasi yang saat ini bertempur di medan perang, merangkul seluruh umat Islam sehingga umat Islam merasa bangga dengan prestasi mereka.
Organisasi yang menaungi semua kader umat, dari barat hingga timur, bukan satu wilayah saja. Organisasi yang mengajak umat untuk membela Islam dan memenangkannya kembali, maka mereka tak terjebak dalam problematika lokal. Mereka mengusung obsesi umat, dan bergerak dalam nafasnya.
Lebih dari itu, Al-Qaidah mendapat bimbingan dari Allah, sesuatu yang agaknya masih menjadi harapan bagi organisasi lain. Allah menunjukkan bimbingan-Nya dengan bukti penerimaan yang baik dari umat – secara keseluruhan – terhadap agenda yang dilakukan Al-Qaidah.
Kesimpulannya, kita membicarakan Al-Qaidah dengan maksud menyempurnakan apa yang telah mereka mulai. Mereka tidak bertempur dengan status mewakili kita, tapi sekedar ‘pasukan pembuka jalan’ bagi kita dan seluruh umat Islam. Tujuannya, agar kita bergerak menyusul mereka, untuk melengkapi jika ada yang kurang, menyumbat jika terdapat lubang, mendukung mereka dengan harta, senjata, kader yang matang. Kita wajib membela mereka.
Muqoddimah ini hanya membahas tema jihad dalam perspektif syariat, dengan mengutip penjelasan para ulama. Adapun yang berhubungan dengan sisi militer dalam jihad, yang berkaitan dengan ilmu dan seni, saya katakan:
Kemenangan, adalah obsesi yang diimpikan para petempur. Kemenangan di medan tempur terjadi dengan indikasi hengkangnya musuh secara militer, berhasil merebut tanah musuh, dan menguasai harta kekayaannya.
Adapun kemenangan dalam pertempuran bermakna lumpuhnya kekuatan militer musuh, padam hasratnya untuk membalas, dan tercapainya ketundukan yang sempurna. Oleh karenanya, si kalah pasti mengikuti peradaban si menang dan kebudayaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar