Hadits Online

Senin, 27 Agustus 2012

Nasihat Ust. Mukhlas untuk Para Suami


Dalam sebuah rubrik konsultasi keluarga di sebuah majalah Islam ada sebuah kasus menarik. Seorang akhwat yang telah dikarunia beberapa anak akhirnya bercerai dengan suaminya yang seorang aktivis dakwah. Yang menarik, penyebab perceraian tersebut ternyata diakibatkan perilaku sang suami yang tidak bisa menjadi teladan di rumahnya. Selain berlaku kasar kepada isteri dan anak-anaknya, sang suami ternyata tidak pernah memberikan nafkah kepada keluarganya. Jadilah isteri mengajukan khulu’ kepada aktivis dakwah tersebut.
Berangkat dari keprihatinan itu, berikut ini kami turunkan sebuah nasihat indah dari seorang suami, ayah sekaligus mujahid yang telah membuktikan dan membaktikan ilmu dan amalnya dalam medan kehidupan, kepada para suami. Beliau telah memberikan 20 kiat praktis kepada mereka dalam mendidik isteri, agar bisa menjadi isteri solehah yang akan melahirkan generasi soleh dan solehah pula. Dan sebagaimana akan pembaca simak, untuk mendidik isteri menjadi solehah tentu saja seorang suami harus menjadikan dirinya lebih dulu menjadi pribadi yang soleh.
Mengapa nasihat dari beliau ini begitu penting? Sebab, apa yang beliau nasihatkan ini benar-benar telah beliau praktekkan dan berhasil diterapkan. Bukan sekadar teori belaka. Keberhasilan kiat beliau dalam mendidik keluarganya ini, paling tidak bisa kita baca dalam kesaksian isteri beliau sendiri Ustadzah Paridah Abas dalam bukunya “Orang Bilang Ayahku Teroris” dan pengakuan jujur kakak ipar beliau, Nasir Abas, yang kini berseberangan dalam bukunya “Membongkar Jamaah Islamiyah”. Dalam buku tersebut ia menulis, “Saya tidak pernah menyesal Mukhlas menikah dengan adik saya itu. Adik saya telah mendapatkan suami yang terbaik untuk dirinya, tiada yang dapat sebanding dengan Mukhlas selaku suami kepada adik saya itu. Sebagai suami, ia adalah seorang suami yang teladan di sebagian hal.” (hal 41)
Iya, suami yang dimaksud di sini adalah Ust. Mukhlas Ali Gufron, rohimahulloh, yang menulis nasihat khusus kepada para suami yang menginginkan pendamping hidupnya masuk kelompok muslimah, mukminah, sholihah dan mujahidah. “Hal  ini  jika  memang tujuan  utama  anda  adalah  kehidupan  akherat,  tanpa  mengabaikan dan  mengecualikan kehidupan  dunia.  Tetapi  jika  anda  termasuk  orang  yang  lemah  atau minus  harapannya terhadap  kehidupan  akherat –al’iyadzubillah-  ya  minimal  bagaimana  caranya  agar  istri  kita menjadi  istri  yang  baik  yang  dapat  membawa  kebahagiaan  kita  minimal  di  rumah  kita, sehingga  slogan baiti  jannati  (Rumahku  Surgaku),  benar-benar  terealisasikan,  bukan sekedar omong kosong belaka.” tandas beliau dalam pengantar tulisannya.
Menurut beliau, kedudukan isteri menjadi penting karena bisa menjadi salah satu penyebab anak-anak kita menjadi manusia-manusia yang sholeh, yang  bermanfaat  bagi  agama,  keluarga,  nusa,  bangsa dan  dunia.  Atau sebaliknya, menjadi  manusia-manusia tholeh bagaikan sampah  yang  tidak  berarti  dan  tidak  berguna  keberadaannya  hanya  membawa  penyakit  dan kotoran.
Berikut nasihat beliau yang kami kutip secara ringkas :

1)  Suami Mesti Menjadi Uswah, Qudwah dan Suri Tauladan.
Seorang suami mestilah berusaha menjadi contoh bagi isterinya semampunya dalam setiap
hal  yang  baik.  Janganlah  sampai  seorang  suami  hanya  mengharap  supaya  istrinya  baik,
tetapi dirinya sendiri tidak pernah baik dan tidak mau bersatu untuk baik. Sering dan biasa
memberikan  petunjuk-petunjuk  dan  ajaran-ajaran  yang  baik  kepada  istrinya  tetapi  diri sendiri tidak pernah mengamalkan petunjuk dan ajaran yang diberikan.
Suami  yang  seperti  ini,  seperti  kata  pepatah  melayu, ”Bagaikan  ketam  (kepiting)  hendak
mengajari  anak-anaknya  untuk  berjalan  lurus”    bagaimana  akan  mengajarkan  berjalan
secara  lurus  sedangkan  dia  sendiri  sebagai  induk  tidak  dapat  berjalan  lurus.
Hal  ini  bukan  berarti  seorang  suami  mesti  mendahului  istrinya  dalam  setiap  kebaikan
(kalau  memang  bisa  perlu  diacungi  jempol),  tetapi  minimal  dia  mestilah  dapat meyakinkan  kepada  istrinya  bahwa  dia  adalah  seorang  suami  yang  selalu  berusaha melakukan yang lebih baik dan menjadi orang yang baik.
Dengan demikian istri akan hormat dan respek terhadap suami serta akan merasa tenang, yakin  dan  tenteram  karena  memiliki  seorang  pimpinan  keluarga  yang  baik  untuk melayarkan bahtera kehidupan keluarga hingga sampai tujuan yang diidam-idamkan.

2)  Seorang Suami Harus Menjelaskan Prinsip Kehidupannya Kepada Istrinya.
Agar suami dan istri selalu harmonis, tidak  banyak  cekcok dan cengeng, tidak banyak membisu lagi menggerutu, tidak banyak berbantah-bantah dan saling  memaksa,  tidak  banyak  berselisih  dan  berikhtilaf,  tidak  terjadi  yang  satu  hendak ke barat, sementara yang lainnya hendak ke timur. Untuk  mencapai  itu  semua  atau  paling  tidak  meminimalisasi,  maka  di antara  caranya adalah kedua belah pihak menyepakati prinsip-prinsip hidup yang dipeganginya.
Dalam  hal  ini  suamilah  yang dituntut  untuk    bisa  menjelaskan  kepada  istrinya  dengan
penuh bijak dan hikmah sesuai dengan kemampuan istrinya. Jika misalnya istrinya adalah
seorang yang lugu dan polos tidak banyak cingcong, tidak banyak membantah pokoknya
apa  yang  disuruh  oleh  sang  suami  dia  turut  dan  dia  ikuti. Maka dalam keadaan seperti ini
tinggal suami yang perlu  mawas diri,  jangan sampai  langkah  yang ditempuh  keluar dari
prinsip yang sudah ia yakini.
Tetapi  lain  halnya  jika  istrinya  adalah  seorang  yang  berpendidikan,  apalagi disertai  dengan  sifat  agresif,  seorang  suami  harus  menjelaskan  satu  persatu  prinsip  yang dikehedaki, sambil meminta pandangan, pendapat dan tanggapannya. Seterusnya setelah kedua belah pihak bersepakat barulah masing-masing menyingsingkan lengan baju bersama-sama maju.
Penyampaian  prinsip  yang  paling  efektif  adalah  pada  hari-hari  berbulan  madu, khususnya  hari  pertama,  kedua,  ketiga  dan  seterusnya.  Sebab  dikala  itu  seorang istri sebagai pengantin  baru  akan  menyerahkan diri  dengan  segala  yang  dipunyainya,  hidup  dan kehidupannya,  kepada  yang  suami  yang  dicintainya semata.
Tapi  lain  halnya  kalau sudah  lama  atau  sudah  punya  anak,  agak  sulit  untuk  menerima –kecuali  istri  yang dirahmati  oleh  Alloh– karena  sudah  mulai  berani  membantah,  ya  maklum  saja  karena sudah lama bergaul dan lagi pula secara keseluruhan rahasia suaminya sudah dikantonginya.

3)  Seorang  Suami  Mesti  Menjelaskan  Kepada  Istrinya  Bahwa  yang  Berhak  Menjadi
Pemimpin Dalam Rumah Tangganya Adalah Suami Bukan Istri. (Dalilnya surat An-Nur (4): 34).
Penjelasan  ini  mesti  disampaikan  dengan  penuh  hikmah  dan  kasih  sayang, bukan  seperti
seorang komandan terhadap prajuritnya hanya dengan pejet tombol saja jadi atau dengan satu  perintah  saja  sudah  jalan.  Tetapi  perlu  dicari  masa  dan  waktu  yang  tepat  sehingga seorang  istri  dapat  memahami  menyetujuinya  dan  selanjutnya  siap  untuk mengamalkannya.
Jika  seorang  istri  sudah  dapat  menerima  hal  ini,  maka  seorang  suami  mesti  memberikan
petunjuk-petunjuk  praktis  secara  santai  agar  istri  senantiasa  ingat  bahwa  dirinya
bawahan bukan  atasan,  atau  yang  dipimpin bukan  yang  memimpin.  Maka  termasuk
dari segi ucapan saja perlu disesuaikan dengan statusnya.

4)  Seorang Suami Mesti Arif dan Bijak Jika Melihat Ada Kekurangan Pada Isterinya.
Alloh  Subhanahu wa Ta’ala,  Maha  Bijaksana  dan  Maha  Segala-galanya.  Setiap menciptakan  sesuatu  mesti ada hikmah di sebaliknya, tidak ada satupun ciptaan atau kejadian di alam ini yang sia-sia tanpa tujuan.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala  mentaqdirkan ada kekurangan pada  istri-istri kita pasti ada  maksud dan tujuan, tidak  hampa  dan  sia-sia  begitu  saja.  Sebagaimana  dalam  firmanNya  (Q.S.  An-Nisa  (4)  : 19): “Dan  pergaulilah  mereka  dengan  cara  yang  baik,  kemudian  bila  kamu  tidak menyukai  mereka  (maka  bersabarlah),  karena  mungkin kamu  tidak  menyukai  sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
Maka  seluruh  kekurangan  pada  istri  kita  yang  kita  tidak  sukai  baik  dari  segi  fisiknya,
ucapannya,  sifatnya  maupun  kelakuannya  semuanya  ada  kebaikan  bagi  kita,  jika  kita
sikapi dengan sikap yang arif dan bijak.

5)  Suami mengajak istrinya dalam keadaan atau suasana santai membuat kesepakatan-kesepakatan untuk dijadikan pegangan atau panduan dalam masa-masa kritis atau gawat termasuk sewaktu ada perselisihan atau bertengkar.
Sebagai contoh misalnya suami menyatakan kepada istrinya :

a. Sewaktu saya dalam keadaan marah anda mesti melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.  Diam  saja  saja,  jangan  menyahut,  menjauh  dari  saya,  jangan  mendekat  atau masuk ke dalam kamar saja, pokoknya jangan melawan atau,
2.  Anda  tunjukkan  sifat  penyesalan  sambi  menangis  sehingga  saya  iba  dan rayulah saya masuk ke dalam kamar atau,
3.  Anda  buatkan  dan  hidangkan  minuman  yang  saya  sukai  atau  makanan  atau bawa anak kehadapan saya atau yang lainnya.
b. Ketika saya diam seribu bahasa berarti ada hal yang tidak beres dan tidak pas, maka anda
mesti lakukan hal-hal berikut : 
1)  Silahkan anda mendekat dengan muka manis ada masalah apa? Atau 
2)  Ajak duduk minum bersama, atau masuk ke dalam kamar atau,
3)  Buat pura-pura tidak tahu saja.

Selanjutnya  istripun  mesti diminta  hal  yang sama,misalnya dalam keadaan  ngambek apa
yang perlu dilakukan oleh suaminya yang paling ia sukai yang tidak bertentangan dengan
syariat, contohnya : 
1)  Dipuji, dirayu, dan seterusnya, atau,
2)  Diajak shalat berjamaah atau dzikir bersama atau,
3)  Shopping, belanja keluar.

Dalam keadaan penat atau lelah, 
1)  Minta dipijat 
2)  Kurang siap untuk melayani suami.
3)  Cepat marah dan jangan diganggu.

6)  Seorang  suami  ada  baiknya  menjelaskan  kelebihan  dan  kekurangan  kaum  hawa, menurut fitrahnya yang  diciptakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
A.  Kelebihan (fadhilah) kaum wanita.
Membahas  tentang  kelebihan  kaum  Hawa -Subhanallah-jika  ditulis  mungkin memerlukan  berjilid-jilid  buku,  baik  kelebihannya  secara  fitrah  asal  mula penciptaannya,  yang  telah  diterangkan  oleh  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala  dan  Rasul-Nya  sholollohu alaihi wa sallam  dalam Alquran dan Assunnah, hingga terdapat satu surah di dalam Alquran yang dinamakan
surah An-Nisa’.
Disamping  itu  mereka  juga  banyak  kelebihannya  dalam  arena  perjuangan menegakkan  kebenaran  dari  zaman  Nabi Adam  alaihis sallam  hingga  zaman  Rasulullah  sholollohu alaihi wa sallam, sebagai  Nabi  terakhir,  kemudian  seterusnya  pada  zaman  Tabi’in  dan  sampai  sekarang ini.
Di antaranya kelebihan kaum wanita adalah :
·         Lebih  mudah  masuk  surga  daripada  kaum  laki-laki  modalnya,  Aqidah  benar, beribadah,  menjaga  diri,  mentaati  suami  selama  perintahnya  tidak  bertentangan dengan perintah Allah swt, dan Rasul-Nya.
·         Wanita  Shalehah  adalah  kenikmatan  dunia  yang  paling  baik,  Rasulullah bersabda : Dunia  adalah  kenikmatan  dan  sebaik-baik  kenikmatannya  adalah seorang wanita yang shaleh.
·         Jika  meninggal  semasa  melahirkan  maka  ia  termasuk  mati  syahid.
·         Mempunyai dua atau tiga anak perempuan yang sholihah ia dijamin masuk surga .
·         Jika  istri  meninggal  dan  suaminya  dalam  keadaan  ridho  (karena  selama
mendampinginya selalu taat), maka ia dijamin masuk surga.
B.  Sifat Kurangnya Sejak Semula Diciptakan.
Kurang akalnya
Maksudnya :  fikirannya singkat atau pendek, perasaannya  lebih dominan daripada fikirannya, kadang seseorang wanita terlalu keras dan kadang terlalu lembek, tidak ada yang mu’tadil (seimbang).
Kurang agamanya.
Maksudnya  :  seorang  wanita  disebut  kurang  agamanya  karena  bagi  kaum  wanita yang masih normal (kecuali yang sudah tua atau sengaja diabnormalkan), mesti setiap bulannya libur minimal 3-7 hari, karena datang bulan, dan jika nifas (lepas melahirkan) mesti libur juga minimal 20-40 hari.

7)  Suami Hendaknya Mengatur Perbelanjaan Rumah Tangga Dengan Baik dan Bijak.
Tidak  Isrof  (berlebih-lebihan)  dan  tidak  pula  terlalu  irit  (kikir),  tetapi  di  tengah-tengah.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala, berfirman dalam surat Al-Furqon (25) : 67.
 “Dan  orang-orang  yang  apabila  membelanjakan  (harta),  mereka  tidak berlebih-lebihan,  dan  tidak  pula  kikir,  dan  adalah  pembelanjaan  itu  (ditengah-tengah) antara yang demikian”
Perbuatan  Isrof  itu  dilarang  dalam  segala  hal  termasuk  makan,  minum,  berpakaian  dan
lain sebagainya, silakan buka Alquran surat ke 7 ayat 31, dan surat ke 6 ayat 141.
Uang perbelanjaan rumah tangga diambil dari uang suami, (jika  mampu dan cukup),  jika
tidak  dan  hendak  mengambil  uang  istri  mesti  mendapat  izin  dan  kerelaannya. Sebab  pada
mulanya tanggung jawab atau kewajiban adalah terpikul di atas pundak suami, istri hanyalah
membantu.
Disamping  dilarang  berbuat  Isrof,  dilarang  juga  berbuat  Tabdzir,  (menghambur-hamburkan atau boros).
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Isro surat ke 17 ayat 26.
 “Dan  berikanlah  kepada  keluarga-keluarga  yang  dekat  akan  haknya,  kepada orang  miskin  dan  orang  yang  dalam  perjalanan,  dan  janganlah  kamu  menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”

8)  Seorang  Suami  Sebagai  Pimpinan  Rumah  Tangga  Wajib  Menjauhkan  Diri  dan
Istrinya Serta Anak-Anaknya Dari Makan Barang Haram.
Pasangan  suami  istri  yang  mendambakan  dapat mencapai  kehidupan  yang  penuh  dengan
mawaddah  dan  rahmah,  mustahil  akan  mencapainya jika  harta  yang dimakan  atau
dibelanjakan atau  disimpan  adalah  haram,  baik  secara  hissi  maupun  secara
maknawi.

9)  Seorang  Suami  Wajib  Membimbing  Istrinya  Agar  Tidak  Terlalu  Cinta  Dunia  dan
Bermata Duitan.
Cinta  dunia  adalah  puncak  dan  sumber  dari  segala  kesalahan  sebagaimana  yang dinyatakan dalam sebuah hadits : “Cinta dunia adalah kepala setiap kesalahan.”
Jika seseorang sudah terkena virus, kuman dan penyakit cinta dunia hidupnya akan selalu serba salah, berdiri salah, duduk salah,  berbaring salah, punya uang salah, tidak ada uang salah,  tetangga  kaya  salah,  tetangga  miskin  salah,  punya  anak  salah,  tidak  ada  anak  pun salah,  punya  mobil  salah,  tidak  ada  mobil  salah,  pokoknya  semuanya  salah,  mati  salah, hidup  pun  salah,  tidak  pernah  merasakan  ketenteraman  dan  ketenangan,  kedaimaian  dan  kebahagiaan  dalam  hidupnya  yang  dirasakan  malah  sebaliknya  merana,  gundah  gulana,
ketakutan, kesedihan, kebinasaan dan kehancuran.
Oleh  karena  itu  suami  di samping  dirinya  sendiri  menyadari  wajib  juga  menyadarkan
kepada  istrinya  bahwa  kehidupan  di  dunia  bukan  tempat  bernikmat-nikmat,  tetapi merupakan tempat beramal. Tempat untuk bernikmat-nikmat itu nanti di surga. Jadi dunia
adalah  “Daarul  ‘Amal”  (kampung  untuk  beramal),  sedangkan  akherat  adalah  “Daarul Jazaa’”  (kampung  untuk  mencari  balasan).  Barangsiapa  yang  amalannya  baik  akan dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya barangsiapa yang amalannya buruk akan dibalas dengan keburukan. (Q.S Al-Zalzalah (99) : 7,8).
Ingatlah  bahwa  kenikmatan  dunia  hanya  setitik  saja,  jika  dibandingkan  dengan kenikmatan akhirat.

10)  Seorang  suami  harus  berusaha  memahamkan  istrinya  bahwa  kebahagiaan  tidak
terletak pada materi.

11) Seorang  suami  harus  mendidik  istrinya  bahwa  tempat  bergantung  atau  bersandar
hanyalah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala  satu-satunya, kapanpun dan di manapun bukan kepada makhluk manapun termasuk suaminya. 
Suami  sebagai  pemimpin  istrinya  dituntut  untuk  menanamkan  hakekat  makna  Tauhid
Rububiyah  dan berusaha  semaksimal  dan  seoptimal  mungkin  untuk  dapat  melaksanakan
dalam kehidupan nyata dan amalan praktikal. Artinya ia wajib memahamkan bahwa Alloh
Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Dzat Yang :
Mencipta atau menjadikan.
Memelihara yang sebenarnya.
Mendidik yang sebenarnya.
Memberi rizqi.
Menghidupkan dan mematikan.
Memberi manfaat dan memberi madharat.
Mengatur dan mentdbir alam semesta.
Dan sebagainya.
Disamping  itu  suami  juga  berkewajiban  untuk  mengenalkan  istrinya  akan  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala dengan  pengenalan  yang  sebenarnya,  jangan  sampai  Tuhan yang  dikenali  oleh istri bukan Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang sebenarnya, semua orang mengakui ada Tuhan termasuk orang Atheis atau komunis (yang  berpura-pura tidak percaya adanya Tuhan, namun pada suatu saat  khususnya  pada  masa-masa  krisis  dan  gawat  dengan  tanpa  sadar  mulutnya  pun komat-kamit menyebut Tuhan dengan bahasa mereka sendiri (Q.S [31] : 25).
Mengenali  atau  bermakrifat  kepada  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala  hukumnya  wajib  (Q.S  Muhammad [47]  : 14).
Untuk dapat mengenali Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenarnya, caranya wajib mengikuti cara yang telah ditunjukkan oleh  Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan  Rosul-Nya sholollohu alaihi wa sallam, tidak  boleh dengan cara-cara yang direka-reka  sendiri  misalnya  dengan  jalan  thoriqot-thoriqot  sufiyah,  bersemedi, berkhalwat  untuk  mengenali  diri  sendiri,  sebab  menurut  anggapannya  bahwa  jika seseorang  telah  mengenali  diri  sendiri  berarti  telah  mengenali  Tuhannya,  akhirnya  lama kelamaan  akan  menjadi  satu  keyakinan  yaitu “wihdatul  wujud “  alias  Tuhan  bersatu dengan dirinya, maka hasilnya Tuhan adalah aku dan aku adalah Tuhan.

12) Seorang suami wajib menjelaskan 4 (empat) “perkara penting” kepada istrinya agar tidak tersesat.
Rosululloh sholollohu alaihi wa sallam bersabda :
 “Ikatan  Iman  yang  paling  kuat  itu  adalah  bermuwalat  karena  Alloh  dan bermusuhan karena Alloh, cintanya karena Alloh dan benci karena Alloh.” (Hadits Hasan dalam kitab As-Sunan).
Berdasarkan hadits ini ada 4 perkara, yang artinya sebagai berikut :
1.  Al-Muwalat  :  Maksudnya  kepada  siapa  seseorang  berpihak,  siapa  yang  ia  jadikan sebagai  pemimpin,  pelindung,  kawan  setia,  sahabat  yang  dapat  dipercayai  dan sebagainya.
2.  Al-Mu’adat : Maksudnya kepada siapa seorang akan memberikan permusuhan dan perseteruannya  dan  siapa  yang  mesti  dianggap  dan  dijadikan  sebagai  lawan  dan musuhnya.
3.  Al-Hubbu  : Maksudnya kepada siapa dan terhadap hal apa cintanya diberikan dan siapa serta apa sajakah yang wajib ia cintai.
4.  Al-Bughdu :  Maksudnya  terhadap  siapa  dan  keatas  apa  kebenciannya  mesti dikenakan, siapa dan apa sajakah yang wajib di benci. 
Ada juga ahlul ilmi yang menyimpulkan empat perkara menjadi dua perkara saja yaitu :
1. Al-Wala’ (perwalian)    :  Maksudnya  siapa  yang  akan  dijadikan  sebagai  wali
(pemimpin, pelindung, kawan setia, sahabat yang dipercayai dan sebagainya).
2. Al-Bara’ (berlepas diri) : Maksudnya terhadap siapa dan apa seseorang wajib berlepas
diri artinya tidak memberikan wala’nya.

13)  Seorang  suami  mestilah  membekali  istrinya  dengan  bekal-bekal  akhlaq  yang
terpuji antara lain,
1. Bekal Ilmu. (Al-‘Ilmu).
Setiap orang Islam termasuk suami istri wajib mengetahui perkara-perkara yang mendasar
dalam Islam, misalnya :
a. Rukun Islam.
b. Rukun Iman.
c. Ma’rifatullah (mengenal Alloh). Minimal sehingga ia yakin dan percaya bahwa Alloh
Subhanahu wa Ta’ala satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi, Dialah satu-satunya Robb, tiada Robb selain  Dia,  Dialah  di atas  segala-galaNya,  baik  dalam  rububiyah-Nya,  uluhiyah-Nya,
serta asma dan sifat-Nya.
d. Ma’rifatur-Rasul  (mengenal  Rosululloh  sholollohu alaihi wa sallam)  minimal  sehingga  ia  mengetahui  dan meyakini  bahwa Nabi  Muhammad sholollohu alaihi wa sallam adalah utusan  Allah  Subhanahu wa Ta’ala, seluruh risalah  yang dibawa  adalah  benar  dan  wajib  diikuti  dan  sebaliknya  segala  apapun  juga  bentuknya baik agama, ajaran, isme, hukum dan sebagainya yang bertentangan dengannya adalah bathil  dan  wajib  di  tentang  dan ditinggalkan,  siapa  yang  mengikutinya  akan  berhasil masuk surga dan sebaliknya siapa yang menyelisihinya akan masuk ke dalam neraka.
e. Ma’rifatud-Dienul  Islam.  (Mengenal  Agama  Islam),  batasan  minimalnya  hingga  ia
yakin  bahwa  satu-satunya  agama  yang  benar  yang  mendapat  ridho  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala yang pemeluknya  akan  masuk  surga,  yang  dapat  menyelamatkan  dari  api  neraka  adalah Islam, selain pemeluk agama Islam maka dia mendapat murka Alloh Subhanahu wa Ta’ala baik di dunia maupun di akherat dan mereka adalah orang-orang kafir ataupun musyrik, seluruhnya akan dimasukkan ke dalam neraka meskipun amalannya baik.
Orang  Islam  tidak  boleh  sama  sekali  beranggapan  bahwa  agama  selain  Islam  adalah
benar karena mengajarkan kebaikan dan melarang yang tidak baik, sebab standar atau ukuran  benar  atau  tidaknya  sesuatu  agama  tidak  cukup  hanya  ditinjau  dari  segi mengajarkan  kebaikannya  saja,  ukuran  utamanya  justru  pada  masalah  aqidah  atau i’tiqod atau keyakinan dengan kata lain pada masalah tauhid.
Hanya Islam saja yang dapat disebut dengan agama tauhid yaitu agama yang meyakini
bahwa  Robb  adalah  tunggal,  esa  dan  satu  baik  pada  rububiyah-Nya,  uluhiyah-Nya
maupun asma dan sifat-Nya, yaitu Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
2. Bekal  Takwa 
Seorang  suami  wajib  menanamkan  pada  dirinya  dan  istrinya  bahwa  dimanapun  juga
berada dan kapan pun juga waktunya, baik sendirian maupun bersama orang banyak untuk
tetap  takut  kepada  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala,  takut  akan  murkaNya  dan  siksaNya,  yaitu  dengan menunaikan seluruh perintahNya dan meninggalkan semua laranganNya dengan kata lain
mengamalkan  segala  yang  ada  dalam  Alquran  dan  Assunnah,  termasuk  mensyukuri
nikmat  yang  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala  karuniakan  kepadanya  meskipun  kelihatannya hanya  sesuap  nasi dan  beberapa  rupiah  uang  diterimanya  dengan  penuh  qona’ah  (rasa  puas)  tanpa  adanya perasaan grundel.
3. Bekal Yakin (“Yaaqinu”).
Seorang  suami  diharapkan  dapat  membimbing  istrinya  untuk  dapat  meyakini  seyakin-yakinnya,  bahwa  seluruh  yang datang  dari  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala  dan  Rasul-Nya  adalah  benar, baik yang  terdapat  dalam  Alqur’an  maupun  Assunnah,  baik  yang  berhubungan  dengan masalah-masalah  aqidah,  ibadah  maupun  minhajul  hayah,  baik  urusan  duniawi  maupun ukhrowi,  termasuk  janji-janji  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala dan  Rasul-Nya,  misalnya  Allah  Subhanahu wa Ta’ala  tidak  akan menzalimi  hamba-hambaNya,  Allah  Subhanahu wa Ta’ala akan  selalu  beserta  orang-orang  yang  beriman, menguatkannya dan  menolongnya,  jika pada suatu saat terlihat pada segi  lahirnya kalah, maka  sebenarnya  pada  kekalahan  itu  terkandung  hikmah,  keadilan  dan  maslahah,  sebab Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak melakukan sesuatu tanpa ada hikmah di sebaliknya.
Singkatnya seluruh nama-nama Allah dan sifat-sifatNya serta apa yang terkandung dalam
nama-nama dan sifat-sifatNya wajib diyakini dengan sebenarNya.
4. Bekal Tawakal (At-Tawakkal).
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 
“(Jika demikian) maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang fasik itu. ” (Q.S.  Ibrahim (14) :12).
5. Bekal Syukur (As-Syukru).
Allah swt berfirman : 
 “Hai  orang-orang  yang  beriman,  makanlah  diantara  rizki  yang  baik-baik  yang 
Kami  berikan  kepadamu  dan  bersyukurlah  kepada  Alloh,  jika  benar-benar  kepada-Nya
kamu menyembah.” (Q.S Al-Baqoroh (2) : 152)
6. Bekal Sabar (Ash-Shobaru).
Imam  Ahmad rohimahulloh  berkata, Alquran  membicarakan tentang sabar kurang  lebih dalam 90 tempat. Sabar hukumnya wajib menurut ijma’ul ummah, ia separuh iman karena iman ada
dua paruh, yang separuh adalah sabar dan separuh lagi adalah syukur.
Sabar ada 3 macam :
a.  Sabar dalam mentaati Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
b.  Sabar dari maksiat terhadap Alloh Subhanahu wa Ta’ala (dalam meninggalkan maksiat).
c.  Sabar menerima ujian Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Sudah  tidak  diragukan  lagi  bahwa  masa  kini  adalah  masa-masa  yang  boleh  dibilang  masa
kesabaran, karena begitu diperlukan kepadanya dalam menghadapi banyaknya ujian, tekanan,
cobaan, dugaan dan fitnah yang memerlukan kesabaran,
 Bersabar  di atas  dien  (agama)  berarti  teguh  dan  tetap  diatasnya,  tidak  kembali  ke belakang alias mundur atau melemah atau gojak-gajek (ragu-ragu).
 Bersabar di atas dakwah,  jihad,  infak  fie sabilillah dan seluruh amalan  yang diperlukan
untuk dakwah termasuk pengorbanan jiwa, harta atau yang lainnya.
 Bersabar  dalam  menghadapi  intimidasi,  tekanan,  siksaan,  orang-orang  musyrik,
munafik  dan  orang-orang  fasik.  Maka  jangan  sampai  orang-orang  ini  mengeluarkannya
dari garis khitthohnya, jangan terlalu cepat menarik diri dari manhaj yang telah diyakini
dan tenteram dengannya. Bahkan mesti harus tetap teguh berada di atas manhajnya tanpa
memperdulikan  gertakan  sambal  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  yang  tidak  yakin
(musyrik, munafik dan fasik).

14)  Seorang  suami  wajib  membimbing  istrinya  supaya  istiqomah  dalam  beribadah
terutama dalam menunaikan sholat, 
Jika  rumahnya  jauh  dari  masjid,  diusahakan  agar  bisa  berjamaah  di rumah  dengan keluarga,  jika  5  waktu  suami  sholat  berjamaah  di  masjid,  maka  ambillah  kesempatan
sekali-kali berjamaah dengan istri pada saat sholat tahajjud.
Sebagaimana yang telah dimaklumi bahwa sholat adalah rukun Islam kedua, maka berarti
tidak  ada  amalan  yang  lebih  penting  dan  lebih  wajib  bagi  seseorang  yang  telah
mengikrarkan dua kalimat syahadat dibandingkan dengan sholat.

15) Seorang  suami  mesti  mendidik  istrinya  agar  terbiasa  mengeluarkan  zakat,  infak
baik yang hukumnya wajib maupun sunnah.
Alloh berfirman : “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu  berbuat  kejahatan  (kikir)  sedang  Alloh  menjanjikan  untukmu  ampunan  daripada-Nya dan karunia. Dan Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Maha  Benar  Alloh  dengan  segala  firman-Nya,  memang  syetan  selalu  menakut-nakuti
orang agar tidak mengeluarkan infak, seolah-olah kalau dia membayar infak akan menjadi
miskin.  Seribu  satu  bisikan  syetan  antara  lain,  janganlah  infak  dulu  kamu  masih  banyak
keperluan, istrimu perlu ini, perlu itu, anakmu perlu susu dan sebagainya. Bahkan termasuk
kelihaian  syetan,  mereka  membuat  uang  sepuluh  ribu  ketika  diinfakkan  serasa  sepuluh
juta, sehingga dikenang selama-lamanya.
Tetapi sebaliknya untuk selain infak, satu jutapun seperti seratus ribu saja, misalnya untuk
shopping,  untuk  mentraktir  kawan-kawan,  nongkrong,  untuk  belanja,  berfoya-foya  dan
sebagainya. Begitulah pintarnya syetan menyesatkan manusia.
Sebaliknya  Alloh  Subhanahu wa Ta’ala  menjanjikan  ampunan  daripada-Nya  dan  menjanjikan  karunia artinya  jika  seseorang  menunaikan  perintah-Nya,  termasuk  mengeluarkan  infak  dan menjauhkan  diri  dari  segala  yang  dilarang  termasuk  kikir,  maka  Alloh akan memberikan maghfiroh  atau  ampunan  terhadap  kesalahan-kesalahan yang  telah
Dilakukannya.  Dan  akan memberikan karunia  berupa  harta  dan  sebagainya  dan  yang  lebih
baik  lagi,  sebagaimana  diterangkan dalam Q.S.  Al-Baqarah  :  276. –wallahu
a’lam-
Ustadz Mukhlas lalu memberikan  tips  praktis  untuk  membiasakan  suami  istri agar selalu berinfak.
a. Buat  beberapa  tempat  seperti  tempat  tabungan,  bisa  dibuat  dari  bekas  bedak, atau kaleng  atau  botol  minuman  yang  penting  rapi  dan  terjaga  dari  gangguan  anak-anak, tulis pada tempat-tempat tabungan seperti yang kita kehendaki, misalnya :
- Kaleng pertama  : Infak Fi Sabilillah.
- Kaleng kedua    : Infak Fakir Miskin.
- Kaleng ketiga   : Infak untuk kerabat dekat.
Letakkan  tabung  simpanan  tersebut  di  tempat  yang  strategis  di  dalam  rumah  kita,
misalnya  di  dekat  cermin  atau  di atas  meja  belajar  dan  sebagainya  yang  penting  yang
bisa sering-sering kita lihat.
Usahakan setiap hari berinfak meskipun jumlahnya sangat minimal.
b. Infak dengan beras.
Setiap  akan  memasak  nasi,  kurangkan  dari  jatah  beras  yang  hendak  dimasak  satu cangkir saja untuk infak, berarti kalau satu hari masak, dua kali dua cangkir yang perlu disediakan  untuk  infak,  dalam  satu  bulan  berarti  ada  60  cangkir  beras  demikian seterusnya.
Dengan cara ini Insya Alloh suami istri akan menjadi terbiasa untuk berinfak.

16) Seorang suami wajib mengajarkan ilmu kewanitaan, kepada istrinya.
Yang  dimaksud  dengan  ilmu  kewanitaan di sini ialah  ilmu  syariat  tentang bagaimana
disiplin seorang wanita ketika dalam keadaan haidh, dalam keadaan nifas, sewaktu junub,
ketika  sedang, hendak dan  usai  bersenggama, apa  itu  darah  haidh,  darah  istihadhoh  dan
darah nifas, apa itu air mani, air madzi dan wadi dan sebagainya.
Disarankan  kepada  suami  istri  khususnya  bagi  yang  ilmu  agamanya  pas-pasan, artinya
bukan terpelajar di Ma’had atau di madrasah-madrasah diniyah, supaya memiliki minimal
buku fiqih sederhana tetapi dalam menampilkan pembahasannya disertakan dengan dalil-dalilnya baik dari Alquran maupun Assunnah.
Bagi suami istri yang mengikuti madzhb Syafi’i milikilah minimal kitab Kifayatul Akhyar, kitab  fiqih  sederhana tidak terlalu tebal tetapi dalam pembahasannya dikemukakan dalil-dalilnya, kitab  ini  ditulis  oleh  Imam  Taqiyuddin  seorang  ’alim  yang  bermadzhab  Syafi’i yang  hidup pada abad 9 Hijriyah. Meskipun dalam kitab  ini ada beberapa hal yang perlu diluruskan, maklum  manusia  tidak  ada  yang  sempurna,  tetapi  menurut  pendapat  saya –wallahu  a’lam- lebih  lengkap  pembahasannya  dibanding  dengan  kitab-kitab  yang  lain, misalnya “Sulam Safinah”. “Sulam Taufiq”, Taqrib dan lainnya.

17) Seorang suami mesti memberikan petunjuk kepada istrinya tatacara mendidik anak
semenjak  masih  dalam  kandungan  hingga  lahir  sebagai  bayi  kemudian  kanak-kanak sampai menginjak umur baligh, dewasa dan seterusnya.
Bagi  suami  istri  yang  ingin  mendalami  masalah  ini  dipersilahkan  untuk  mempelajari
buku-buku tentang tarbiyah dan pendidikan yang ditulis oleh para pakar ilmu pendidikan Islam.
Banyak  kitab-kitab  yang  membicarakan  tentang  tarbiyah  Islamiyah  yang  ditulis  oleh
ulama dan pakar kita baik yang salaf maupun kholaf.
Ada  kitab  sederhana  tetapi  cukup  lengkap  pembahasannya  tentang  “Pendidikan  Islam”
buku  ini  judul  aslinya  “Tarbiyatul  Aulad  fil  Islam”  ditulis  oleh  Asy-Syaikh  Abdullah Nashih  Ulwan,  buku  tersebut  telah  diterjemahkan  dalam  bahasa  Indonesia,  kalau  tidak
salah  dengan  judul  “Pendidikan  anak-anak  dalam  Islam”  silahkan  berusaha  memilikinya
jika mampu untuk membelinya.

18) Seorang suami mesti mendata muhrim dari kedua belah pihak (suami dan istri). 
Hal  ini  sangat  penting  agar  tidak  terjadi  kesalahan  dalam  bermuamalah  apalagi  sampai
tercebur  dalam  hal  yang  diharamkan oleh syara’ seperti  menikahi  muhrim  sendiri,  berjabat
tangan  dengan  yang  bukan  muhrim  atau  sebaliknya  atau  berkhalwat  (berduaan)  dengan
yang  bukan  muhrim atau sebaliknya.  Maka suami  istri wajib  mengetahui  muhrim  masing-masing.  Yang  dimaksud  dengan  muhrim  adalah  :  orang  yang  haram  dinikahi.  Adapun
pembagiannya sebagai berikut : 
 Saudara ipar bukan muhrim.
 Saudara sepupu bukan muhrim.
 Saudara atau saudari mertua baik yang dari pihak merua laki-laki atau perempuan bukan
muhrim.
 Keluarga  suami  yang  muhrim  hanyalah  jurusan  bapak  mertua  keatas  dan  ibu  mertu
keatas.
 Keluarga  istri  yang  muhrim  hanyalah  jurusan  bapak  mertua  keatas  dan  ibu  mertua
keatas.
 Saudara  atau  saudari  satu  ibu  susuan  muhrim,  misalnya  Ahmad  menyusu  kepada  si  A,
maka seluruh anak perempuan si A kedudukannya muhrim dengan Ahmad.
 Anak  bawaan  suami  dengan  anak  bawaan  istri  bukan  muhrim  tetapi  terhadap  ibu  dan
bapaknya muhrim. (jika sebelum menikah masing-masing sudah beranak).
 Dan sebagainya (lihat kitab-kitab fiqih).

19) Seorang suami wajib menjelaskan kepada istrinya tentang macam-macam tetangga,
terutama bagi yang tinggal di kawasan masyarakat yang majemuk.
Agar  tidak  terjadi  kesalahan  dalam  bermuamalah  dengan  tetangga  yang  menyebabkan
pelanggaran syara’ maka suami istri dituntut memahami kedudukan tetangganya menurut syariat Islam.
Ada 3 macam bentuk tetangga menurut Islam, 
1.  Tetangga yang mempunyai 3 hak.
a.  Hak setara sebagai orang Islam.
b.  Hak sebagai kerabat.
c.  Hak sebagai tetangga.
Tetangga  yang  mempunyai  3  hak  adalah  tetangga  kita  yang  beragama  Islam  dan masih ada hubungan keluarga atau famili dengan kita. Tetangga yang seperti ini menduduki peringkat pertama.
2.  Tetangga yang mempunyai 2 hak.
a.  Hak setara sebagai orang Islam.
b.  Hak sebagai tetangga.
Tetangga  yang  mempunyai  2  hak  ialah  tetangga  yang  beragama  Islam  dan  tidak memiliki hubungan keluarga.
3.  tetangga yang mempunyai 1 hak.
a. Hak sebagai tetangga.
Tetangga yang mempunyai 1 hak ialah tetangga yang non Muslim.
Tatacara  bergaul  atau  bermuamalah  dengan  masing-masing  tetangga  sebagaimana  telah
disebutkan sudah diatur dalam syariat, silahkan melihat dalam buku-buku fiqih atau kitab Jamiul ‘Ulum wal Hikam, karangan Ibnu Rajab Al Hambali rohimahulloh.

20)  Seorang  suami  juga  dituntut  menjelaskan  meskipun  secara  ringkas,  tentang
makanan sehat dan sempurna yang perlu dikonsumsi oleh keluarga.

Begitulah untaian nasihat Ust. Mukhlas yang diperuntukkan kepada kita, para suami. Semoga kita bisa menjalankannya, sehingga keluarga sakinah, mawaddah dan rohmah yang kita dambakan dapat terwujud. Amin ya Robbal ‘alamin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar