Hadits Online

Kamis, 16 Agustus 2012

Terjemah lengkap Hakadza Narol Jihad (bagian 6/tamat)

Macam-macam Perang
Kita di sini hanya akan menjelaskan apa yang relevan, agar menjadi landasan kebijakan kita. Bagi yang ingin lebih luas, bisa ditambah dengan membaca sendiri eksperimen-eksperimen jihad yang ada dan membaca literatur kemiliteran.
Perang Konvensional
Secara sederhana bisa dianggap sebagai perang antara dua kekuatan militer resmi menggunakan senjata dengan daya rusak terbatas dan mengikuti kalkulasi taktik dan strategi militer.
Perang Non-Konvensional
Perang yang menggunakan senjata non konvensional seperti senjata pemusnah masal (kimia, atom, biologi …) atau perang yang dilakukan dengan taktik khusus.
Perang Gerilya (perang sipil)
Perang yang dilakukan oleh pihak lemah melawan kekuatan raksasa. Disebut juga perang seribu tusukan, perang dengan memukul bagian belakang, perang hit and run, perang ada tiada (maksudnya orangnya ada tapi tak tampak oleh musuh), atau perang rakyat (perang sipil).
Pengantar Perang Gerilya
Tema ini panjang, tapi akan saya ringkas dalam tujuh poin saja:
  1. Lahir dan berkembangnya
  2. Teori operasi
  3. Organisasi
  4. Senjata yang digunakan
  5. Medan operasi
  6. Fase-fasenya
  7. Kepemimpinan militer
Pertama:
Jenis perang ini umumnya lahir dari inisiatif masyarakat dalam rangka pembebasan, baik dari kekuasaan rejim zalim yang berkuasa hanya dengan kelompok minoritas (kroninya) yang tidak mewakili aspirasi mayoritas, maupun dari musuh eksternal yang hendak menguasai masyarakat dan merampas harta kekayaannya. Maka muncul secara alamiah tokoh masyarakat yang menyuarakan penentangan dan perlawanan agar terbebas dari belenggu ini. Berikutnya, dinamika ini bermetamorfosis menjadi gerakan politik yang kelak berubah menjadi organisasi solid yang memiliki pimpinan dan memiliki agenda yang jelas dengan pengikut yang loyal.
Jika agendanya bernada ‘perubahan’ (penggantian kekuasaan) bukan reformasi bertahap, akan ditindak oleh penguasa dengan represif. Bahkan pemerintah akan melakukan pembunuhan terhadap tokoh-tokohnya. Tekanan atau pembunuhan ini akan menciptakan kekosongan politik bagi para pengikut, di sisi lain mereka menghadapi intimidasi berupa penjara, siksaan atau bahkan pembunuhan serupa. Kelompok ini bertahan dengan berbagai ujian dalam rangka melanjutkan misi agar menuai dukungan masyarakat sebanyak mungkin. Di sisi lain muncul kesadaran bahwa betapapun hebohnya perjuangan politik tanpa didukung kekuatan militer yang berfungsi melindunginya, hanya menjadi lamunan dan fatamorgana.
Sambil membangun komunikasi dengan masyarakat dan ‘menikmati’ berbagai intimidasi, mereka berupaya membangun kembali organisasi secara militer dengan tingkat kerahasiaan maksimal. Dari sini lahir kelompok petempur yang komposisinya berasal dari kantong-kantong pendukung di seantero negeri. Berlanjut dengan operasi rahasia untuk mengeksekusi a’immatul kufr (tokoh-tokoh kafir), perangkat rejim, pendukung dan simbol-simbolnya. Operasi ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru negeri. Tapi biasanya ada daerah yang lebih sulit dibanding yang lain.
Ketika ini terjadi, secara alami operasi akan mencari tempat yang lebih mudah, atau tempat yang kontrol dari rejim relatif lemah, atau tempat yang menjadi basis pendukung. Sebab akan berlanjut dengan membangun kekuatan tempur yang lebih besar dan lebih terorganisir. Kelak pasukan ini akan beroperasi bersama atau dalam kelompok-kelompok sesuai pilihan musuh yang menjadi target. Juga mempertimbangkan taktik yang sesuai, yaitu dengan menyerang secara rahasia, menyebar dan tak mau bermarkas di satu tempat. Biasanya kekuatan ini bersinergi dengan pemimpin politik dalam menggerakkan pertempuran di wilayah perkotaan dan di pegunungan (tempat-tempat sepi).
Kita (kekuatan jihad) berada di antara dua musuh, penjajah dan rejim penguasa. Di sisi lain, kita memiliki kepemimpinan politik dan jihad. Bagi yang berkiprah di lahan jihad, cukup membagi dunia dalam dua kubu. Umat Islam sudah tahu dua kubu ini, dan mereka berhasrat kuat untuk ikut melakukan pembebasan dan perubahan (revolusi). Tapi mereka membutuhkan basis komunitas umat yang kokoh, yang bisa dijadikan pilot project bagi operasi-operasi militer melawan penjajah. Dengan ini, kesadaran permusuhan mengakar, barisan bersatu, syubuhat lenyap, tersingkap kedok, dan wacana ini meresap hingga sumsum umat Islam. Akhirnya tidak ada lagi tabir yang menutupi kejahatan rejim penguasa, dan tidak ada lagi penghalang bagi mujahidin untuk melakukan operasi melawan rejim penguasa secara terbuka.
Kedua:
Agar persoalan ini lebih jelas, saya mencoba bertanya. Apakah terbayang di tengah situasi dan kondisi seperti ini lalu ada salah seorang pemimpin di dunia Islam (Arab dan non Arab) memobilisir pasukannya untuk dihadapkan kepada kekuatan koalisi Yahudi Salibis? Sekali lagi, apakah terbayang ada kesempatan bagi umat Islam untuk mendirikan daulah Islamiyah yang bertugas menyiapkan pasukan untuk menghadapi kekuatan tersebut?
Menurut hemat saya, jawabannya tidak. Menurut saya, yang terjadi adalah justru mengibarkan panji-panji jihad, yang tak perlu alamat dan tempat tapi mendulang dukungan moral dan material dari umat. Panji-panji ini mengorganisir perang sipil di seluruh dunia, mengawal pelaksanaan operasi dan serangan kepada koalisi internasional hingga pecah tercerai-berai. Serangan dan pukulan ini harus dipilih dengan seksama, dengan mengambil sasaran terbatas, mempertimbangkan tahap-tahap dan mekanisme operasi, dan sarana yang sesuai syariat. Kita tidak dibenarkan pindah ke tahap berikutnya kecuali setelah situasi dan kondisi mengijinkan. Kita harus mengarahkan serangan yang penuh berkah ini terhadap koalisi Yahudi Salibis di berbagai tempat. Panji kita harus diterima di Barat, demikian pula di Timur, untuk kemudian bertemu di tanah yang penuh berkah.
Ketiga:
Organisasi-organisasi yang dilahirkan kekuatan sipil, adalah:
  1. Organisasi politik, yakni gerakan pemikiran yang matang, yang memiliki agenda perubahan yang jelas.
  2. Organisasi militer, yaitu organ yang bersifat rahasia, yang berwujud lengan yang kuat dan tongkat pentungan yang keras. Bentuknya ada dua macam:
  • Kelompok-kelompok klandestin di wilayah perkotaan (tempat ramai)
  • Kekuatan semi terorganisir di tempat-tempat sepi, daerah yang telah dibebaskan, tempat yang kontrol dari rejim atau penjajah relatif lemah, atau wilayah yang menjadi basis pendukung. Kekuatan ini lazim dikenal sebagai kekuatan sipil/gerilya, sebagaimana perlawanan yang mereka lakukan dikenal sebagai perang sipil/gerilya (harbul ‘ishabat).
Bentuk pertama; kelompok klandestin.
Satu kelompok terdiri dari empat unsur utama:
1.      Unsur pimpinan, yang terdiri dari dua orang; pemimpin kelompok dan wakilnya.
Karakteristik pemimpinannya:
a.                   Memiliki sikap bijak (al-hikmah) dan dewasa (al-hilmu).  Bijak dalam artian menyadari bahwa wilayah operasinya hanya seluas kota yang menjadi tanggung-jawabnya, tapi memiliki hubungan batin dengan pemimpin lebih tinggi meski tak ada kaitan secara organisasi. Dan dewasa dalam artian mengendalikan anak buahnya dan menyiapkan mereka untuk perang di ranah politik, keamanan (intelijen) dan militer.
b.                  Memiliki keahlian politik dan organisasi. Keahlian politik untuk peka mengendus realita dan memilih kebijakan yang tepat kapan saja, tanpa perlu konsultasi dengan pimpinan yang lebih tinggi. Boleh jadi kebijakannya tak memiliki kaitan yang logis dengan kebijakan pimpinan, tapi dipertemukan dalam kesatuan misi dan dalam kerangka maslahat agama dan umat Islam. Sementara keahlian organisasi, untuk meminimalisir kesalahan dalam menyusun urutan agenda.
c.                   Memiliki kecakapan menonjol secara militer, misalnya keberanian, kemampuan memimpin, bagus dalam menyusun rencana, dan memiliki wawasan yang luas tentang dunia militer.
d.                  Memiliki kemampuan dalam mengajak orang lain.
Peran unsur pimpinan:
a.          Memilih dan memobilisir tenaga yang memiliki keahlian khusus dalam jihad dari warga masyarakat di sekitarnya, atau teman sekolahnya, atau teman kerjanya.
b.         Melatih kelompok-kelompok yang ada sesuai spesialisasinya.
c.          Merapikan mekanisme komunikasi antara pimpinan dengan kelompok-kelompok tersebut dengan aman.
d.         Menyediakan pendanaan yang dibutuhkan untuk operasi, atau untuk tenaga full timer sesuai kebutuhan – sesuatu yang tidak kami rekomendasikan (memilih orang tertentu untuk full timer) kecuali dalam kondisi darurat.
e.          Memiliki kemampuan dalam membuat planing operasi; memilih sasaran, mengumpulkan informasi intelijen, membuat rencana operasi, menyiapkan logistik operasi, melatih semua pelaku operasi sesuai rencana, melaksanakan operasi, keluar dari tempat operasi, dan merancang pengamanan pasca operasi. Semua hal tersebut harus dipersiapkan matang sebelum operasi digelar.
2.      Unsur penggali informasi tentang musuh
Unsur ini tak lebih dari empat orang, dibagi menjadi dua, masing-masing dua orang.
Karakteristik unsur ini:
  • Memiliki keahliah dalam menggali informasi dan menyusunnya secara tertulis
  • Memiliki kemampuan personal aproach terhadap orang lain, dan pandai membuka pembicaraan.
  • Memiliki kemampuan teknis, seperti memotret dan menggambar
  • Bagus dalam bekerja dan memiliki reaksi yang cepat terhadap situasi dan kondisi.
  • Berwawasan luas, menguasai bahasa asing, dan mahir dalam mengoperasikan komputer (IT)
  • Ulet dalam menggali informasi hingga tuntas
Peran mereka:
  • Menganalisa sasaran yang ditetapkan pimpinan dengan sekasama
  • Menghadirkan potret situasi keamanan di daeran sasaran kepada pimpinan secara detail dan realistis
  • Membuat laporan survey lokasi, bukan hasil analisa tentang lokasi. Laporan ini disebut ‘berkas sasaran’ yang memuat semua informasi yang berkaitan dengan sasaran operasi, secara tertulis, gambar dan foto jika dimungkinkan.
Keahliah khusus mereka:
  • Ahli gambar
  • Ahli fotografi
  • Ahli komunikasi
Masing-masing keahlian dia atas telah lulus training intelijen, dan masing-masing bagus dalam menggambar, memotret dan berkomunikasi. Pasti ada salah seorang yang memiliki kepakaran dalam salah satu bidang, maka ia yang akan mengawal pelaksanaan detil masalahnya.
3.      Unsur pendukung teknis operasi
Hendaknya jangan lebih dari empat orang, yang terdiri dari dua unsur; teknis dan manajemen organisasi.
Karakteristik mereka:
  • Memiliki mental pekerja keras
  • Memiliki kepekaaan keamanan yang tinggi
  • Mahir dalam menjalin komunikasi
  • Bermental tenang, bersyaraf baja, tapi memiliki kewaspadaan tinggi
Peran mereka:
  • Menyiapkan keperluan teknis operasi
  • Menyediakan logistik dan senjata yang dibutuhkan operasi
  • Menyiapkan rumah-rumah yang aman sebelum dan sesudah operasi
  • Menyediakan dokumen perjalanan sebelum dan sesudah operasi
  • Menguasai peta dan jalan-jalan, baik jalan biasa maupun ‘jalan tikus’.
Keahlian mereka:
  • Unsur pakar manajemen organisasi, yang mampu membeli senjata dan mengamankannya, menyewa rumah dan mobil, menguasai teknis penyimpanan dan pembuatan gudang, dan memiliki hubungan yang baik dengan tim dokter.
  • Unsur ahli teknik; elektronika, bahan peledak, dokumen, racun dan seterusnya.
4.      Unsur Pelaksana
Jumlah mereka disesuaikan dengan ukuran operasi.
Karakteristik mereka:
  • Sabar, sabar dan sabar.
  • Berani, pantang mundur, nekat, dan punya jiwa berkorban.
  • Disiplin dan gesit
  •  Punya tekad kuat
Peran mereka:
  • Melaksanakan operasi. Keberhasilan semua mata rantai operasi tergantung pada kualitas pelaksanaan ini, baik dalam hal pelaksanaan operasi, menyamar maupun menghindar dari musuh.
Keahlian mereka:
  • Mahir dalam menggunakan senjata ringan
  • Mahir dalam pertarungan tangan kosong dan menggunakan silet.
  •  Bagus dalam menyerang; maju, bersinergi, menghindar.
  • Mahir dalam mengendarai beragam alat transportasi; sepeda motor, mobil, perahu, pesawat dan lain-lain.
Demikianlah gambaran umum dan ideal bagi pasukan yang ditugaskan melakukan banyak operasi. Tapi ada juga pasukan yang dirancang untuk melakukan satu jenis operasi saja. Contoh terbaik adalah komandan Anas Al-Kandari. Pasukannya melakukan semua rangkaian operasi dengan baik, dari A sampai Z. Pasukannya termasuk contoh terbaik dalam pelaksanaan operasi, yang tentu saja harus ditingkatkan terus sesuai kebutuhan zaman agar kita memiliki pasukan yang ideal.
Dengan pola yang saya terangkan di atas, sebaiknya satu kelompok (regu) beranggotakan sekitar 15 mujahid, yang bisa ditingkatkan maksimal 20 mujahid tergantung kebutuhan operasi. Tapi untuk operasi di kota, saya sarankan untuk tidak lebih dari 20 orang, untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan.
Beberapa saran:
  • Unsur pimpinan yang harus memilih tim pelaksana operasi. Sesama tim tidak boleh saling tahu tugasnya. Komunikasi dijalin melalui pimpinan, sama sekali jangan ada komunikasi antar sesama tim.
  • Penting untuk diperhatikan, bahwa anggota tim harus tetap melaksanakan kehidupannya sehari-hari sebagaimana biasa, sementara aktifitas jihadnya dilakukan pada waktu senggang saja.
  • Semakin sedikit jumlah anggota tim, akan semakin mudah mencapai keberhasilan operasi.
  • Semakin baik dalam menepati waktu berkomunikasi, akan makin berpengaruh dalam kesuksesan operasi.
  • Persoalan paling kritis adalah penarikan anggota tim dari lokasi operasi sesudah operasi (serangan) dilaksanakan. Lobang ini yang sering membuat mujahidin terperosok dalam kegagalan. Barangkali pertimbangan ini yang menyebabkan tanzim Al-Qaidah lebih memilih aksi syahid dalam operasinya untuk mengantisipasi problem penarikan yang rumit ini. Maka bagi pimpinan untuk merancang dengan cermat mekanisme penarikan anggota dari lokasi operasi, melebihi perhatiannya terhadap rencana serangan itu sendiri.
  • Jika ada orang yang tidak berkompeten mengetahui posisi salah seorang anggota tim, maka ia harus segera memisahkan diri dari tim dan pindah ke daerah baru untuk bergabung dengan tim yang baru pula.
  • Kesuksesan operasi tergantung tingkat kerahasiaan. Kerahasiaan (sirriyah) terbaik adalah saat Anda tampak sebagai orang biasa dan tidak mengundang curiga. Maka jika ada sesuatu yang bisa mengundang kecurigaan orang lain, Anda tak layah melakukan pekerjaan rahasia.
Kami menyarankan sepada saudara semua yang membentuk kelompok operasi sipil, hendaknya menjadikan apa yang saya jelaskan di muka sebagai acuan, tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Bagi koordinator lapangan, hendaknya jangan hanya mengulang standar operasi yang telah dikuasai, tapi ia harus selalu meningkatkannya dan mengembangkannya sesuai tuntutan operasi yang terus berkembang.
Bentuk Kedua: Membentuk kekuatan semi terorganisir (majmu’at ‘ishabat) di tempat-tempat sepi.
Contoh ideal adalah katibah, yang terbentuk secara otomatis dengan pertambahan jumlah pasukan. Mulai dari jamaah, lalu menjadi fashilah, lalu sariyyah, lalu katibah. Penamaan ini serupa dengan nama-nama yang digunakan pada pasukan reguler. Bedanya, dalam komposisi pasukan yang membentuknya dan keahliannya. Ia dibentuk sesuai kebutuhan lapangan, luas area operasi dan kepentingannya.
Pengorganisasian dan pembentukan jamaah ‘ishabat (kelompok gerilya).
Semuanya dimulai dari jamaah (kelompok). Kelompok gerilya biasanya didukung dengan semua keahlian pada tahap awal. Jumlah personalnya hingga 25 orang, yang meliputi semua keahlian yang dibutuhkan, yaitu:
Komandan dan wakilnya                       : 2 orang
Penyandang senapan ringan                   : 2 orang
Pelontar roket m/d*                               : 2 orang
Pelontar roket m/t                                  : 2 orang
Ahli topografi                                        : 2 orang
Ahli komando                                        : 2 orang
Tenaga kesehatan                                   : 2 orang
Ahli bahan peledak dan ranjau              : 6 orang
Pembawa senapan & senjata                  : 2 orang
Pemburu
Ahli komunikasi
Jika banyak membawa pelontar roket anti tank yang sekali tembak, yang membawa cukup satu orang, tidak perlu dua orang.
Fashilah terdiri dari empat jamaah (kelompok), sariyah terdiri dari empat fashilah, dan katibah terdiri dari empat sariyah. Satu sariyah meliputi luas area 50 km2.
Secara organisasi, setiap jamaah (kelompok/regu) membawa perbekalannya masing-masing, dan mebangun sendiri gudang makanan dan amunisi di daerah operasinya sehingga siklus konsumsi dan penyimpanan bisa berjalan baik.
Peran mereka:
Secara strategi, mereka tidak berhadapan langsung dengan musuh, tapi bekerja di garis belakang pasukan, di markas logistik dan gudang amunisi. Mereka juga bertugas menyiapkan bunker pengintaian yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Perang gerilya bertumpu pada seni mengelabuhi, sebagaimana ungkapan zaman dahulu:
“Jika kita memiliki kemampuan tertentu, kita harus menampakkan berbeda di mata musuh. Bila kita mampu bergerak, kita harus tampakkan tidak mampu bergerak. Bila dekat, kita tampakkan jauh. Jika jauh, kita tampakkan dekat. Jika musuh bergerak, kita diam. Jika musuh berhenti, kita sergap mereka. Jika musuh maju, kita pancing agar tambah maju. Jika musuh sibuk atau gentar, kita serang dengan tiba-tiba. Jika musuh banyak, kita siapkan untuk menghadapinya. Jika musuh kuat, kita menghindar. Jika musuh marah, kita buat mereka gemetar ketakutan. Jika musuh merendah, kita pancing kemarahannya. Jika musuh tenang, kita sibukkan mereka. Jika musuh bersatu, kita pecah mereka. Intai musuh di tempat yang mereka tidak siap. Pergilah ke tempat yang tiada mereka duga. Inilah strategi yang akan membawa kepada kemenangan”.
Jamaah (kelompok/regu) tak boleh berdiam di satu lokasi selama dua hari. Ini merupakan peringatan bagi semua anggota pasukan. Saya yakin, jika saja ada sekelompok ikhwan (Arab) yang mempu membebaskan sebagian wilayah dan menjadikannya sebagai basis pasukan gerilya… saya yakin syaikh Usamah bin Ladin dan para pembantunya akan pindah ke situ, agar bisa mengendalikan perang dari wilayah Arab.
Keempat:
Senjata yang digunakan
Di kota, pasukan menggunakan senjata ringan, mulai dari silet, pistol, senapan, dan senapan mesin. Juga pelontar roket, roket anti pesawat, racun, dan peledak. Harus juga memiliki keahlian merubah alat-alat biasa menjadi senjata yang bisa membunuh. Misalnya pesawat berubah menjadi rudal. Gas LPG menjadi bom atau racun. Bensin dan minyak tanah berubah menjadi bom molotov.
Di daerah sepi, pasukan gerilya bisa mengandalkan senjata api dan peledak. Mereka juga harus memanfaatkan senjata ringan hingga berat sesuai kebutuhan perang.
Saya ulangi lagi, para ikhwan hendaknya memiliki dan menyimpan senjata dan amunisi. Sebab bisa jadi akan datang saatnya kita tak menemukan senjata, sebagaimana saya katakan bahwa misi musuh adalah melucuti senjata dari tangan umat Islam demi memudahkan dalam menguasai mereka.
Kelima:
Tempat operasi
Pada tataran politik:
Mengumumkan kepada masyarakat internasional, apapun kelas sosial yang etnisnya, di manapun dan dengan sarana apapun, masjid, selebaran, seminar, muktamar, perkumpulan-perkumpulan, surat kabar, majalah, kaset, video, radio, televisi, internet, mengerahkan massa seperti demonstrasi, pemogokan, dan semua tekanan yang bersifat politik.
Pada tataran militer:
Ada dua medan; ilmiah dan konvensional.
1-            Medan ilmiah:
Merupakan jihad dalam bentuk modern, yang hanya sedekit kader umat yang menguasainya. Meliputi tiga keahlian; elektronik, biologi dan kimia. Bisa jadi ada keahlian lain yang urgensinya setara dengan ketiga keahlian tersebut, yang saya belum mengetahuinya.
Elektronik: dengan cara melumpuhkan perangkat elektronik musuh, untuk menciptakan kepanikan dan kekacauan baik berkaitan dengan pengelolaan aset, militer, keamanan, dan sosial. Juga kekacauan pada sistem informasi yang berbasis komputer, dalam hal pengendalian pekerjaan, penyimpanan data rahasia, kontrol terhadap peluru kendali dan lain-lain. Bagi para ahli IT muslim untuk mencurahkan tenaga dan kemampuan untuk membuat virus yang bisa melumpuhkan sistem informasi mereka, sehingga mereka perlu mengeluarkan biaya besar untuk memeliharanya. Selain itu, agar musuh kehilangan dokumen rencana aksi sehingga mereka tak tahu harus berbuat apa.
Biologi: musuh menyerang kita dengan semua jenis penyakit. Bahkan mereka menjadikan beberapa daerah sebagai ajang riset biologi. Mereka menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan. Maka bagi para pakar biologi muslim untuk membalas kejahatan mereka ini.
Kimia: Beberapa saat yang lalu kita mendengar pasukan Amerika dan Inggris terkena racun. Tujuh bulan yang lalu, kita mendengar di Kabul tak kurang dari 400 tentara Inggris terkena racun (penyakit) kulit, 100 di antaranya dalam kondisi parah. Sepekan yang lalu juga terdengar kabar bahwa 100 prajurit Amerika terkena racun. Kejadian ini bukan menimpa satu atau dua orang, tapi dalam jumlah besar sehingga memicu kekhawatiran dan teror diam-diam buat mereka. Bagaimana jika kita mampu memanfaatkannya untuk menteror Amerika di tanah mereka sendiri? Mereka tiap hari memuntahkan bom (baik pintar maupun goblog) yang membunuh ratusan wanita dan anak-anak kita. Apakah karena anak-anak dan wanita kita tak ada harganya tak ada reaksi dari umat?
2-            Medan konvensional:
Bertumpu pada beberapa hal, utamanya:
·   Persiapan yang matang sebelum berperang
·   Mengendalikan peperangan dan memilih sasaran dengan akurat.
Persiapan keorganisasian:
Agar peperangan yang kita masuki berhasil dengan gemilang, kita harus mengorganisirnya dengan seksama agar keberlangsungannya terjaga. Selain itu, agar senjata, perbekalan, amunisi dan semua kebutuhan kita dalam melawan musuh dapat kita gunakan dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan pesan tersirat hadits Nabi: “dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku”.
Hal-hal terpenting terkait dengan masalah ini adalah:
  • Memilih senjata yang baik dan sesuai dengan karakter medan, memperhatikan faktor penggunaan, harga, spesifikasi, dan taktik yang dipilih sesuai dengan medan.
  • Memilih amunisi yang baik, agar senjata yang mahal ini tak sia-sia di tangan kita. Harus mempertimbangkan kuantitas yang cukup, dan penyimpanan yang baik sehingga tak rusak disebabkan kelembaban.
  • Menyediakan bahan peledak dalam jumlah yang cukup dan menyimpannya dengan baik.
  • Menyediakan senjata anti pesawat. Musuh sangat mengandalkan pesawat, tidak berani maju kecuali jika dikawal pesawat tempur dan medannya kosong. Para ikhwan harus bisa mendapatkan senjata ini, baik yang jarak dekat maupun jarak jauh. Barangkali Cina atau Rusia memiliki senjata yang kita butuhkan.
  • Menyiapkan obat-obatan dan tenaga medis, agar para korban bisa ditangani langsung di lokasi.
Kesimpulannya, persiapan yang matang sebelum memasuki kancah peperangan akan memudahkan dalam meraih kemenangan. Jangan sampai mengorbankan aspek persiapan teknis dibanding aspek operasinya sendiri.
Pengorganisasian perang:
Untuk masuk ke kancah peperangan, kita harus membekali diri dengan berbagai informasi mendasar, sebagai bahan membuat kebijakan dan merumuskan aksi. Diantaranya informasi tentang musuh, dengan mencermati musuh. Menakar kemampuan kita, baik secara organisasi maupun menyerang. Analisa ini disebut studi kekuatan. Melalui analisa dan informasi tersebut, kita bisa merumuskan rencana aksi yang matang.
Termasuk hal penting, mengenali taktik strategi musuh secara militer dalam peperangan yang akan datang. Taktik strategi mereka bisa diringkas dalam tiga pilar utama:
Penggunaan kakuatan udara dalam menggempur markas perlawanan di darat dan satuan tempur agar wilayah kita terpecah dan komunikasi antar kita putus.
Penggunaan agen munafiq dari warga pribumi demi menunjang kekuatan darat, untuk membuka jalan penyerangan.
Pengorganisasian perang dalam perspektif kekuatan kita
Benar bahwa musuh memiliki kekuatan udara dahsyat yang sulit untuk kita kejar, tapi berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah kita lelui tak selalu bermakna mereka bisa bergerak maju tanpa didukung pasukan darat. Ini menjadi titik kelemahan pertama buat musuh. Adapun titik kelemahan utama terletak pada perilaku tentara Amerika yang dikenal dengan sebutan marinir atau komando. Tentara ini meski mendapat pelatihan yang luar biasa, tapi faktanya mereka belum siap tempur. Mereka hanya ahli dalam menerima wilayah kosong, tak dipenuhi tentara kita atau tak bersenjata.
Secara singkat bisa saya katakan, Amerika selalu menderita kekalahan saat bertempur di darat melawan umat Islam, baik di Somalia maupun Afghanistan. Mereka menderita kekalahan yang bahkan malu untuk mengakuinya. Sejatinya kita kuat secara darat, dan rasanya kita juga bisa mengungguli kekuatan udara Amerika.
Saya yakin bisa, tapi dengan melakukan dua hal:
Pertama; memancingnya keluar dari pertempuran.
Caranya dengan melakukan operasi terhadap pangkalan udara yang menjadi mitra koalisi Yahudi Salibis yang ada di tanah kita; di Mesir, Saudi, Yaman, Aman, Qatar, Bahrain, Emirat, Kuwait, perairan Teluk, Yordania, Palestina dan Turki.
Kita harus melakukannya, karena pangkalan-pangkalan ini ada di tanah kita. Ironis, dari pangkalan itu saudara-saudara kita dibunuh musuh, dan wanita kita dipermalukan, seperti halnya di Iraq. Maka kita harus mengerahkan segenap kekuatan untuk menyerang pangkalan tersebut dan meledakkannya; pangkalan dan seluruh pesawatnya. Operasi ini bisa dilakukan di laut, dengan menyerang kapal induk musuh. Di darat, dengan menyerang pangkalan udara. Di udara, dengan menembaknya saat melintas di udara.
Kedua; mengurung musuh dalam jarak dekat
Taktik ini saya rekomendasikan buat para mujahidin di Iraq. Yaitu mencari tempat yang cocok untuk menggiring pasukan darat musuh ke situ, biarkan hingga benar-benar masuk dalam jebakan, lalu serang dari jarak dekat. Dalam situasi kacau dan area yang sempit membuat musuh tak efektif menggunakan kekuatan udara karena tak bisa membedakan target. Pengalaman ini diceritakan oleh ikhwan yang terlibat dalam pertempuran di Kandahar melawan kaum munafiq lokal yang didukung kekuatan udara Amerika. Rekomendasi ini bukan hasil imajinasi penulis, tapi hasil pengalaman lapangan nyata, yang berhasil mendulang kemenangan dengan ijin Allah. Baca juga pengalaman pengepungan bandara Khost tahun 1990.
Keberhasilan-keberhasilan ini membuat kami yakin, taktik ini bisa sukses juga jika dilakukan oleh ihkwan mujahidin di Iraq. Dengan taktik ini diharapkan kita bisa mematahkan kehebatan kekuatan udara Amerika.
Saya perlu ulangi, dalam hal memilih sasaran operasi pada fase ini, semua kemungkinan yang terbuka boleh dilakukan, mengacu pada firman Allah ( وإن عوقبتم فعاقبوا بمثل ما عوقبتم به  ) jika kamu membalas, maka lakukan sesuai apa yang kalian derita dari musuh. Faktanya, kekuatan kafir dunia sama sekali tak mempertimbangkan kehormatan kita (sisi kemanusiaan), dan ini memang sudah menjadi strategi dasar mereka.
Oleh karenanya, target-target yang bisa kita bidik diantaranya yang paling utama adalah ekonomi, dan target lain yang akan melukai mereka, misalnya warga negara musuh, lembaga pengembangan nuklir mereka, jaringan komputer, sarana militer, jaringan darat seperti listrik, air, jalan dan jembatan. Juga pusat-pusat spiritual mereka, pusat-pusat bisnis mereka, perkumpulan, gudang minyak bumi dan lain-lain. Setiap ahli dari umat ini harus ambil bagian, dengan memilih target yang susuai dengan keahliannya. Operasi ini harus meliputi seluruh wilayah di muka bumi yang mampu kita jangkau. Khususnya di kawasan Timur Tengah yang menjadi medan tempur utama.
Pade fase ini, kita harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Pemisahan pasukan tempur; mujahidin bersama umat Islam dalam satu kubu, melawan kubu koalisi Yahudi Salibis dan rejim-rejim yang menjadi anteknya.
  • Tidak memberi toleransi sama sekali terhadap musuh, tapi menghadapinya dengan puncak kekerasan dan teror. Kita sudah banyak membuktikan pilihan ini efektif.
  • Pantang menyerah dalam mempertahankan lokasi.
  • Melancarkan peperangan bersama ‘umat bersenjata’.
  • Memperluas area pertempuran yang meliputi seluruh jengkal tanah di muka bumi.
  • Menyiapkan mental dan spiritual untuk pertarungan panjang.
Sungguh tepat ungkapan syair Arab, yang artinya:
Jangan kamu memotong ekor ular lalu melepasnya – jika kamu mau, pegang kepalanya agar ikut ekornya.
Meski musuh menampakkan cinta – tapi jika suatu hari mendapat peluang, pasti menerkammu.
Beberapa misi khusus:
Tentang a’immatul kufr
Terdapat perbedaan antara a’immatul kufr yang ada di tengah umat Islam dengan yang ada di Barat. Di Barat – kita tahu – mereka memiliki sistem yang sudah mapan dalam pergantian kepemimpinan, maka jangan menyibukkan diri dengan menjadikan pemimpin kafir Barat sebagai sasaran pembunuhan. Siapapun pemimpinnya sudah terpola untuk bekerja demi kepentingan rakyatnya. Oleh karenanya, pemimpin yang tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya bisa jatuh.
Sementara di dunia Islam, ada pemimpin yang perlu dieksekusi, agar tercipta konflik internal dan memberi peluang politis buat kita untuk melaksanakan agenda kemenangan. lengsernya Fahd sekarang, meski karena faktor kesehatan, memicu konflik di tubuh elit pemerintah, dan ini bisa dijadikan peluang untuk melumpuhkan keluarga Saud dari kekuasaan. Dampaknya, Amerika bisa kehilangan mitra strategisnya.
Pemimpin Yaman sekarang, perlu dieksekusi sebelum terlanjur menyerahkan tanah Yaman kepada Barat. Imbasnya, akan memberi kelonggaran politis bagi gerakan Islam untuk keluar dari Yaman ke negara-negara tetangga. Kita harus tahu, bebasnya rakyat Yaman yang siap tempur, merupakan kunci pembebasan dan kemenangan Jazirah Arab. Sesuatu yang dikhawatirkan oleh Barat. Rakyat Yaman merupakan muslim yang zuhud (sederhana), yang kelelakiannya belum terkebiri oleh kemakmuran. Bangsa petarung (muqatil), yang akrab dengan senjata. Kepada para pemuda Yaman, saya sarankan untuk mengeksekusi dua pemimpinnya. Tapi jangan sampai membuat kita lupa dengan menyerang  unsur koalisi Yahudi Salibis, karena kedua sasaran ini saling berkait satu sama lain.
Demikian pula Pakistan, sangat penting untuk mengeksekusi pemimpinnya Pervez Musharraf, demi kebebasan rakyat. Bangsa Pakistan boleh disebut sebagai salah satu inti umat Islam. Maka lenyapnya Musharraf bisa membantu mengatasi persoalan di Afghanistan, dan mengembalikan imarah islamiyah di sana. Demikian pula, kita tidak boleh mengabaikan kekuatan koalisi Yahudi Salibis  yang masih bercokol di sana, karena saling berkaitan satu sama lain.
Adapun pemimpin Teluk lain eksekusinya tidak memberi keuntungan strategis, karena tak ada harganya. Mereka hanya boneka, bahkan pasukan keamanan dikendalikan oleh asing. Oleh karenanya, lebih strategis di tempat-tempat ini fokus menyerang kepentingan koalisi.
Demikian pula pemimpin di dunia Islam lain, tak ada keuntungannya secara strategis. Maka kita sebaiknya fokus pada kepentingan koalisi Yahudi Salibis.
Dan wilayah yang jauh dari pusaran konflik, seperti di Asia Tenggara, kita cukup menjadikan anasir koalisi Yahudi Salibis denagai sasaran operasi.
Catatan terkait tema pemimpin ini:
Termasuk hal yang penting untuk diingat, bahwa Barat lebih menyukai kepemimpinan dengan pola kerajaan dibanding demokrasi di negeri-negeri muslim, terutama di negara Teluk. Mereka menganggap kerajaan lebih bisa mengakomodasi kepentingan Barat dibanding demokrasi yang berpotensi munculnya penentangan dari rakyat terhadap pemerintah, kuatnya sentimen nasionalisme, bahkan agama.
Dengan kerajaan, rakyat seolah terbelah dalam kelas-kelas, yang semuanya menjadi budak bagi keluarga raja. Rakyat memandang raja sebagai manusia suci. Pola pikir ini pula yang membuat Barat mendukung pewarisan kekuasaan kepada putra pemimpin, meski bentuk negara adalah republik.
Minyak bumi dahulu menjadi senjata kita dalam melawan Barat. Tapi kini, justru menjadi faktor kelemahan karena berada di tangan pemimpin yang banci. Tapi kita harus mengembalikannya sebagai senjata, sesuai tahap-tahap pertarungan.
Tahap pertama, kita memutus jalur suplai minyak di Teluk atau bahkan di seluruh dunia. Bentuknya, menyerang kapal pengangkut minyak yang terkait dengan kepentingan koalisi Yahudi Salibis. Al-Qaidah pernah berhasil menyerang kapal Perancis di tengah laut. Termasuk dalam rangkaian tahap ini, membunuh para pekerja Barat yang bekerja di perusahaan-perusahaan perminyakan di Teluk.
Tahap kedua, kita menutup produksi minyak sehingga Barat tak bisa mendapatkan bahan bakar dengan cara apapun. Agar mereka yang menyandarkan hidupnya dari minyak merasakan hari tanpa minyak setetespun, tidak seperti hari ini mereka berfoya-foya dengan minyak.
Catatan penting:
Saat kita berhasil membebaskan beberapa wilayah dari cengkeraman musuh dan menawan pasukan musuh, kita harus segera menggunakannya untuk pertukaran tawanan dengan mujahidin yang kini mendekam di Guantanamo. Misi ini harus selalu ada di benak kita, tak boleh lupa sampai kapanpun.
Catatan lain:
Kita harus meningkatkan kemampuan mujahidin agar tercapai keseimbangan kekuatan dengan musuh sehingga bisa mencegah mereka menggunakan senjata pemusnah masal.]
Operasi istisyhadiyah dan pembunuhan warga sipil kafir Barat menjadi kunci pembuka kemenangan dan senjata strategis kita.
Kita harus memanfaatkan laut untuk operasi dan penyerangan. Tempat-tempat yang dijaga ketat di pantai, agak longgar jika ditembus dari arah laut.
Menyerang pangkalan udara Amerika yang ada di tanah kita bisa menjadi pukulan telak bagi proyek Amerika yang lain.
Kata Penutup
Mereka mengatakan bahwa pasukan Iraq memperkosa wanita Kuwait (saat perang Teluk pertama). Saya katakan, saat pasukan Iraq memperkosa wanita Kuwait, para wanita tersebut melawan dan mempertahankan kehormatannya sampai mati. Tapi kini, pemerintah Kuwait sendiri yang menyediakan tanah airnya sebagai tempat yang nyaman bagi tentara Salib.
Sungguh, diperkosanya wanita muslimah dalam keadaan melawan lebih ringan dibanding ‘perselingkuhan’ pemerintah boneka terhadap musuh. Apa yang dilakukan pahlawan Anas Al-Kandari dan mereka yang mengikuti jejaknya tak ada maksud kecuali membersihkan kehormatan kaum muslimin dari pelecehan kaum Salib, dan pembelaan saudara seiman (rakyat Iraq).
Maka saya nasehatkan kepada para lelaki umat ini, di kawasan Teluk khususnya, dan Yaman, Mesir, serta wilayah umat Islam lain… untuk peperangan inilah kalian ditunggu! Kalian mau memilih yang mana; mati sebagai lelaki atau hidup dalam kehinaan !
Keenam:
Fase-fase perang sipil/gerilya
Para tokoh perang sipil membagi perang ini menjadi tiga fase utama:
Fase Pertama: Melumpuhkan musuh
Fase ini merupakan tahap paling panjang dalam rangkaian perang sipil/gerilya, benturannya paling keras dan paling tinggi perhatian kedua belah pihak. Kemenangan hanya milik pihak yang sabar. Pihak kuat berupaya sekuat tenaga untuk melenyapkan musuh yang lemah, baik secara militer dengan serangan paling mematikan maupun secara politik dengan mengisolasinya dari habitat sosialnya sehingga tidak memiliki dukungan publik lokal di lapangan. Isolasi ini juga dilakukan pada tataran global sehingga tidak mendapatkan simpati dari masyarakat internasional.
Untuk itu, kita yang berada dalam barisan musuh koalisi Yahudi Salibis untuk melakukan dua hal:
1-            Militer:
Melanjutkan serangan pada sendi-sendi sensitif dalam rangka merusak soliditas musuh. Baik secara ekonomi, politik, keamanan, sosial, psikologis maupun militer. Tujuannya untuk merongrong pemerintahan musuh, mengurangi potensi perlawanannya, dan melemahkan kemampuannya dalam mengawal rakyatnya di manapun. Pukulan ini mesti dilakukan dengan cara:
a.             Dilakukan di bumi umat Islam di seluruh dunia, terutama di kawasan Timur Tengah. Suatu pukulan yang secara kalkulasi mampu dilakukan masyarakat. Masyarakat berkewajiban menjadikan wilayah mereka sebagai kuburan bagi musuh.
b.            Dilakukan di bumi musuh – koalisi Yahudi Salibis. Pukulan ini memerlukan persiapan detail dan kemampuan yang tinggi. Poin ini menjadi tugas organisasi-organisasi jihad. Tapi jika ada kelompok di tengah umat yang mampu melakukannya, boleh melakukannya.
c.             Dilakukan di sepanjang wilayah musuh – koalisi Yahudi Salibis – di seluruh dunia. Persiapan untuk operasi ini lebih mudah dibanding poin di atas.
d.            Operasi yang dilakukan untuk menyerang pasukan musuh, di area belakang, di tempat-tempat santai mereka, tanpa berhadapan langsung. Operasi ini berguna untuk melemahkan kepercayaan diri musuh dalam memelihara nyawanya sendiri. Bila menjaga nyawanya sendiri saja tidak bisa, bagaimana bisa bertempur?
Basis mujahidin dalam melakukan rangkaian operasi ini adalah perkotaan. (Bandingkan dengan perang Beirut, Terusan Sues, dan pertempuran yang terjadi di Palestina hingga kini). Hal ini disebabkan ada pandangan bahwa kepemimpinan lokal harus mengosongkan pemerintah dari unsur umat Islam sebelum dilakukan operasi, agar tidak menjadi korban. Pandangan ini tentu baik dalam kasus dan masuk akal secara tinjauan keamanan, tapi hanya cocok di wilayah musuh di seluruh dunia. Demi menghindari perdebatan ini, sementara kita bisa mengusulkan dua pilihan:
Kita pindah ke daerah (propinsi) lain atau negara lain, yang relatif bersih dari unsur umat Islam
Atau memindahkan basis perlawanan di wilayah-wilayah sepi meski di negara muslim. Kita memiliki banyak wilayah sepi di dunia Islam, misalnya pegunungan Yaman, Sarrah, Tihamah, Tursina, Gunung Hijau, pegunungan Maroko, hutan belantara Sudan, pegunungan Kurdistan, pegunungan Afghanistan dan Pakistan, hutan-hutan di Asia Tenggara dan seterusnya.
Tapi jangan lupa – setidaknya dalam keyakinan kami – bahwa perkotaan lebih ‘sepi’ di tengah belantara jutaan manusia, dengan catatan; jika kita mampu mengelola aspek keamanan dengan baik, karena senjata musuh ‘tumpul’ di wilayah perkotaan.
2-             Politik
1.            Tidak melibatkan diri dalam pertarungan melawan musuh sama sekali. Kita tak boleh terkecoh dengan kemenangan taktis melawan musuh, karena hakekatnya musuh masih lebih kuat dibanding kita. Musuh masih berpeluang menghancurkan kita baik secara politik maupun militer. Mereka selalu waspada dengan potensi ini. Saya yakin, keunggulan kita yang sesungguhnya adalah saat kita memasuki babak akhir pertarungan, saat musuh bersiap menanda-tangani kekalahan, dan menerima syarat permanen yang kita kehendaki.
2.            Memanfaatkan hasil-hasil pukulan yang kita lancarkan, melalui semua peluang politis yang tersedia, pada dua tataran:
·   Tataran musuh dan sistemnya; dengan melahirkan gap antara rejim penguasa dengan rakyatnya (internal) dan mengikis pengaruhnya (eksternal). Agenda ini bertujuan menciptakan kerapuhan pada bangunan politiknya, dan menyiapkan atmosfir yang kondusif bagi lahirnya pembangkangan dari para pengikut setianya.
·   Tataran umat dan anasirnya. Pukulan yang kita lancarkan diharapkan mendekatkan umat kepada barisan kita, ditinggalkannya barisan rejim, dan umat mulai melepaskan diri dari semua belitan sistem rejim dan perangkatnya.
Fase ini sedang kita lalui, dan ada baiknya pembicaraan kita berhenti di sini. Kita serahkan perkembangan selanjutnya kepada mekanisme lapangan, mengikuti tuntutan situasi, kondisi dan kemampuan para komandan lapangan dalam mengendalikan pertempuran.
Fase kedua: Tercapainya keseimbangan kekuatan (at-tawazun); saat dimulainya menampati pangkalan (markas) dan menggunakan senjata berat.
Fase ketiga: Pukulan akhir (al-hasm); saat mengorganisir kekuatan dan menginfasi kota-kota.
Penyebab mengapa saya enggan membahas lebih lanjut (fase kedua dan ketiga) karena saya meminta masukan dari para ahli dan ulama. Saya memprediksi akan lahirnya dua kemungkinan pada babak akhir fase pertama. Kemungkinan pertama; fase pertama akan bergeser menjadi pemberontakan (revolusi) sipil dahsyat yang memupus tuntas rejim yang ada dan menggantinya dengan sistem politik baru. Prediksi saya ini didasari banyaknya kesamaan pencapaian fase pertama dengan situasi dan kondisi yang umumnya memicu revolusi sipil. Kemungkinan kedua; berlanjutnya mata rantai perang sipil dan gerilnya. Insya’Allah setelah nanti saya kaji lebih lanjut dan berdiskusi dengan para ahli, saya akan tulis kembali persoalan ini.
Ketujuh:
Kepemimpinan militer (qiyadah ‘askariyah).
Saya tegaskan sebelum membahas tema ini lebih jauh, bahwa kemenangan hanya dari Allah swt. Caranya, dengan melakukan tawakkal sesuai standar dan menempuh pranata sebab akibat. Ilmu dan seni militer (praktek lapangan) sesuai fase-fase yang terjadi, bukan semata dengan mengetahui kemampuan kita dan kemampuan musuh kita, tapi juga dengan mengikuti prinsip-prinsip pertempuran susuai jenis pertempuran dan babak peperangan yang sedang berlangsung. Oleh karenanya, diperlukan rumusan bentuk pertarungan dan metode serangan. Lebih dari itu, kepemilikan senjata bukan kunci kemenangan, tapi juga soal bagaimana menggunakan senjata. Perang meliputi pengetahuan yang luas, dan seni perang berguna dalam mengaplikasikan teori perang di alam nyata. Oleh sebab itu, boleh dikata kemampuan memimpin perang merupakah bakat, jika tidak memilikinya akan lebih mudah mengalami kegagalan.
Imam Syafi’i rodhiyallohu anhu di kitabnya, al-umm, mengatakan: “Tak sepatutnya Amirul Mukminin mengangkat panglima perang kecuali orang yang baik agamanya, pemberani secara fisik, mudah bertaubat, ahli dalam peperangan, pantang mundur saat terdesak, berani maju saat menyerang, tajam dalam analisa politik dan mahir dalam memimpin pasukan. Panglima harus memimpin pasukannya dengan kesatuan derap langkah dalam ketaatan, mampu memanfaatkan peluang untuk meraih kemenangan, dan hendaknya pakar (ahlul ijtihad) dalam persoalan jihad.”
Orang bijak bilang, panglima perang dipilih karena kecakapannya dalam memimpin pertempuran, wara’ berhati lembut tapi dermawan dan pemberani. Nasr bin Siyar – rahimahullah – berkata, “Semua pembesar dunia sepakat, panglima perang hendaknya memiliki sepuluh sifat terpuji yang dimiliki binatang. Pemberani seperti ayam jago, penyayang seperti ayam betina, hati seperti singa, licik seperti musang, penjebak seperti serigala, waspada seperti burung, sabar seperti anjing dan seterusnya…”
Saya tujukan nasehat kepada semua panglima dan komandan, terutama komandan perang. Keberanian dan pengetahuan militer Anda harus dilengkapi dengan sifat-sifat berikut:
Karakter psikis; jiwa berkorban untuk orang lain, bukan mental egois. Jujur, dewasa, lapang dada, sabar menerima siksaan dan ujian dalam perjalanan jihad. Teguh dalam idealisme, tak goyah, dan yakin dengan pertolongan Allah. Terampil dalam mengambil inisiatif dan kreatif, zuhud terhadap dunia dan terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Para panglima harus memiliki sifat lapang dada, dewasa, rasa sayang terhadap pasukannya tak kalah dengan kasih sayang ibu terhadap anaknya. Panglima mesti lapang dada terhadap kekeliruan yang dilakukan pasukannya. Perhatiannya tertuju pada upaya perbaikan kekeliruan. Panglima harus lapang dada dalam mendengar keluhan, tanpa bersikap kasar sehingga bisa menjadi teladan dalam pendidikan dan dakwah. Panglima harus dewasa menyikapi apa yang tak sesuai dengan keinginannya, dalam rangka memelihara keutuhan dan merekatkan hubungan.
Sosok yang dihiasi dengan kepribadian mulia di atas – diantaranya jiwa berkorban, tidak egois, rindu berjumpa Allah – merupakan teladan yang kita rindukan. Jiwa mulia yang dipicu oleh kejujuran kepada diri sendiri, jujur dalam mengorbankan diri sendiri sebelum orang lain. Kaum muda yang ada di Palestina dan para pemuda yang terinspirasi oleh Al-Qaidah menjadi bukti nyata kejujuran generasi pemegang panji jihad. Darah mereka akan selalu menyalakan api semangat di hati umat, dan menjadi parfum yang mengharumkan perjalanan umat. Sementara darah para pemuda yang menyusul di belakang mereka akan menumbuhkan perlawanan dan menghantarkan kepada kemenangan.
Panglima dan pemimpin jihad harus memiliki sifat sabar menerima ujian dan kekalahan dalam perjalanannya, teguh dalam idealisme, tak goyah meski dihantam berbagai peristiwa, yakin akan kemenangan dari Allah meski pertempuran berlangsung lama dan berbagai ujian mendera. Dahulu orang bijak berkata, ujian yang tak sampai mematahkan punggung, justru akan menguatkan seseorang. Generasi kita bukan generasi pertama yang menikmati ujian. Semenjak Adam as hingga Allah menutup lembar kisah dunia, tak ada pribadi, kelompok dan negara yang beriman kecuali akan menanggung ujian dan cobaan. Tak berbeda, apakah mereka menjemput kematian, atau kematian yang mengunjungi mereka. Keyakinan mereka tak bergeser; apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih langgeng. Dunia hanya tempat singgah menuju negeri abadi, negeri akhirat.
Kemampuan mengambil inisiatif dan mental kreatif bukan semata di alam wacana, oleh karenanya tidak terpenjara oleh gagasan dan eksperimen orang lain. Tapi juga bagaimana mampu mengambil pengalaman orang lain dan memberinya nilai tambah sesuai kekhususan kebutuhan. Al-Qaidah berada di garda depan dalam hal ini. Ia mampu mengambil pelajaran dari pengalaman lokal dan kawasan, untuk dipoles dalam eksperimen pertarungan global. Sasarannya dibatasi pada koalisi internasional. Jika koalisi internasional telah dipecah dan dipatahkan, kondisi ini menjadi penghantar kepada kemenangan yang dicita-citakan. Dikuatkan dengan penyatuan barisan umat dengan meretas sekat-sekat nasionalisme yang ditulis oleh Kristen penjajah.
Sementara zuhud pada dunia dan pada apa yang ada di tangan orang lain, termasuk kesempurnaan pribadi mujaahid. Contoh yang akan saya ketengahkan lagi-lagi tentang Al-Qaidah, organisasi yang terpatri di benakku dan saya berharap terpatri terus selamanya.
Menurut hemat saya, Al-Qaidah mengusung obsesi umat dan problematikanya. Tak pernah terdengar mereka berambisi mencari dunia, jabatan, atau kepemimpinan. Mereka mengibarkan panji Islam, maju pantang mundur mengguncang berhala kekefiran dan para pemujanya. Mereka berharap, panji yang mereka kibarkan pada saatnya nanti akan diserahkan kepada generasi penerus demi merampungkan perjalanan membela Islam.
Mereka tak merasa sebagai penghulu umat Islam. Bahkan mereka berharap munculnya pemimpin yang akan mempersatukan umat. Contoh terbaik mereka tunjukkan tatkala muncul sosok Mulla Umar sebagai Amirul Mukminin di Afghanistan.
Saya teringat pada awal dekade 90-an saat saya masih remaja di Afghanistan. Kala itu, kaum muda, kalangan tua dan seluruh elemen umat Islam menanti-nanti datangnya sosok pemimpin yang dicintai Allah yang akan mempersatukan mujahidin di Afghanistan. Mereka menyangka, sosok yang diimpikan itu ada pada diri salah satu dari tokoh-tokoh jihad legendaris kala itu – Sayyaf, Hikmatyar, Yunus Khalis. Tapi Allah berkehendak lain, muncul tokoh tak dikenal sebagai jawaban atas harapan mereka – Mulla Umar. Tiap generasi melahirkan tokohnya sendiri, sesuai kehendak Allah.
Saya tegaskan kembali nasehatku ini untuk para panglima dan komandan lapangan, ada pelajaran berharga di balik rangkaian peristiwa perang sipil dalam meningkatkan kecakapan para komandan. Pelajaran tentang kemampuan memikul beban pukulan musuh baik secara mental, spiritual dan lapangan. Sebagaimana kita ketahui dari rangkaian peperangan yang terjadi melawan kebrutalan Amerika dan Rusia. Musuh membumi-hanguskan kota-kota dan melenyapkannya dari peta negara (Vietnam, Afghanistan, Cechnya) baik bangunan maupun penududuknya. Musuh menyembelih penduduk, menangkap pejuang, mengusir warga, menodai kesucian para wanita, membunuh anak-anak, memaksa murtad penduduk, menghapus tradisi lokal, dan memperbudak warga dalam kerja paksa di perkebunan.
Tapi para komandan dan panglima tak surut melawan, bahkan bisa mengendalikan peristiwa. Mereka terus melancarkan pukulan, memetik buahnya, tabah dalam menapaki pertarungan hingga mampu menghayati dinamikanya. Bahkan mampu memberikan kerugian dan kehinaan kepada musuh. Mereka mampu membangun basis untuk menampung mereka yang memiliki keneranian untuk melawan. Singkatnya, jika kebanyakan orang boleh mundur dan lari dari pertempuran, adalah haram bagi para pengibar panji perjuangan.
Ada pelajaran lain. Pertempuran yang terjadi, medannya terbatasi garis teritorial negara tertentu. Luluh lantak kota-kota dan desanya. Lalu bagaimana pertempuran yang akan terjadi, yang wilayahnya tanpa batas? Bukan hanya kota yang hancur, bahkan satu negera bisa lenyap dari peta. Bahkan boleh jadi peta negara-negara di dunia akan direvisi merujuk pada hasil pertempuran yang belum rampung hingga kini. Ya, akan ada banyak suku dan bangsa yang lenyap, bahkan mungkin lebih banyak yang kita duga.
Pembicaraan kita tentang komandan pasukan atau panglima, jangan dikacaukan dengan komandan regu. Meski kriteria untuk panglima tidak masuk, bisa jadi kita terima untuk komandan regu. Komandan regu hanya memimpin 20 orang, dengan wilayah operasi terbatas, bukan seperti pasukan besar.
Terakhir:
Refleksi ini saya tulis berdasarkan pembacaan terhadap berbagai eksperimen jihad yang terjadi. Juga dari pengalaman pribadi penulis di kancah jihad Afghanistan dalam berbagai episodenya. Saya tulis refleksi ini sebagai saran dan nasehat, untuk semua kader jihad, baik para alumni kamp Al-Faruq maupun seluruh elemen umat Islam. Harapan saya, refleksi ini bisa menjadi batu pijakan untuk melangkah pada episode jihad selanjutnya.
Kita harus dengan cermat melihat karakteristik jihad masa depan, dengan memiliki elastisitas (kelenturan) dalam menyikapinya agar bisa menyesuaikan diri dengan tuntutannya. Prestasi jihad kita yang akan datang akan sangat ditentukan oleh kenyataan lapangan, kesiapan seluruh anasir umat, kecakapan para panglima dalam mengawal pertempuran, dan tentu saja terlebih dahulu mengikut kehendak dan taqdir Allah. Kita memohon kepada Allah agar membimbing kita dan umat Islam kepada apa yang baik untuk Islam dan kaum muslimin.
Sebagai penutup, saya mohon kepada para ikhwan yang membaca tulisan ini agar jangan menjadikan refleksi ini sekedar wacana yang dibahas berpanjang-panjang di majlis. Tapi hendaknya segera mentransfernya kepada sahabatnya, dan bersungguh-sungguh dalam mencari ridha Allah. Kepentinganku hanyalah membimbing tangan umat menuju tanah harapan, tanah kemenangan dan kedamaian. Saya tidak menulis refleksi ini untuk menjadi petaka bagiku dan bagi para pembaca. Saya berlindung kepada Allah untuk mengingatkan sesuatu tapi melupakannya.
Saya akhiri dengan hadits Nabi sholollohu alaihi wasallam:
Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amalan yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang Allah masukkan ke hati muslim, atau membuang kesulitan dari muslim, atau membayarkan hutangnya, atau mengenyangkannya dari lapar. Sungguh aku berjalan bersama saudara (seiman) dalam upaya menyelesaikan urusannya, lebih aku sukai dari I’tikaf di masjjid ini – masjid Nabawi di Madinah – satu bulan. Siapa yang menahan amarahnya, Allah akan tutupi auratnya. Siapa yang menahan emosinya – padahal jika ia mau bisa meluapkan emosinya – Allah akan penuhi hatinya dengan harapan pada hari Kiamat. Siapa yang berjalan bersama saudaranya dalam upaya menyelesaikan urusannya hingga tuntas, Allah akan mantapkan pijakan kakinya pada hari kaki-kaki banyak terpeleset. Sesungguhnya akhlaq yang buruk akan merusak amal, sebagaimana cuka akan merusak madu. (Hadits shahih, silsilah shahihah no. 906)
Saya pamit, semoga pengawasan Alloh mengiringi langkah Anda !
Saudara kalian,
HAZIM AL MADANI
Ya Alloh, bukankah sudah hamba sampaikan!?
Ya Alloh, saksikanlah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar