Macam-macam Perang
Kita di sini hanya akan menjelaskan apa yang
relevan, agar menjadi landasan kebijakan kita. Bagi yang ingin lebih luas, bisa
ditambah dengan membaca sendiri eksperimen-eksperimen
jihad yang ada dan membaca literatur kemiliteran.
Perang Konvensional
Secara sederhana bisa dianggap sebagai perang antara
dua kekuatan militer resmi menggunakan senjata dengan daya rusak terbatas dan
mengikuti kalkulasi taktik dan strategi militer.
Perang Non-Konvensional
Perang yang menggunakan senjata non konvensional
seperti senjata pemusnah masal (kimia, atom, biologi …) atau perang yang
dilakukan dengan taktik khusus.
Perang Gerilya (perang sipil)
Perang yang dilakukan oleh pihak lemah melawan
kekuatan raksasa. Disebut juga perang seribu tusukan, perang dengan memukul
bagian belakang, perang hit and run, perang ada tiada (maksudnya
orangnya ada tapi tak tampak oleh musuh), atau perang rakyat (perang sipil).
Pengantar Perang Gerilya
Tema ini panjang, tapi akan saya ringkas dalam tujuh
poin saja:
- Lahir dan berkembangnya
- Teori operasi
- Organisasi
- Senjata yang digunakan
- Medan operasi
- Fase-fasenya
- Kepemimpinan militer
Pertama:
Jenis perang ini umumnya lahir dari inisiatif
masyarakat dalam rangka pembebasan, baik dari kekuasaan rejim zalim yang
berkuasa hanya dengan kelompok minoritas (kroninya) yang tidak mewakili
aspirasi mayoritas, maupun dari musuh eksternal yang hendak menguasai
masyarakat dan merampas harta kekayaannya. Maka muncul secara alamiah tokoh
masyarakat yang menyuarakan penentangan dan perlawanan agar terbebas dari
belenggu ini. Berikutnya, dinamika ini bermetamorfosis menjadi gerakan politik
yang kelak berubah menjadi organisasi solid yang memiliki pimpinan dan memiliki
agenda yang jelas dengan pengikut yang loyal.
Jika agendanya bernada ‘perubahan’ (penggantian
kekuasaan) bukan reformasi bertahap, akan ditindak
oleh penguasa dengan represif. Bahkan pemerintah akan melakukan pembunuhan
terhadap tokoh-tokohnya. Tekanan atau pembunuhan ini akan menciptakan
kekosongan politik bagi para pengikut, di sisi lain mereka menghadapi
intimidasi berupa penjara, siksaan atau bahkan pembunuhan serupa. Kelompok ini
bertahan dengan berbagai ujian dalam rangka melanjutkan misi agar menuai
dukungan masyarakat sebanyak mungkin. Di sisi lain muncul kesadaran bahwa
betapapun hebohnya perjuangan politik tanpa didukung kekuatan militer yang
berfungsi melindunginya, hanya menjadi lamunan dan fatamorgana.
Sambil membangun komunikasi dengan masyarakat dan
‘menikmati’ berbagai intimidasi, mereka berupaya membangun kembali organisasi
secara militer dengan tingkat kerahasiaan maksimal. Dari sini lahir kelompok
petempur yang komposisinya berasal dari kantong-kantong pendukung di seantero
negeri. Berlanjut dengan operasi rahasia untuk mengeksekusi a’immatul kufr
(tokoh-tokoh kafir), perangkat rejim, pendukung dan simbol-simbolnya. Operasi
ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru negeri. Tapi biasanya ada daerah yang
lebih sulit dibanding yang lain.
Ketika ini terjadi, secara alami operasi akan
mencari tempat yang lebih mudah, atau tempat yang kontrol dari rejim relatif
lemah, atau tempat yang menjadi basis pendukung. Sebab akan berlanjut dengan membangun
kekuatan tempur yang lebih besar dan lebih terorganisir. Kelak pasukan ini akan
beroperasi bersama atau dalam kelompok-kelompok sesuai pilihan musuh yang
menjadi target. Juga mempertimbangkan taktik yang sesuai, yaitu dengan
menyerang secara rahasia, menyebar dan tak mau bermarkas di satu tempat.
Biasanya kekuatan ini bersinergi dengan pemimpin politik dalam menggerakkan
pertempuran di wilayah perkotaan dan di pegunungan (tempat-tempat sepi).
Kita (kekuatan jihad) berada di antara dua musuh,
penjajah dan rejim penguasa. Di sisi lain, kita memiliki kepemimpinan politik
dan jihad. Bagi yang berkiprah di lahan jihad, cukup membagi dunia dalam dua
kubu. Umat Islam sudah tahu dua kubu ini, dan mereka berhasrat kuat untuk ikut
melakukan pembebasan dan perubahan (revolusi). Tapi mereka membutuhkan basis
komunitas umat yang kokoh, yang bisa dijadikan pilot project bagi
operasi-operasi militer melawan penjajah. Dengan ini, kesadaran permusuhan
mengakar, barisan bersatu, syubuhat lenyap, tersingkap kedok, dan wacana ini
meresap hingga sumsum umat Islam. Akhirnya tidak ada lagi tabir yang menutupi
kejahatan rejim penguasa, dan tidak ada lagi penghalang bagi mujahidin untuk
melakukan operasi melawan rejim penguasa secara terbuka.
Kedua:
Agar persoalan ini lebih jelas, saya mencoba
bertanya. Apakah terbayang di tengah situasi dan kondisi seperti ini lalu ada
salah seorang pemimpin di dunia Islam (Arab dan non Arab) memobilisir
pasukannya untuk dihadapkan kepada kekuatan koalisi Yahudi Salibis? Sekali
lagi, apakah terbayang ada kesempatan bagi umat Islam untuk mendirikan daulah
Islamiyah yang bertugas menyiapkan pasukan untuk menghadapi kekuatan tersebut?
Menurut hemat saya, jawabannya tidak. Menurut saya,
yang terjadi adalah justru mengibarkan panji-panji jihad, yang tak perlu alamat
dan tempat tapi mendulang dukungan moral dan material dari umat. Panji-panji
ini mengorganisir perang sipil di seluruh dunia, mengawal pelaksanaan operasi
dan serangan kepada koalisi internasional hingga pecah tercerai-berai. Serangan
dan pukulan ini harus dipilih dengan seksama, dengan mengambil sasaran
terbatas, mempertimbangkan tahap-tahap dan mekanisme operasi, dan sarana yang
sesuai syariat. Kita tidak dibenarkan pindah ke tahap berikutnya kecuali
setelah situasi dan kondisi mengijinkan. Kita harus mengarahkan serangan yang
penuh berkah ini terhadap koalisi Yahudi Salibis di berbagai tempat. Panji kita
harus diterima di Barat, demikian pula di Timur, untuk kemudian bertemu di
tanah yang penuh berkah.
Ketiga:
Organisasi-organisasi yang dilahirkan
kekuatan sipil, adalah:
- Organisasi politik, yakni gerakan pemikiran yang matang, yang memiliki agenda perubahan yang jelas.
- Organisasi militer, yaitu organ yang bersifat rahasia, yang berwujud lengan yang kuat dan tongkat pentungan yang keras. Bentuknya ada dua macam:
- Kelompok-kelompok klandestin di wilayah perkotaan (tempat ramai)
- Kekuatan semi terorganisir di tempat-tempat sepi, daerah yang telah dibebaskan, tempat yang kontrol dari rejim atau penjajah relatif lemah, atau wilayah yang menjadi basis pendukung. Kekuatan ini lazim dikenal sebagai kekuatan sipil/gerilya, sebagaimana perlawanan yang mereka lakukan dikenal sebagai perang sipil/gerilya (harbul ‘ishabat).
Bentuk pertama; kelompok klandestin.
Satu
kelompok terdiri dari empat unsur utama:
1. Unsur pimpinan, yang terdiri
dari dua orang; pemimpin kelompok dan wakilnya.
Karakteristik
pemimpinannya:
a.
Memiliki
sikap bijak (al-hikmah) dan dewasa (al-hilmu).
Bijak dalam artian menyadari bahwa wilayah operasinya hanya seluas kota
yang menjadi tanggung-jawabnya, tapi memiliki hubungan batin dengan pemimpin
lebih tinggi meski tak ada kaitan secara organisasi. Dan dewasa dalam artian
mengendalikan anak buahnya dan menyiapkan mereka untuk perang di ranah politik,
keamanan (intelijen) dan militer.
b.
Memiliki
keahlian politik dan organisasi. Keahlian politik untuk peka mengendus realita
dan memilih kebijakan yang tepat kapan saja, tanpa perlu konsultasi dengan
pimpinan yang lebih tinggi. Boleh jadi kebijakannya tak memiliki kaitan yang
logis dengan kebijakan pimpinan, tapi dipertemukan dalam kesatuan misi dan
dalam kerangka maslahat agama dan umat Islam. Sementara keahlian organisasi,
untuk meminimalisir kesalahan dalam menyusun urutan agenda.
c.
Memiliki
kecakapan menonjol secara militer, misalnya keberanian, kemampuan memimpin,
bagus dalam menyusun rencana, dan memiliki wawasan yang luas tentang dunia
militer.
d.
Memiliki
kemampuan dalam mengajak orang lain.
Peran
unsur pimpinan:
a.
Memilih
dan memobilisir tenaga yang memiliki keahlian khusus dalam jihad dari warga
masyarakat di sekitarnya, atau teman sekolahnya, atau teman kerjanya.
b.
Melatih
kelompok-kelompok yang ada sesuai spesialisasinya.
c.
Merapikan
mekanisme komunikasi antara pimpinan dengan kelompok-kelompok tersebut dengan
aman.
d.
Menyediakan
pendanaan yang dibutuhkan untuk operasi, atau untuk tenaga full timer sesuai
kebutuhan – sesuatu yang tidak kami rekomendasikan (memilih orang tertentu
untuk full timer) kecuali dalam kondisi darurat.
e.
Memiliki
kemampuan dalam membuat planing operasi; memilih sasaran, mengumpulkan
informasi intelijen, membuat rencana operasi, menyiapkan logistik operasi,
melatih semua pelaku operasi sesuai rencana, melaksanakan operasi, keluar dari
tempat operasi, dan merancang pengamanan pasca operasi. Semua hal tersebut
harus dipersiapkan matang sebelum operasi digelar.
2.
Unsur penggali informasi tentang musuh
Unsur
ini tak lebih dari empat orang, dibagi menjadi dua, masing-masing dua orang.
Karakteristik
unsur ini:
- Memiliki keahliah dalam menggali informasi dan menyusunnya secara tertulis
- Memiliki kemampuan personal aproach terhadap orang lain, dan pandai membuka pembicaraan.
- Memiliki kemampuan teknis, seperti memotret dan menggambar
- Bagus dalam bekerja dan memiliki reaksi yang cepat terhadap situasi dan kondisi.
- Berwawasan luas, menguasai bahasa asing, dan mahir dalam mengoperasikan komputer (IT)
- Ulet dalam menggali informasi hingga tuntas
Peran
mereka:
- Menganalisa sasaran yang ditetapkan pimpinan dengan sekasama
- Menghadirkan potret situasi keamanan di daeran sasaran kepada pimpinan secara detail dan realistis
- Membuat laporan survey lokasi, bukan hasil analisa tentang lokasi. Laporan ini disebut ‘berkas sasaran’ yang memuat semua informasi yang berkaitan dengan sasaran operasi, secara tertulis, gambar dan foto jika dimungkinkan.
Keahliah
khusus mereka:
- Ahli gambar
- Ahli fotografi
- Ahli komunikasi
Masing-masing
keahlian dia atas telah lulus training intelijen, dan masing-masing bagus dalam
menggambar, memotret dan berkomunikasi. Pasti ada salah seorang yang memiliki
kepakaran dalam salah satu bidang, maka ia yang akan mengawal pelaksanaan detil
masalahnya.
3.
Unsur pendukung teknis operasi
Hendaknya
jangan lebih dari empat orang, yang terdiri dari dua unsur; teknis dan
manajemen organisasi.
Karakteristik
mereka:
- Memiliki mental pekerja keras
- Memiliki kepekaaan keamanan yang tinggi
- Mahir dalam menjalin komunikasi
- Bermental tenang, bersyaraf baja, tapi memiliki kewaspadaan tinggi
Peran
mereka:
- Menyiapkan keperluan teknis operasi
- Menyediakan logistik dan senjata yang dibutuhkan operasi
- Menyiapkan rumah-rumah yang aman sebelum dan sesudah operasi
- Menyediakan dokumen perjalanan sebelum dan sesudah operasi
- Menguasai peta dan jalan-jalan, baik jalan biasa maupun ‘jalan tikus’.
Keahlian
mereka:
- Unsur pakar manajemen organisasi, yang mampu membeli senjata dan mengamankannya, menyewa rumah dan mobil, menguasai teknis penyimpanan dan pembuatan gudang, dan memiliki hubungan yang baik dengan tim dokter.
- Unsur ahli teknik; elektronika, bahan peledak, dokumen, racun dan seterusnya.
4.
Unsur Pelaksana
Jumlah
mereka disesuaikan dengan ukuran operasi.
Karakteristik
mereka:
- Sabar, sabar dan sabar.
- Berani, pantang mundur, nekat, dan punya jiwa berkorban.
- Disiplin dan gesit
- Punya tekad kuat
Peran
mereka:
- Melaksanakan operasi. Keberhasilan semua mata rantai operasi tergantung pada kualitas pelaksanaan ini, baik dalam hal pelaksanaan operasi, menyamar maupun menghindar dari musuh.
Keahlian
mereka:
- Mahir dalam menggunakan senjata ringan
- Mahir dalam pertarungan tangan kosong dan menggunakan silet.
- Bagus dalam menyerang; maju, bersinergi, menghindar.
- Mahir dalam mengendarai beragam alat transportasi; sepeda motor, mobil, perahu, pesawat dan lain-lain.
Demikianlah
gambaran umum dan ideal bagi pasukan yang ditugaskan melakukan banyak operasi.
Tapi ada juga pasukan yang dirancang untuk melakukan satu jenis operasi saja.
Contoh terbaik adalah komandan Anas Al-Kandari. Pasukannya melakukan semua
rangkaian operasi dengan baik, dari A sampai Z. Pasukannya termasuk contoh
terbaik dalam pelaksanaan operasi, yang tentu saja harus ditingkatkan terus
sesuai kebutuhan zaman agar kita memiliki pasukan yang ideal.
Dengan
pola yang saya terangkan di atas, sebaiknya satu kelompok (regu) beranggotakan
sekitar 15 mujahid, yang bisa ditingkatkan maksimal 20
mujahid tergantung kebutuhan operasi. Tapi untuk operasi di kota, saya sarankan
untuk tidak lebih dari 20 orang, untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan.
Beberapa
saran:
- Unsur pimpinan yang harus memilih tim pelaksana operasi. Sesama tim tidak boleh saling tahu tugasnya. Komunikasi dijalin melalui pimpinan, sama sekali jangan ada komunikasi antar sesama tim.
- Penting untuk diperhatikan, bahwa anggota tim harus tetap melaksanakan kehidupannya sehari-hari sebagaimana biasa, sementara aktifitas jihadnya dilakukan pada waktu senggang saja.
- Semakin sedikit jumlah anggota tim, akan semakin mudah mencapai keberhasilan operasi.
- Semakin baik dalam menepati waktu berkomunikasi, akan makin berpengaruh dalam kesuksesan operasi.
- Persoalan paling kritis adalah penarikan anggota tim dari lokasi operasi sesudah operasi (serangan) dilaksanakan. Lobang ini yang sering membuat mujahidin terperosok dalam kegagalan. Barangkali pertimbangan ini yang menyebabkan tanzim Al-Qaidah lebih memilih aksi syahid dalam operasinya untuk mengantisipasi problem penarikan yang rumit ini. Maka bagi pimpinan untuk merancang dengan cermat mekanisme penarikan anggota dari lokasi operasi, melebihi perhatiannya terhadap rencana serangan itu sendiri.
- Jika ada orang yang tidak berkompeten mengetahui posisi salah seorang anggota tim, maka ia harus segera memisahkan diri dari tim dan pindah ke daerah baru untuk bergabung dengan tim yang baru pula.
- Kesuksesan operasi tergantung tingkat kerahasiaan. Kerahasiaan (sirriyah) terbaik adalah saat Anda tampak sebagai orang biasa dan tidak mengundang curiga. Maka jika ada sesuatu yang bisa mengundang kecurigaan orang lain, Anda tak layah melakukan pekerjaan rahasia.
Kami
menyarankan sepada saudara semua yang membentuk kelompok operasi sipil,
hendaknya menjadikan apa yang saya jelaskan di muka sebagai acuan, tentu saja
disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Bagi koordinator lapangan, hendaknya
jangan hanya mengulang standar operasi yang telah dikuasai, tapi ia harus
selalu meningkatkannya dan mengembangkannya sesuai tuntutan operasi yang terus
berkembang.
Bentuk Kedua: Membentuk kekuatan semi
terorganisir (majmu’at ‘ishabat) di tempat-tempat sepi.
Contoh
ideal adalah katibah, yang terbentuk secara otomatis dengan pertambahan
jumlah pasukan. Mulai dari jamaah, lalu menjadi fashilah, lalu sariyyah,
lalu katibah. Penamaan ini serupa dengan nama-nama yang digunakan pada
pasukan reguler. Bedanya, dalam komposisi pasukan yang membentuknya dan
keahliannya. Ia dibentuk sesuai kebutuhan lapangan, luas area operasi dan
kepentingannya.
Pengorganisasian
dan pembentukan jamaah ‘ishabat (kelompok gerilya).
Semuanya
dimulai dari jamaah (kelompok). Kelompok gerilya biasanya didukung dengan semua
keahlian pada tahap awal. Jumlah personalnya hingga 25 orang, yang meliputi
semua keahlian yang dibutuhkan, yaitu:
Komandan
dan wakilnya : 2
orang
Penyandang
senapan ringan : 2 orang
Pelontar
roket m/d* : 2 orang
Pelontar
roket m/t : 2 orang
Ahli
topografi : 2 orang
Ahli
komando : 2 orang
Tenaga
kesehatan :
2 orang
Ahli
bahan peledak dan ranjau : 6 orang
Pembawa
senapan & senjata : 2 orang
Pemburu
Ahli
komunikasi
Jika
banyak membawa pelontar roket anti tank yang sekali tembak, yang membawa cukup
satu orang, tidak perlu dua orang.
Fashilah terdiri dari
empat jamaah (kelompok), sariyah terdiri dari empat fashilah,
dan katibah terdiri dari empat sariyah. Satu sariyah
meliputi luas area 50 km2.
Secara
organisasi, setiap jamaah (kelompok/regu) membawa perbekalannya masing-masing,
dan mebangun sendiri gudang makanan dan amunisi di daerah operasinya sehingga
siklus konsumsi dan penyimpanan bisa berjalan baik.
Peran
mereka:
Secara
strategi, mereka tidak berhadapan langsung dengan musuh, tapi bekerja di garis
belakang pasukan, di markas logistik dan gudang amunisi. Mereka juga bertugas
menyiapkan bunker pengintaian yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Perang gerilya
bertumpu pada seni mengelabuhi, sebagaimana ungkapan zaman dahulu:
“Jika
kita memiliki kemampuan tertentu, kita harus menampakkan berbeda di mata musuh.
Bila kita mampu bergerak, kita harus tampakkan tidak mampu bergerak. Bila
dekat, kita tampakkan jauh. Jika jauh, kita tampakkan dekat. Jika musuh
bergerak, kita diam. Jika musuh berhenti, kita sergap mereka. Jika musuh maju,
kita pancing agar tambah maju. Jika musuh sibuk atau gentar, kita serang dengan
tiba-tiba. Jika musuh banyak, kita siapkan untuk menghadapinya. Jika musuh
kuat, kita menghindar. Jika musuh marah, kita buat mereka gemetar ketakutan.
Jika musuh merendah, kita pancing kemarahannya. Jika musuh tenang, kita
sibukkan mereka. Jika musuh bersatu, kita pecah mereka. Intai musuh di tempat yang
mereka tidak siap. Pergilah ke tempat yang tiada mereka duga. Inilah strategi
yang akan membawa kepada kemenangan”.
Jamaah
(kelompok/regu) tak boleh berdiam di satu lokasi selama dua hari. Ini merupakan
peringatan bagi semua anggota pasukan. Saya yakin, jika saja ada sekelompok
ikhwan (Arab) yang mempu membebaskan sebagian wilayah dan menjadikannya sebagai
basis pasukan gerilya… saya yakin syaikh Usamah bin Ladin dan para pembantunya
akan pindah
ke situ, agar bisa mengendalikan perang dari wilayah Arab.
Keempat:
Senjata yang digunakan
Di kota, pasukan menggunakan senjata ringan, mulai
dari silet, pistol, senapan, dan senapan mesin.
Juga pelontar roket, roket anti pesawat, racun, dan peledak. Harus juga
memiliki keahlian merubah alat-alat biasa menjadi senjata yang bisa membunuh.
Misalnya pesawat berubah menjadi rudal. Gas LPG menjadi bom atau racun. Bensin
dan minyak tanah berubah menjadi bom molotov.
Di daerah sepi, pasukan gerilya bisa mengandalkan
senjata api dan peledak. Mereka juga harus memanfaatkan senjata ringan hingga
berat sesuai kebutuhan perang.
Saya ulangi lagi, para ikhwan hendaknya memiliki dan
menyimpan senjata dan amunisi. Sebab bisa jadi akan datang saatnya kita tak
menemukan senjata, sebagaimana saya katakan bahwa misi musuh adalah melucuti senjata dari tangan umat Islam demi
memudahkan dalam menguasai mereka.
Kelima:
Tempat operasi
Pada tataran politik:
Mengumumkan kepada masyarakat internasional, apapun
kelas sosial yang etnisnya, di manapun dan dengan sarana apapun, masjid,
selebaran, seminar, muktamar, perkumpulan-perkumpulan, surat kabar, majalah,
kaset, video, radio, televisi, internet, mengerahkan massa seperti demonstrasi,
pemogokan, dan semua tekanan yang bersifat politik.
Pada tataran militer:
Ada dua medan; ilmiah dan konvensional.
1-
Medan
ilmiah:
Merupakan jihad dalam bentuk modern, yang hanya
sedekit kader umat yang menguasainya. Meliputi tiga keahlian; elektronik,
biologi dan kimia. Bisa jadi ada keahlian lain yang urgensinya setara dengan
ketiga keahlian tersebut, yang saya belum mengetahuinya.
Elektronik: dengan cara melumpuhkan perangkat
elektronik musuh, untuk menciptakan kepanikan dan kekacauan baik berkaitan
dengan pengelolaan aset, militer, keamanan, dan sosial. Juga kekacauan pada
sistem informasi yang berbasis komputer, dalam hal pengendalian pekerjaan,
penyimpanan data rahasia, kontrol terhadap peluru kendali dan lain-lain. Bagi
para ahli IT muslim untuk mencurahkan tenaga dan kemampuan untuk membuat virus
yang bisa melumpuhkan sistem informasi mereka, sehingga mereka perlu
mengeluarkan biaya besar untuk memeliharanya. Selain itu, agar musuh kehilangan
dokumen rencana aksi sehingga mereka tak tahu harus berbuat apa.
Biologi: musuh menyerang kita dengan semua jenis
penyakit.
Bahkan mereka menjadikan beberapa daerah sebagai ajang riset biologi. Mereka
menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan. Maka bagi para pakar biologi
muslim untuk membalas kejahatan mereka ini.
Kimia: Beberapa saat yang lalu kita mendengar
pasukan Amerika dan Inggris terkena racun. Tujuh bulan yang lalu, kita
mendengar di Kabul tak kurang dari 400 tentara Inggris terkena racun (penyakit)
kulit, 100 di antaranya dalam kondisi parah. Sepekan yang lalu juga terdengar
kabar bahwa 100 prajurit Amerika terkena racun. Kejadian ini bukan menimpa satu
atau dua orang, tapi dalam jumlah besar sehingga memicu kekhawatiran dan teror
diam-diam buat mereka. Bagaimana jika kita mampu memanfaatkannya untuk menteror
Amerika di tanah mereka sendiri? Mereka tiap hari memuntahkan bom (baik pintar
maupun goblog) yang membunuh ratusan wanita dan anak-anak kita. Apakah karena
anak-anak dan wanita kita tak ada harganya tak ada reaksi dari umat?
2-
Medan
konvensional:
Bertumpu
pada beberapa hal, utamanya:
· Persiapan yang
matang sebelum berperang
· Mengendalikan
peperangan dan memilih sasaran dengan akurat.
Persiapan keorganisasian:
Agar peperangan yang kita masuki berhasil dengan
gemilang, kita harus mengorganisirnya dengan seksama agar keberlangsungannya
terjaga. Selain itu, agar senjata, perbekalan, amunisi dan semua kebutuhan kita
dalam melawan musuh dapat kita gunakan dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan
pesan tersirat hadits Nabi: “dan
dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku”.
Hal-hal terpenting terkait dengan masalah ini
adalah:
- Memilih senjata yang baik dan sesuai dengan karakter medan, memperhatikan faktor penggunaan, harga, spesifikasi, dan taktik yang dipilih sesuai dengan medan.
- Memilih amunisi yang baik, agar senjata yang mahal ini tak sia-sia di tangan kita. Harus mempertimbangkan kuantitas yang cukup, dan penyimpanan yang baik sehingga tak rusak disebabkan kelembaban.
- Menyediakan bahan peledak dalam jumlah yang cukup dan menyimpannya dengan baik.
- Menyediakan senjata anti pesawat. Musuh sangat mengandalkan pesawat, tidak berani maju kecuali jika dikawal pesawat tempur dan medannya kosong. Para ikhwan harus bisa mendapatkan senjata ini, baik yang jarak dekat maupun jarak jauh. Barangkali Cina atau Rusia memiliki senjata yang kita butuhkan.
- Menyiapkan obat-obatan dan tenaga medis, agar para korban bisa ditangani langsung di lokasi.
Kesimpulannya, persiapan yang matang sebelum
memasuki kancah peperangan akan memudahkan dalam meraih kemenangan. Jangan
sampai mengorbankan aspek persiapan teknis dibanding aspek operasinya sendiri.
Pengorganisasian perang:
Untuk masuk ke kancah peperangan, kita harus
membekali diri dengan berbagai informasi mendasar, sebagai bahan membuat
kebijakan dan merumuskan aksi. Diantaranya informasi tentang musuh, dengan
mencermati musuh. Menakar kemampuan kita, baik secara organisasi maupun
menyerang. Analisa ini disebut studi kekuatan. Melalui analisa dan informasi
tersebut, kita bisa merumuskan rencana aksi yang matang.
Termasuk hal penting, mengenali taktik strategi
musuh secara militer dalam peperangan yang akan datang. Taktik strategi mereka
bisa diringkas dalam tiga pilar utama:
Penggunaan kakuatan udara dalam menggempur markas
perlawanan di darat dan satuan tempur agar wilayah kita terpecah dan komunikasi
antar kita putus.
Penggunaan agen munafiq dari warga pribumi demi
menunjang kekuatan darat, untuk membuka jalan penyerangan.
Pengorganisasian perang dalam perspektif
kekuatan kita
Benar bahwa musuh memiliki kekuatan udara dahsyat
yang sulit untuk kita kejar, tapi berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah
kita lelui tak selalu bermakna mereka bisa bergerak maju tanpa didukung pasukan
darat. Ini menjadi titik kelemahan pertama buat musuh. Adapun titik kelemahan
utama terletak pada perilaku tentara Amerika yang dikenal dengan sebutan
marinir atau komando. Tentara ini meski mendapat pelatihan yang luar biasa,
tapi faktanya mereka belum siap tempur. Mereka hanya ahli dalam menerima
wilayah kosong, tak dipenuhi tentara kita atau tak bersenjata.
Secara singkat bisa saya katakan, Amerika selalu
menderita kekalahan saat bertempur di darat melawan umat Islam, baik di Somalia
maupun Afghanistan. Mereka menderita kekalahan yang bahkan malu untuk
mengakuinya. Sejatinya kita kuat secara darat, dan rasanya kita juga bisa
mengungguli kekuatan udara Amerika.
Saya yakin bisa, tapi dengan melakukan dua hal:
Pertama; memancingnya
keluar dari pertempuran.
Caranya dengan melakukan operasi terhadap pangkalan
udara yang menjadi mitra koalisi Yahudi Salibis yang ada di tanah kita; di
Mesir, Saudi, Yaman, Aman, Qatar, Bahrain, Emirat, Kuwait, perairan Teluk,
Yordania, Palestina dan Turki.
Kita harus melakukannya, karena pangkalan-pangkalan
ini ada di tanah kita. Ironis, dari pangkalan itu saudara-saudara kita dibunuh
musuh, dan wanita kita dipermalukan, seperti halnya di Iraq. Maka kita harus
mengerahkan segenap kekuatan untuk menyerang pangkalan tersebut dan
meledakkannya; pangkalan dan seluruh pesawatnya. Operasi ini bisa dilakukan di
laut, dengan menyerang kapal induk musuh. Di darat, dengan menyerang pangkalan
udara. Di udara, dengan menembaknya saat melintas di udara.
Kedua; mengurung musuh dalam jarak
dekat
Taktik ini saya rekomendasikan buat para mujahidin
di Iraq. Yaitu mencari tempat yang cocok untuk menggiring pasukan darat musuh
ke situ, biarkan hingga benar-benar masuk dalam jebakan, lalu serang dari jarak
dekat. Dalam situasi kacau dan area yang sempit membuat musuh tak efektif
menggunakan kekuatan udara karena tak bisa membedakan target. Pengalaman ini
diceritakan oleh ikhwan yang terlibat dalam pertempuran di Kandahar melawan
kaum munafiq lokal yang didukung kekuatan udara Amerika. Rekomendasi ini bukan
hasil imajinasi penulis, tapi hasil pengalaman lapangan nyata, yang berhasil
mendulang kemenangan dengan ijin Allah. Baca juga pengalaman pengepungan
bandara Khost tahun 1990.
Keberhasilan-keberhasilan ini membuat kami yakin,
taktik ini bisa sukses juga jika dilakukan oleh ihkwan mujahidin di Iraq.
Dengan taktik ini diharapkan kita bisa mematahkan kehebatan kekuatan udara
Amerika.
Saya perlu ulangi, dalam hal memilih sasaran operasi
pada fase ini, semua kemungkinan yang terbuka boleh dilakukan, mengacu pada
firman Allah ( وإن عوقبتم فعاقبوا بمثل ما عوقبتم به )
jika kamu membalas, maka lakukan sesuai apa yang kalian derita dari musuh.
Faktanya, kekuatan kafir dunia sama sekali tak mempertimbangkan kehormatan kita
(sisi kemanusiaan), dan ini memang sudah menjadi strategi dasar mereka.
Oleh karenanya, target-target yang bisa kita bidik
diantaranya yang paling utama adalah ekonomi, dan target lain yang akan melukai
mereka, misalnya warga negara musuh, lembaga pengembangan nuklir mereka,
jaringan komputer, sarana militer, jaringan darat seperti listrik, air, jalan
dan jembatan. Juga pusat-pusat spiritual mereka, pusat-pusat bisnis mereka,
perkumpulan, gudang minyak bumi dan lain-lain. Setiap ahli dari umat ini harus
ambil bagian, dengan memilih target yang susuai dengan keahliannya. Operasi ini
harus meliputi seluruh wilayah di muka bumi yang mampu kita jangkau. Khususnya
di kawasan Timur Tengah yang menjadi medan tempur utama.
Pade fase ini, kita harus memiliki
karakteristik sebagai berikut:
- Pemisahan pasukan tempur; mujahidin bersama umat Islam dalam satu kubu, melawan kubu koalisi Yahudi Salibis dan rejim-rejim yang menjadi anteknya.
- Tidak memberi toleransi sama sekali terhadap musuh, tapi menghadapinya dengan puncak kekerasan dan teror. Kita sudah banyak membuktikan pilihan ini efektif.
- Pantang menyerah dalam mempertahankan lokasi.
- Melancarkan peperangan bersama ‘umat bersenjata’.
- Memperluas area pertempuran yang meliputi seluruh jengkal tanah di muka bumi.
- Menyiapkan mental dan spiritual untuk pertarungan panjang.
Sungguh tepat ungkapan syair Arab, yang artinya:
Jangan kamu memotong ekor ular lalu
melepasnya – jika kamu mau, pegang kepalanya agar ikut ekornya.
Meski musuh menampakkan cinta – tapi
jika suatu hari mendapat peluang, pasti menerkammu.
Beberapa misi khusus:
Tentang a’immatul kufr
Terdapat perbedaan antara a’immatul kufr yang ada di
tengah umat Islam dengan yang ada di Barat. Di Barat – kita tahu – mereka
memiliki sistem yang sudah mapan dalam pergantian kepemimpinan, maka jangan
menyibukkan diri dengan menjadikan pemimpin kafir Barat sebagai sasaran
pembunuhan. Siapapun pemimpinnya sudah terpola untuk bekerja demi kepentingan
rakyatnya. Oleh karenanya, pemimpin yang tidak memperhatikan kepentingan
rakyatnya bisa jatuh.
Sementara di dunia Islam, ada pemimpin yang perlu
dieksekusi, agar tercipta konflik internal dan memberi peluang politis buat
kita untuk melaksanakan agenda kemenangan. lengsernya Fahd sekarang, meski
karena faktor kesehatan, memicu konflik di tubuh elit pemerintah, dan ini bisa
dijadikan peluang untuk melumpuhkan keluarga Saud dari kekuasaan. Dampaknya,
Amerika bisa kehilangan mitra strategisnya.
Pemimpin Yaman sekarang, perlu dieksekusi sebelum
terlanjur menyerahkan tanah Yaman kepada Barat. Imbasnya, akan memberi
kelonggaran politis bagi gerakan Islam untuk keluar dari Yaman ke negara-negara
tetangga. Kita harus tahu, bebasnya rakyat Yaman yang siap tempur, merupakan
kunci pembebasan dan kemenangan Jazirah Arab. Sesuatu yang dikhawatirkan oleh
Barat. Rakyat Yaman merupakan muslim yang zuhud (sederhana), yang kelelakiannya
belum terkebiri oleh kemakmuran. Bangsa petarung (muqatil), yang akrab dengan
senjata. Kepada para pemuda Yaman, saya sarankan untuk mengeksekusi dua pemimpinnya.
Tapi jangan sampai membuat kita lupa dengan menyerang unsur koalisi Yahudi Salibis, karena kedua
sasaran ini saling berkait satu sama lain.
Demikian pula Pakistan, sangat penting untuk
mengeksekusi pemimpinnya Pervez Musharraf, demi kebebasan rakyat. Bangsa
Pakistan boleh disebut sebagai salah satu inti umat Islam. Maka lenyapnya
Musharraf bisa membantu mengatasi persoalan di Afghanistan, dan mengembalikan imarah
islamiyah di sana. Demikian pula, kita tidak boleh mengabaikan kekuatan
koalisi Yahudi Salibis yang masih
bercokol di sana, karena saling berkaitan satu sama lain.
Adapun pemimpin Teluk lain eksekusinya tidak memberi
keuntungan strategis, karena tak ada harganya. Mereka hanya boneka, bahkan
pasukan keamanan dikendalikan oleh asing. Oleh karenanya, lebih strategis di
tempat-tempat ini fokus menyerang kepentingan koalisi.
Demikian pula pemimpin di dunia Islam lain, tak ada
keuntungannya secara strategis. Maka kita sebaiknya fokus pada kepentingan
koalisi Yahudi Salibis.
Dan wilayah yang jauh dari pusaran konflik, seperti
di Asia Tenggara, kita cukup menjadikan anasir koalisi Yahudi Salibis denagai
sasaran operasi.
Catatan terkait tema pemimpin ini:
Termasuk hal yang penting untuk diingat, bahwa Barat
lebih menyukai kepemimpinan dengan pola kerajaan dibanding demokrasi di
negeri-negeri muslim, terutama di negara Teluk. Mereka menganggap kerajaan
lebih bisa mengakomodasi kepentingan Barat dibanding demokrasi yang berpotensi
munculnya penentangan dari rakyat terhadap pemerintah, kuatnya sentimen
nasionalisme, bahkan agama.
Dengan kerajaan, rakyat seolah terbelah dalam
kelas-kelas, yang semuanya menjadi budak bagi keluarga raja. Rakyat memandang
raja sebagai manusia suci. Pola pikir ini pula yang membuat Barat mendukung
pewarisan kekuasaan kepada putra pemimpin, meski bentuk negara adalah republik.
Minyak bumi dahulu menjadi senjata kita dalam
melawan Barat. Tapi kini, justru menjadi faktor kelemahan karena berada di
tangan pemimpin yang banci. Tapi kita harus mengembalikannya sebagai senjata,
sesuai tahap-tahap pertarungan.
Tahap pertama, kita memutus jalur suplai minyak di
Teluk atau bahkan di seluruh dunia. Bentuknya, menyerang kapal pengangkut
minyak yang terkait dengan kepentingan koalisi Yahudi Salibis. Al-Qaidah pernah
berhasil menyerang kapal Perancis di tengah laut. Termasuk dalam rangkaian
tahap ini, membunuh para pekerja Barat yang bekerja di perusahaan-perusahaan
perminyakan di Teluk.
Tahap kedua, kita menutup produksi minyak sehingga
Barat tak bisa mendapatkan bahan bakar dengan cara apapun. Agar mereka yang
menyandarkan hidupnya dari minyak merasakan hari tanpa minyak setetespun, tidak
seperti hari ini mereka berfoya-foya dengan minyak.
Catatan penting:
Saat kita berhasil membebaskan beberapa wilayah dari
cengkeraman musuh dan menawan pasukan musuh, kita harus segera menggunakannya
untuk pertukaran tawanan dengan mujahidin yang kini mendekam di Guantanamo.
Misi ini harus selalu ada di benak kita, tak boleh lupa sampai kapanpun.
Catatan lain:
Kita harus meningkatkan kemampuan mujahidin agar
tercapai keseimbangan kekuatan dengan musuh sehingga bisa mencegah mereka
menggunakan senjata pemusnah masal.]
Operasi istisyhadiyah dan pembunuhan warga sipil
kafir Barat menjadi kunci pembuka kemenangan dan senjata strategis kita.
Kita harus memanfaatkan laut untuk operasi dan
penyerangan. Tempat-tempat yang dijaga ketat di pantai, agak longgar jika
ditembus dari arah laut.
Menyerang pangkalan udara Amerika yang ada di tanah
kita bisa menjadi pukulan telak bagi proyek Amerika yang lain.
Kata Penutup
Mereka mengatakan bahwa pasukan Iraq memperkosa
wanita Kuwait (saat perang Teluk pertama). Saya katakan, saat pasukan Iraq
memperkosa wanita Kuwait, para wanita tersebut melawan dan mempertahankan
kehormatannya sampai mati. Tapi kini, pemerintah Kuwait sendiri yang
menyediakan tanah airnya sebagai tempat yang nyaman bagi tentara Salib.
Sungguh, diperkosanya wanita muslimah dalam keadaan
melawan lebih ringan dibanding ‘perselingkuhan’ pemerintah boneka
terhadap musuh. Apa yang dilakukan pahlawan Anas Al-Kandari dan mereka yang
mengikuti jejaknya tak ada maksud kecuali membersihkan kehormatan kaum muslimin
dari pelecehan kaum Salib, dan pembelaan saudara seiman (rakyat Iraq).
Maka saya nasehatkan kepada para lelaki umat ini, di
kawasan Teluk khususnya, dan Yaman, Mesir, serta wilayah umat Islam lain… untuk
peperangan inilah kalian ditunggu! Kalian mau memilih yang mana; mati sebagai
lelaki atau hidup dalam kehinaan !
Keenam:
Fase-fase perang sipil/gerilya
Para
tokoh perang sipil membagi perang ini menjadi tiga fase utama:
Fase
Pertama:
Melumpuhkan musuh
Fase ini merupakan tahap paling panjang dalam
rangkaian perang sipil/gerilya, benturannya paling keras dan paling tinggi
perhatian kedua belah pihak. Kemenangan hanya milik pihak yang sabar. Pihak kuat
berupaya sekuat tenaga untuk melenyapkan musuh yang lemah, baik secara militer
dengan serangan paling mematikan maupun secara politik dengan mengisolasinya
dari habitat sosialnya sehingga tidak memiliki dukungan publik lokal di
lapangan. Isolasi ini juga dilakukan pada tataran global sehingga tidak
mendapatkan simpati dari masyarakat internasional.
Untuk itu, kita yang berada dalam barisan musuh
koalisi Yahudi Salibis untuk melakukan dua hal:
1-
Militer:
Melanjutkan serangan pada sendi-sendi sensitif dalam
rangka merusak soliditas musuh. Baik secara ekonomi, politik, keamanan, sosial,
psikologis maupun militer. Tujuannya untuk merongrong pemerintahan musuh,
mengurangi potensi perlawanannya, dan melemahkan kemampuannya dalam mengawal
rakyatnya di manapun. Pukulan ini mesti dilakukan dengan cara:
a.
Dilakukan
di bumi umat Islam di seluruh dunia, terutama di kawasan Timur Tengah. Suatu
pukulan yang secara kalkulasi mampu dilakukan masyarakat. Masyarakat
berkewajiban menjadikan wilayah mereka sebagai kuburan bagi musuh.
b.
Dilakukan
di bumi musuh – koalisi Yahudi Salibis. Pukulan ini memerlukan persiapan detail
dan kemampuan yang tinggi. Poin ini menjadi tugas organisasi-organisasi jihad.
Tapi jika ada kelompok di tengah umat yang mampu melakukannya, boleh melakukannya.
c.
Dilakukan
di sepanjang wilayah musuh – koalisi Yahudi Salibis – di seluruh dunia.
Persiapan untuk operasi ini lebih mudah dibanding poin di atas.
d.
Operasi
yang dilakukan untuk menyerang pasukan musuh, di area belakang, di
tempat-tempat santai mereka, tanpa berhadapan langsung. Operasi ini berguna
untuk melemahkan kepercayaan diri musuh dalam memelihara nyawanya sendiri. Bila
menjaga nyawanya sendiri saja tidak bisa, bagaimana bisa bertempur?
Basis mujahidin dalam melakukan rangkaian operasi
ini adalah perkotaan. (Bandingkan dengan perang Beirut, Terusan Sues, dan
pertempuran yang terjadi di Palestina hingga kini). Hal ini disebabkan ada
pandangan bahwa kepemimpinan lokal harus mengosongkan pemerintah dari unsur
umat Islam sebelum dilakukan operasi, agar tidak menjadi korban. Pandangan ini
tentu baik dalam kasus dan masuk akal secara tinjauan keamanan, tapi hanya
cocok di wilayah musuh di seluruh dunia. Demi menghindari perdebatan ini,
sementara kita bisa mengusulkan dua pilihan:
Kita pindah ke daerah (propinsi) lain atau negara
lain, yang relatif bersih dari unsur umat Islam
Atau memindahkan basis perlawanan di wilayah-wilayah
sepi meski di negara muslim. Kita memiliki banyak wilayah sepi di dunia Islam,
misalnya pegunungan Yaman, Sarrah, Tihamah, Tursina, Gunung Hijau, pegunungan
Maroko, hutan belantara Sudan, pegunungan Kurdistan, pegunungan Afghanistan dan
Pakistan, hutan-hutan di Asia Tenggara dan seterusnya.
Tapi jangan lupa – setidaknya dalam keyakinan kami –
bahwa perkotaan lebih ‘sepi’ di tengah belantara jutaan manusia, dengan
catatan; jika kita mampu mengelola aspek keamanan dengan baik, karena senjata
musuh ‘tumpul’ di wilayah perkotaan.
2-
Politik
1.
Tidak
melibatkan diri dalam pertarungan melawan musuh sama sekali. Kita tak boleh
terkecoh dengan kemenangan taktis melawan musuh, karena hakekatnya musuh masih
lebih kuat dibanding kita. Musuh masih berpeluang menghancurkan kita baik
secara politik maupun militer. Mereka selalu waspada dengan potensi ini. Saya
yakin, keunggulan kita yang sesungguhnya adalah saat kita memasuki babak akhir
pertarungan, saat musuh bersiap menanda-tangani kekalahan, dan menerima syarat
permanen yang kita kehendaki.
2.
Memanfaatkan
hasil-hasil pukulan yang kita lancarkan, melalui semua peluang politis yang
tersedia, pada dua tataran:
· Tataran musuh
dan sistemnya; dengan melahirkan gap antara rejim penguasa dengan rakyatnya
(internal) dan mengikis pengaruhnya (eksternal). Agenda ini bertujuan
menciptakan kerapuhan pada bangunan politiknya, dan menyiapkan atmosfir yang
kondusif bagi lahirnya pembangkangan dari para pengikut setianya.
· Tataran umat dan
anasirnya. Pukulan yang kita lancarkan diharapkan mendekatkan umat kepada
barisan kita, ditinggalkannya barisan rejim, dan umat mulai melepaskan diri
dari semua belitan sistem rejim dan perangkatnya.
Fase ini sedang kita lalui, dan ada baiknya
pembicaraan kita berhenti di sini. Kita serahkan perkembangan selanjutnya
kepada mekanisme lapangan, mengikuti tuntutan situasi, kondisi dan kemampuan
para komandan lapangan dalam mengendalikan pertempuran.
Fase kedua: Tercapainya
keseimbangan kekuatan (at-tawazun); saat dimulainya menampati pangkalan
(markas) dan menggunakan senjata berat.
Fase ketiga: Pukulan
akhir (al-hasm); saat mengorganisir kekuatan dan menginfasi kota-kota.
Penyebab mengapa saya enggan membahas lebih lanjut
(fase kedua dan ketiga) karena saya meminta masukan dari para ahli dan ulama.
Saya memprediksi akan lahirnya dua kemungkinan pada babak akhir fase pertama.
Kemungkinan pertama; fase pertama akan bergeser menjadi pemberontakan (revolusi)
sipil dahsyat yang memupus tuntas rejim yang ada dan menggantinya dengan sistem
politik baru. Prediksi saya ini didasari banyaknya kesamaan pencapaian fase
pertama dengan situasi dan kondisi yang umumnya memicu revolusi sipil.
Kemungkinan kedua; berlanjutnya mata rantai perang sipil dan gerilnya. Insya’Allah
setelah nanti saya kaji lebih lanjut dan berdiskusi dengan para ahli, saya akan
tulis kembali persoalan ini.
Ketujuh:
Kepemimpinan militer (qiyadah
‘askariyah).
Saya tegaskan sebelum membahas tema ini lebih jauh,
bahwa kemenangan hanya dari Allah swt. Caranya, dengan melakukan tawakkal
sesuai standar dan menempuh pranata sebab akibat. Ilmu dan seni militer
(praktek lapangan) sesuai fase-fase yang terjadi, bukan semata dengan
mengetahui kemampuan kita dan kemampuan musuh kita, tapi juga dengan mengikuti
prinsip-prinsip pertempuran susuai jenis pertempuran dan babak peperangan yang
sedang berlangsung. Oleh karenanya, diperlukan rumusan bentuk pertarungan dan
metode serangan. Lebih dari itu, kepemilikan senjata bukan kunci kemenangan,
tapi juga soal bagaimana menggunakan senjata. Perang meliputi pengetahuan yang
luas, dan seni perang berguna dalam mengaplikasikan teori perang di alam nyata.
Oleh sebab itu, boleh dikata kemampuan memimpin perang merupakah bakat, jika
tidak memilikinya akan lebih mudah mengalami kegagalan.
Imam Syafi’i rodhiyallohu
anhu
di kitabnya, al-umm, mengatakan: “Tak sepatutnya Amirul Mukminin
mengangkat panglima perang kecuali orang yang baik agamanya, pemberani secara
fisik, mudah bertaubat, ahli dalam peperangan, pantang mundur saat terdesak,
berani maju saat menyerang, tajam dalam analisa politik dan mahir dalam
memimpin pasukan. Panglima harus memimpin pasukannya dengan kesatuan derap
langkah dalam ketaatan, mampu memanfaatkan peluang untuk meraih kemenangan, dan
hendaknya pakar (ahlul ijtihad) dalam persoalan jihad.”
Orang bijak bilang, panglima perang dipilih karena
kecakapannya dalam memimpin pertempuran, wara’ berhati lembut tapi dermawan dan
pemberani. Nasr bin Siyar – rahimahullah – berkata, “Semua pembesar dunia
sepakat, panglima perang hendaknya memiliki sepuluh sifat terpuji yang dimiliki
binatang. Pemberani seperti ayam jago, penyayang seperti ayam betina, hati
seperti singa, licik seperti musang, penjebak seperti serigala, waspada seperti
burung, sabar seperti anjing dan seterusnya…”
Saya tujukan nasehat kepada semua panglima dan
komandan, terutama komandan perang. Keberanian dan pengetahuan militer Anda
harus dilengkapi dengan sifat-sifat berikut:
Karakter psikis; jiwa berkorban untuk orang lain,
bukan mental egois. Jujur, dewasa, lapang dada, sabar menerima siksaan dan
ujian dalam perjalanan jihad. Teguh dalam idealisme, tak goyah, dan yakin
dengan pertolongan Allah. Terampil dalam mengambil inisiatif dan kreatif, zuhud
terhadap dunia dan terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Para panglima harus memiliki sifat lapang dada,
dewasa, rasa sayang terhadap pasukannya tak kalah dengan kasih sayang ibu
terhadap anaknya. Panglima mesti lapang dada terhadap kekeliruan yang dilakukan
pasukannya. Perhatiannya tertuju pada upaya perbaikan kekeliruan. Panglima
harus lapang dada dalam mendengar keluhan, tanpa bersikap kasar sehingga bisa
menjadi teladan dalam pendidikan dan dakwah. Panglima harus dewasa menyikapi
apa yang tak sesuai dengan keinginannya, dalam rangka memelihara keutuhan dan
merekatkan hubungan.
Sosok yang dihiasi dengan kepribadian mulia di atas
– diantaranya jiwa berkorban, tidak egois, rindu berjumpa Allah – merupakan
teladan yang kita rindukan. Jiwa mulia yang dipicu oleh kejujuran kepada diri
sendiri, jujur dalam mengorbankan diri sendiri sebelum orang lain. Kaum muda
yang ada di Palestina dan para pemuda yang terinspirasi oleh Al-Qaidah menjadi
bukti nyata kejujuran generasi pemegang panji jihad. Darah mereka akan selalu
menyalakan api semangat di hati umat, dan menjadi parfum yang mengharumkan
perjalanan umat. Sementara darah para pemuda yang menyusul di belakang mereka
akan menumbuhkan perlawanan dan menghantarkan kepada kemenangan.
Panglima dan pemimpin jihad harus memiliki sifat
sabar menerima ujian dan kekalahan dalam perjalanannya, teguh dalam idealisme,
tak goyah meski dihantam berbagai peristiwa, yakin akan kemenangan dari Allah
meski pertempuran berlangsung lama dan berbagai ujian mendera. Dahulu orang
bijak berkata, ujian yang tak sampai mematahkan punggung, justru akan
menguatkan seseorang. Generasi kita bukan generasi pertama yang menikmati
ujian. Semenjak Adam as hingga Allah menutup lembar kisah dunia, tak ada
pribadi, kelompok dan negara yang beriman kecuali akan menanggung ujian dan
cobaan. Tak berbeda, apakah mereka menjemput kematian, atau kematian yang
mengunjungi mereka. Keyakinan mereka tak bergeser; apa yang ada di sisi Allah
lebih baik dan lebih langgeng. Dunia hanya tempat singgah menuju negeri abadi,
negeri akhirat.
Kemampuan mengambil inisiatif dan mental kreatif
bukan semata di alam wacana, oleh karenanya tidak terpenjara oleh gagasan dan
eksperimen orang lain. Tapi juga bagaimana mampu mengambil pengalaman orang
lain dan memberinya nilai tambah sesuai kekhususan kebutuhan. Al-Qaidah berada
di garda depan dalam hal ini. Ia mampu mengambil pelajaran dari pengalaman
lokal dan kawasan, untuk dipoles dalam eksperimen pertarungan global.
Sasarannya dibatasi pada koalisi internasional. Jika koalisi internasional
telah dipecah dan dipatahkan, kondisi ini menjadi penghantar kepada kemenangan
yang dicita-citakan. Dikuatkan dengan penyatuan barisan umat dengan meretas
sekat-sekat nasionalisme yang ditulis oleh Kristen penjajah.
Sementara zuhud pada dunia dan pada apa yang ada di
tangan orang lain, termasuk kesempurnaan pribadi mujaahid. Contoh yang akan
saya ketengahkan lagi-lagi tentang Al-Qaidah, organisasi yang terpatri di
benakku dan saya berharap terpatri terus selamanya.
Menurut hemat saya, Al-Qaidah mengusung obsesi umat
dan problematikanya. Tak pernah terdengar mereka berambisi mencari dunia,
jabatan, atau kepemimpinan. Mereka mengibarkan panji Islam, maju pantang mundur
mengguncang berhala kekefiran dan para pemujanya. Mereka berharap, panji yang mereka
kibarkan pada saatnya nanti akan diserahkan kepada generasi penerus demi
merampungkan perjalanan membela Islam.
Mereka tak merasa sebagai penghulu umat Islam.
Bahkan mereka berharap munculnya pemimpin yang akan mempersatukan umat. Contoh
terbaik mereka tunjukkan tatkala muncul sosok Mulla Umar sebagai Amirul
Mukminin di Afghanistan.
Saya teringat pada awal dekade 90-an saat saya masih
remaja di Afghanistan. Kala itu, kaum muda, kalangan tua dan seluruh elemen
umat Islam menanti-nanti datangnya sosok pemimpin yang dicintai Allah yang akan
mempersatukan mujahidin di Afghanistan. Mereka menyangka, sosok yang diimpikan
itu ada pada diri salah satu dari tokoh-tokoh jihad legendaris kala itu –
Sayyaf, Hikmatyar, Yunus Khalis. Tapi Allah berkehendak lain, muncul tokoh tak
dikenal sebagai jawaban atas harapan mereka – Mulla Umar. Tiap generasi
melahirkan tokohnya sendiri, sesuai kehendak Allah.
Saya tegaskan kembali nasehatku ini untuk para
panglima dan komandan lapangan, ada pelajaran berharga di balik rangkaian
peristiwa perang sipil dalam meningkatkan kecakapan para komandan. Pelajaran
tentang kemampuan memikul beban pukulan musuh baik secara mental, spiritual dan
lapangan. Sebagaimana kita ketahui dari rangkaian peperangan yang terjadi
melawan kebrutalan Amerika dan Rusia. Musuh membumi-hanguskan kota-kota dan
melenyapkannya dari peta negara (Vietnam, Afghanistan, Cechnya) baik bangunan
maupun penududuknya. Musuh menyembelih penduduk, menangkap pejuang, mengusir
warga, menodai kesucian para wanita, membunuh anak-anak, memaksa murtad
penduduk, menghapus tradisi lokal, dan memperbudak warga dalam kerja paksa di
perkebunan.
Tapi para komandan dan panglima tak surut melawan,
bahkan bisa mengendalikan peristiwa. Mereka terus melancarkan pukulan, memetik
buahnya, tabah dalam menapaki pertarungan hingga mampu menghayati dinamikanya.
Bahkan mampu memberikan kerugian dan kehinaan kepada musuh. Mereka mampu
membangun basis untuk menampung mereka yang memiliki keneranian untuk melawan.
Singkatnya, jika kebanyakan orang boleh mundur dan lari dari pertempuran,
adalah haram bagi para pengibar panji perjuangan.
Ada pelajaran lain. Pertempuran yang terjadi,
medannya terbatasi garis teritorial negara tertentu. Luluh lantak kota-kota dan
desanya. Lalu bagaimana pertempuran yang akan terjadi, yang wilayahnya tanpa
batas? Bukan hanya kota yang hancur, bahkan satu negera bisa lenyap dari peta.
Bahkan boleh jadi peta negara-negara di dunia akan direvisi merujuk pada hasil
pertempuran yang belum rampung hingga kini. Ya, akan ada banyak suku dan bangsa
yang lenyap, bahkan mungkin lebih banyak yang kita duga.
Pembicaraan kita tentang komandan pasukan atau
panglima, jangan dikacaukan dengan komandan regu. Meski kriteria untuk panglima
tidak masuk, bisa jadi kita terima untuk komandan regu. Komandan regu hanya
memimpin 20 orang, dengan wilayah operasi terbatas, bukan seperti pasukan
besar.
Terakhir:
Refleksi ini saya tulis berdasarkan pembacaan
terhadap berbagai eksperimen jihad yang terjadi. Juga dari pengalaman pribadi
penulis di kancah jihad Afghanistan dalam berbagai episodenya. Saya tulis
refleksi ini sebagai saran dan nasehat, untuk semua kader jihad, baik para
alumni kamp Al-Faruq maupun seluruh elemen umat Islam. Harapan saya, refleksi
ini bisa menjadi batu pijakan untuk melangkah pada episode jihad selanjutnya.
Kita harus dengan cermat melihat karakteristik jihad
masa depan, dengan memiliki elastisitas (kelenturan) dalam menyikapinya agar
bisa menyesuaikan diri dengan tuntutannya. Prestasi jihad kita yang akan datang
akan sangat ditentukan oleh kenyataan lapangan, kesiapan seluruh anasir umat,
kecakapan para panglima dalam mengawal pertempuran, dan tentu saja terlebih
dahulu mengikut kehendak dan taqdir Allah. Kita memohon kepada Allah agar
membimbing kita dan umat Islam kepada apa yang baik untuk Islam dan kaum
muslimin.
Sebagai penutup, saya mohon kepada para ikhwan yang
membaca tulisan ini agar jangan menjadikan refleksi ini sekedar wacana yang
dibahas berpanjang-panjang di majlis. Tapi hendaknya segera mentransfernya
kepada sahabatnya, dan bersungguh-sungguh dalam mencari ridha Allah.
Kepentinganku hanyalah membimbing tangan umat menuju tanah harapan, tanah
kemenangan dan kedamaian. Saya tidak menulis refleksi ini untuk menjadi petaka
bagiku dan bagi para pembaca. Saya berlindung kepada Allah untuk mengingatkan
sesuatu tapi melupakannya.
Saya akhiri dengan hadits Nabi sholollohu alaihi
wasallam:
Orang yang paling dicintai Allah adalah
orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Amalan yang paling dicintai Allah
adalah kebahagiaan yang Allah masukkan ke hati muslim, atau membuang kesulitan
dari muslim, atau membayarkan hutangnya, atau mengenyangkannya dari lapar.
Sungguh aku berjalan bersama saudara (seiman) dalam upaya menyelesaikan
urusannya, lebih aku sukai dari I’tikaf di masjjid ini – masjid Nabawi di
Madinah – satu bulan. Siapa yang menahan amarahnya, Allah akan tutupi auratnya.
Siapa yang menahan emosinya – padahal jika ia mau bisa meluapkan emosinya –
Allah akan penuhi hatinya dengan harapan pada hari Kiamat. Siapa yang berjalan
bersama saudaranya dalam upaya menyelesaikan urusannya hingga tuntas, Allah
akan mantapkan pijakan kakinya pada hari kaki-kaki banyak terpeleset.
Sesungguhnya akhlaq yang buruk akan merusak amal, sebagaimana cuka akan merusak
madu.
(Hadits shahih, silsilah shahihah no.
906)
Saya pamit, semoga pengawasan Alloh
mengiringi langkah Anda !
Saudara kalian,
HAZIM AL MADANI
Ya Alloh, bukankah
sudah hamba sampaikan!?
Ya Alloh,
saksikanlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar